32

3.1K 66 6
                                    

Semoga ini masih nyambung, ya.

mungkin aku akan jarang update karena urusan rl ku, tapi ku usahakan tetap update hehe.

Makasih buat kalian yang udah mau baca ceritaku ini!!

kalau bisa mah vote komennya juga di pencet karena itu bikin aku jadi tambah semangat nulis.

Happy reading!!!

–––––

Hari ini gadis dengan surai yang sengaja di gerainya itu berjalan lesu keluar dari kelasnya. Tas berwarna biru kehijauan itu ia sandarkan di sebelah pundak sisi kanannya. Tangannya sesekali melirik ke arah ponsel yang tidak juga menapakkan informasi dari sang teman.

Gadis itu Arunika, raut wajahnya tampak lesu menandakan dirinya yang benar-benar tidak memiliki semangat. Bahkan untuk melangkah saja rasanya sangat berat.

Pasalnya, hari ini sekolah mereka akan melawan sekolah yang di kabarkan sudah menjadi musuh bebuyutan. Kabar burung beredar jika kedua sekolah itu tidak pernah berakhir dengan damai setelah melakukan peraduan, dan Arunika khawatir akan itu.

Netranya kembali melihat ke arah layar ponsel, jarinya mengetikkan beberapa kata yang ia tujukan ke seseorang yang berada di sana. "Ihh, Tina kemana sih???" Decaknya.

Sekolahnya hanya mengizinkan beberapa murid untuk dispen yang akan menjadi suporter  tim basket. Beruntunglah kedua temannya itu mendapat kesempatan untuk bolos pelajaran dan menonton pertandingan. Beberapa kali Arunika menggerutu, menendang batu kerikil yang entah sudah keberapa.

Ponselnya ia coba tempelkan ke telinga, berharap jika temannya itu mengangkat panggilan darinya. Setelah menunggu beberapa saat, badanya yang sedari tadi menunduk seketika menegak. Binar mata harap muncul membuat siapa saja tidak akan tega untuk menyampaikan hal yang mungkin dapat menyakiti hatinya.

"Tinaaaa... Ihh lama banget sih angkatnya!" Bibirnya sedikit ia majukan kala mendengar gumaman kata maaf dari seberang.

"Aduh, sorry Nik, ini tadi gua nggak denger notifnya soalnya rame banget"

"Iya-iya lu bisa kesini, pertandingan utamanya baru mau di mulai, tadi ada kendala makanya mundur"

"Tina, kamu nggak bohong kan?!"

Bahagia? Tentu saja gadis itu bahagia.  Bahkan dirinya sudah beberapa kali melompat lantaran apa yang ia harapkan terkabulkan.

"Beneran, mending lu kesini sekarang deh soalnya katanya nih 15 menit lagi bakal di mulai. Lu naik ojek atau grab aja, kalau pake taksi takutnya gak keburu"

"Iya-iya aku pesen grab sekarang deh. Tungguin yaa, nanti kosongin tempat buat aku"

"Iya, hati hati"

Panggilan singkat itu sudah di matikan. Sekarang misinya adalah mencari drever ojek yang dekat dengan lokasinya, karena waktu yang ia punya pun cukup singkat.

Sudah 5 menit Arunika hanya berdiri, tidak mendapat drever  yang ia inginkan. Jika tetap seperti itu, waktu yang ia punya akan semakin menipis. Tidak ingin membuang waktu, Arunika memutuskan berjalan yang lama kelamaan menjadi berlari, barharap menemukan tukang ojek yang siap memgantarnya tanpa menggunakan aplikasi.

Tinn...

Tubuhnya yang hendak menyeberang jalan mendadak kaku dikejutkan oleh motor yang datang entah dari mana hendak menabraknya.

Waktu seketika berhenti berputar dan jantungnya tiba-tiba berhenti berdetak. Semua orang yang melihat kejadian sekilas itu terdiam membisu, begitun Arunika yang masih mematung di pinggir trotoar.

"Anjing! Tolol! Lu punya mata nggak, hah?! Kalau mau nyebrang tuh ati-ati njing, gimana kalau gue nggak ngerem, gimana kalau gue nggak belokin setir?!"

Arunika menunduk, kepalanya semakin menunduk kala orang yang baru saja memarahinya berjalan mendekat ke arahnya. Laki-laki yang hampir saja menabraknya terlihat emosi.

Ini bukan salah Arunika, tetapi kenapa laki-laki itu menyalahkannya? Bukan kah harusnya laki-laki itu yang ia marahi lantaran menerobos rambu lalu lintas?

Arunika tidak salah, karena dirinya pun menyeberang saat lampu untuk pejalan kaki sudah berubah hijau, dan tandanya rambu untuk kendaraan berubah merah.

"Anjing! Gua telat gara-gata lu, kalau sampai—"

Ucapan laki-laki itu terhenti saat Arunika meggenggam tangannya, kepalanya mendongak menatap kedua netranya. "Maaf"

"Maaf, ak-aku nggak tahu, la-lampunya udah hijau jadinya aku jalan, maaf" Setelah mengatakan itu, kepala Arunika kembali menunduk. Malu lantaran di lihat oleh orang-orang yang ada di sana, belum lagi air matanya yang tiba-tiba saja keluar. Gadis itu terisak pelan.

Sedangkan laki-laki di hadapannya masih terdiam, "Nika.." Ucapnya pelan.

Mendengar namanya di panggil, Arunika mendongak. Matanya membulat saat sudah mengenali siapa orang yang hampir mencelakainya. "D-Dika"

_____

Di dalam ruangan yang begitu ramai, di atas tribun yang berdesakan, Tina menatap cemas ke arah ponselnya. Sedari tadi temannya yang satu itu tidak mengabari dirinya. Ini sudah lebih dari 15 menit di mana seharusnya gadis itu sudah berada di sebelahnya sekarang.

"Apa Arunika nggak dapet ojolnya, ya?"

"Si anjir pake nggak angkat telepon segala"

Sesekali melirik ke arah lapangan, Tina sangat bersyukur pertandingan masih belum di mulai padahal sudah melewati batas waktu yang tadi di umumkan. Dirinya sadar, amat sadar saat mendapati tatapan tajam dari orang yang berada di lapangan.

Orang itu Aries, yang sedari tadi menatapnya tajam. Sebenarnya Aries sudah mewanti-wanti dirinya untuk tetap bersama Arunika. Menemani gadis itu untuk datang ke stadion, tetapi Tina tidak bisa. Gadis itu berbohong jika mendapat dispen karena yang sebenarnya terjadi adalah ia membolos.

"Sialan, Nik kalau lu sampe kenapa-napa bisa mampus gua"

Prittt...

Peluit berbunyi yang artinya pertandingan sudah di mulai. Bertepatan dengan itu, seorang gadis memasuki pintu stadion. Yah, Arunika datang tepat waktu dan Tina patut berterima kasih kepada temannya itu.

"Huft, aku nggak telat kan?"

Sebagai teman yang baik, Tina langsung menyodorkan air mineral yang sedari tadi dibawanya. Tentu saja hal itu diterima dengan senang hati oleh Arunika karena dieinya memang sangat haus.

"Nggak, lo tepat waktu Nik!"

"Untung aja"

"Iya, untung aja tadi pertandingannya di undur lagi"

"Kenapa lagi memangnya?" Arunika menoleh bingung, walau tidak di pungkiri dirinya pun amat bersyukur.

"Gak tahu, denger-denger sih katanya kapten dari lawan belum datang"

Arunika ber-oh ria mendengarnya. Kepalanya ia hadapkan ke depan, memfokuskan diri ke area lapangan. Bibirnya melengkung membalas senyuman dari orang terkasihnya.

"Semangat!!" Ucapnya tanpa suara. Walaupun orang di sana tidak mendengarnya, tetapi ia yakin jika apa yang ia ucapkan begitu jelas di penglihatan.

Karena berapa banyakpun orang di sekitarnya, nyatanya laki-laki itu hanya melihat dirinya saja. Berdiri memberi semangat yang dibalas dengan kepalan tangan di atas kepala sang kapten

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love StoryWhere stories live. Discover now