17. Rahasia Gala

24 6 17
                                    

Aku baru saja sampai Malioboro tempat biasa aku menunggu Gala, tapi dia belum sampai sini. Aku duduk menantinya di sebuah bangku panjang. Ponselku tiba-tiba bergetar dan memunculkan nama Reo di layar ponselku. Aku angkat teleponnya dan kami bicara. Seperti biasa diawali dengan salam.

"Hei, ganggu nggak?" tanya Reo.

"Nggak sih, tapi lagi nunggu orang di Malioboro. Kenapa?"

"Oh, aku cuma mau ngomong sebentar aja kok, nggak panjang."

"Tentang apa?"

"Aku mau minta maaf kalau mulai besok dan kedepannya aku nggak tahu sampai kapan, aku nggak bisa antar kamu pulang lagi sebelum jam 10."

Aku tercenung sejenak merenung. Apa ini gara-gara aku menolaknya? Kenapa perasaanku tiba-tiba jadi bersedih mendengar ini.

"Kenapa? Kok tiba-tiba banget."

"Ada hal yang harus aku kerjakan yang nggak bisa aku omongin ke kamu sekarang."

"Ya udah, nggak apa-apa. Makasih ya selama ini udah selalu nemenin."

"Iya sama-sama. Ya udah, itu aja kok. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam..."

Sampai telepon dimatikan, aku masih tercenung. Kenapa jadi semenyedihkan ini. Aku merasa kehilangan. Aku bahkan bingung mauku itu apa. Dia mendekat aku menjauh. Dia menjauh, tapi aku tidak terima dia menjauh. Betapa egoisnya perasaanku ini. Sampai Gala datang membuyarkan lamunanku.

"Heh, kenapa?" tanya Gala.

"Oh enggak, nggak apa-apa. Ya, udah yuk naik bendi."

Gala sudah tidak lagi pernah duduk di depanku, dia selalu duduk di sebelahku. Katanya biar lebih dekat. Alasan itu membuatku tersenyum malu. Gala mengeluarkan buku pesananku. Dia meminjamiku buku Rogue Lawyer setebal 500-an halaman. Buku yang sejak dulu ingin aku baca, tapi tidak jadi-jadi. Aku segera memasukkan ke dalam tas. Setelah sudah, aku dan Gala saling berpandangan dan melempar senyum.

"Aku selalu seneng kita bisa nyempetin diri ketemu setiap bulan," kataku jujur.

"Aku emang nyenengin sih," jawabnya narsis, sementara aku hanya tertawa.

"Gimana... kamu galau kenapa?" tanya Gala.

"Masih inget Reo?"

"Yang kerja sambil kuliah kan? Inget."

"Jadi, dia kan biasanya antar aku pulang malam setelah kumpul teater, tapi tiba-tiba dia mutusin untuk nggak nganter aku lagi. Aku nggak tahu alasannya kenapa, tapi itu membuat aku jadi mikir. Apa aku punya salah?"

"Kayaknya blog kamu nggak bahas tentang itu deh."

"Emang enggak. Dah ah nggak penting soal aku galau. Kamu tuh yang kayaknya merana banget tulisannya. Kenapa tuh!"

"Aku? Aku nggak kenapa-kenapa. Itu cuma tulisan."

"Bohong! Kamu sayang sama siapa?"

"Sama kamu kan."

"Apaan sih!" aku mengernyitkan kening. "Serius..."

Gala malah tersenyum.

"Ah, Gala gitu. Rahasia-rahasiaan."

"Kan aku dah bilang. Aku sayang sama kamu."

"Nggak lucu bercandanya," kataku tak percaya, Gala tertawa. Mau percaya tapi takut salah menjatuhkan harap. "By the way... makasih banyak ya udah buat ayah dan bundaku baikan. Mereka udah nggak pernah marah-marah lagi di depan aku, tapi nggak tahu kalau di belakang."

Instrumen Derap Kaki Kuda ✔ [NEW]Where stories live. Discover now