27

1.5K 47 0
                                    

"Itu.. Helm punya lo?"

"Oh ini, iya ini punyaku. Bagus kan? Aku baru beli kemaren" Gadis itu mengambil helmnya, diperlihatkannya kepada Dika.

Tadi laki- laki itu sama sekali tidak melihat keberadaan helm disana, atau memang dirinya yang tidak memperhatikan sekeliling. Apalagi helm itu berada di belakang tas milik Arunika yang diletakkan disampingnya membuat keberadaan helm itu tidak terlihat dan baru terlihat saat gadis itu mengambil tasnya untuk digunakan.

Laki- laki itu berdehem pelan. Banyak kemungkinan- kemungkinan yang menyerang pikirannya. Belum lagi helm itu terlihat mirip dengan helm yang digunakan seseorang beberapa hari lalu yang dikejarnya. Atau memang itu helmnya dan Arunika orangnya? Tapi bisa jadi itu orang lain, yang punya helm seperti itu bukan hanya gadis itu saja.

"Heyy? Kok malah ngelamun?" Arunika melambaikan tangannya didepan wajah Dika, membuat laki- laki itu terjingkat sebentar.

"Ah eh iya, gue duluan ya.. tuh grabnya udah dateng" Tunjuknya pada sebuah motor yang mendekati mereka.

"Hati hati" Teriak Arunika yang di balas acungan jempol. Terlihat Dika berhenti di depan gerbang sekolahnya, seorang perempuan keluar dari sana dan langsung menaiki motornya. Dari belakang Arunika rasa dia sedikit familiar dengan perempuan itu, namun dirinya tidak ingin menerka- nerka lebih jauh, takutnya salah.

Segera gadis itu menaiki motor abang tukang grab. Arunika sedikit was- was karena dibonceng oleh orang yang tak dikenalnya. Walaupun orang itu sudah sedikit tua tidak membuat Arunika tenang. Bisa jadi kan abang grabnya itu memiliki niat jahat, apalagi banyak kasus yang berhubungan dengan ojek online.

Beruntunglah jarak rumahnya dengan sekolah tidak terlalu jauh membutanya dapat segera keluar dari ketegangan yang sedari tadi dirasakannya. Lebay.

"Berapa pak?" Tanyanya pelan, tadi Dika tidak memberitahunya harus membayar berapa.

"Sudah dibayarkan mbak, tidak perlu" Kata bapak itu menghentikan Arunika yang hendak membuka dompet.

Gadis itu sedikit bingung, ditutupnya kembali dompet berwarna biru itu. "Terima kasih" Ucapnya.

Grab tadi sudah pergi membuat Arunika juga bergegas masuk ke dalam rumah. Orang tuanya sedang tidak di rumah, Ayahnya masih bekerja dan Mamahnya sedang belanja. Langkahnya langsung memasuki kamar, mengehmpaskan pelan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Tanganya mulai mencharger ponsel dan diletakkannya di atas nakas.

Matanya terpejam sebentar sebelum kembali terbuka. Diraihnya handuk dari dalam almari sebelum memasuki kamar mandi untuk menghilangkan lengket yang diakibatkan keringat.

–––––

"Lama banget sih!"

"Sorry, buruan naik"

Stelah memastikan orang itu menaiki motornya, langsung saja dirinya menjalankan motor miliknya. Membelah jalanan Jakarta yang selalu padat. Memang kapan Jakarta akan sepi kendaraan?

"Ngapain sih lo lama- lama di sekolah, mau jadi penunggunya lo? Semua murid udah pada balik kali"

Gadis yang di boncengnya memajukan tubuhnya, "Suka- suka gue dong, orang gila dilarang kepo"

"Sialan! Lo pasti nonton dia lagi kan?"

"Tuh tau jawabannya"

"Udah gue bilang mending lo berhenti, buat apa juga ngejar dia kalo lo aja gak pernah dilihatnya. Gue yakin dia juga udah punya pacar lagi"

"Emang" Lagi- lagi jawaban dari Gadis yang di boncengnya dapat membangkitkan rasa emosi dalam dirinya. Mereka berdua adalah saudara, namun ntah kenapa mereka tidak ingin orang lain mengetahui jika mereka adalah saudara.

Sejak dulu saudaranya itu— orang yang diboncengnya, menyukai kakak kelasnya. Walaupun sudah pernah ditolak namun tetap saja gadis itu tetap kekeh mengerjarnya. Dan itu juga yang membuatnya membenci orang yang di sukai saudaranya.

"Berhenti cari gara- gara deh lo, muka tambah jelek kalo bonyok. Pantes gak ada cewe satupun yang mau sama lo"

"Diem aja deh lo yang bucin padahal gak ada status apa- apa"

Digeplaknya punggung tegap itu, membuat motor yang dikendarainya sedikit oleng. "Goblok, kalo kita jatuh gimana?!"

"Ya jatuh, lagian tuh mulut gak pernah lo sekolahin apa? Bikin hati mungil gue kegores aja"

"Alay"

Di belakang, gadis itu mendengus kasar, mengeratkan pengangannya pada jaket laki- laki di depannya saat motor yang dikendarainya semakin cepat. "Gue lihat tadi lo lagi ngobrol sama cewek, siapa tuh?"

"Kepo"

"Gue serius njir, gue perhatiin badannya kayak gue kenal makannya gue nanya"

"Lo kenal karena kalian satu sekolah"

"Serah lo deh monyet, males banget ngomong sama orang dongo kayak lo"

Mereka sama- sama diam, yang satu fokus dengan jalan dan motornya, yang satu lagi fokus memandangi macetnya kota Jakarta. Hingga motor yang mereka kendarai memasuki sebuah komplek perumahan elite. Motor besar itu memasuki rumah dengan gerbang yang menjukang tinggi setelah dibukakan oleh penjaganya.

Gadis itu turun, menyodorkan helm yang dipakainya. "Lo nggak mau masuk?"

"Nggak, gue balik apartmen. Gue duluan, salamin aja kalo ada yang nyari"

Dan motor beserta satu orang itu kembali pergi, menyisakan satu orang lain yang menatapnya sendu. "Gue aja yang selalu stay di rumah gak pernah dicari sama mereka, apalagi lo yang gak pernah mau tinggal satu atap" Monolognya.

—————

Kalian semakin penasaran apa semakin bosen nih?

Cuma mau ngingetin, jangan lupa vote dan komennya!

Love StoryWhere stories live. Discover now