19. Don't Judge Book By Its Cover

19 4 0
                                    


Gia melihat dirinya dari pantulan cermin, rambut setengah ikal dengan bandana dan handband kuning ditangannya, matanya menerawang mengingat momennya bersama Bagas.


-

"Jelaskan padaku, Bagas."

Tangannya terkepal melihat reaksi pria dihadapannya. Pria itu hanya diam mematung tak menjawab pertanyaan yang terlontar dari Gia, "Bahkan kau pun ragu dengan perasaanmu."

Tanpa perlu Bagas menjawab pun, ia bisa tau jawabannya dari sorot mata pria itu. Bagas ragu, entah ragu akan perasaannya atau karena membenarkan ucapan Gia.

Seseorang pernah mengatakan, jika lelaki ragu dengan dirimu berarti ia tak menginginkanmu.

-


Gia mengerjapkan mata mencoba melupakan pria bernama Bagas itu. Dia akan memanfaatkan waktu disini sebaik mungkin. Gia mengambil botol minumnya diatas meja makan, meletakkannya pada tas dan siap pergi ke tempat gym.

Kepergiannya hari ini menimbulkan tanda tanya besar bagi kedua orang tuanya, mengingat ia adalah gadis yang hanya suka rebahan di queen size empuk miliknya.

Namun saat ini olahraga adalah salah satu cara untuk menjaga kewarasannya.

Gia terus berlari diatas Treadmill meski dengan pikiran yang masih melayang kemana-mana. Bukan, ia tidak memikirkan Bagas.

Pikirannya tertuju pada Ganif, semalaman Gia berusaha menghubungi temannya itu tapi berkali-kali juga urung ia lakukan. Padahal ia hanya ingin menanyakan keadaan Ganif, tapi jarinya susah sekali diajak kompromi.

Gengsi mengalahkan segalanya.

Suara beberapa gadis di ujung ruangan mengalihkan atensi Gia. Ditengoknya para gadis itu mengerumuni seorang gadis yang terlihat tertekan dengan para gadis lain disekelilingnya.

Bullying.

Gia memutuskan untuk pergi karena akan sangat melelahkan berurusan dengan gadis-gadis seperti itu.

Namun langkahnya terhenti di depan pintu keluar, ia ingin menutup mata dan menulikan telinga tapi tak bisa.

Gia teringat pada Nanda, adiknya. Jika Nanda ada diposisi seperti itu dan tak ada yang menolongnya bagaimana? ia tidak ingin hal itu terjadi.

Dihampirinya gadis-gadis yang bisa Gia tebak masih menyandang status siswa itu, "Apa kalian ke tempat seperti ini hanya untuk bertengkar?"

"K-kak Gia?" salah satu dari tiga gadis itu mengenali Gia.

"Wah, kak Gia memang sangat cantik jika di lihat dari dekat ya." Ucap gadis lain.

Gadis yang terlihat paling unggul membuli itu tersenyum ramah pada Gia, "Kak Gia juga sering ke gym ya, pantas saja cantik paripurna."

Sedangkan gadis berkacamata itu tergeragap memandang Gia seperti pencuri yang tertangkap basah.

Gia terperangah karena semua gadis itu mengenalnya. Mungkinkah mereka dari sekolah yang sama?

"Kami adik kelas kak, dari kelas X."

"Kami penumpang kapal kak Gia dan kak Ganif."

"Kalau aku kapal kakak dan kak Bagas, ya meski aku sedikit tertarik pada kak Bagas tapi aku merestui kalian berlayar." Gadis-gadis itu tersenyum dengan tatapan kagum pada Gia.

Gia melongo dibuatnya, gadis-gadis ini terlihat ramah, tapi mengapa ia melakukan sesuatu yang membuat gadis di depannya ketakutan.

"Apa yang kalian lakukan pada gadis ini?" tunjuk Gia pada gadis berkacamata itu.

A Walk Through The TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang