Bab 44

425 34 5
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum. Hai²!
Ada yang nungguin kah?
Hehe, maaf ya kalau kelamaan...



🌹Selamat Membaca🌹






Langit yang semula cerah kini telah berubah menjadi kelabu. Rintik air pun perlahan turun membasahi bumi. Seakan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Gus Faqih dan keluarga. Begitu juga yang dirasakan oleh keluarga Zania.

Zania Niksen Almahira, dia telah benar-benar pergi dari dunia ini. Menuju kehidupan yang kekal abadi, yakni kehidupan akhirat. Jenazahnya telah dibawa pulang oleh keluarganya untuk segera di makamkan.

Disisi lain, sudah setengah jam Dokter Mira masuk kembali ke dalam ruang IGD yang terdapat Mahreen di dalamnya. Dan belum lagi keluar untuk memberikan kabar. Entah apa yang sebenarnya terjadi di dalam sana.

Gus Faqih tak lagi menangis. Beliau berusaha untuk tidak menumpahkan air mata untuk yang ke sekian kalinya.

"Ya Allah, jika memang ini lah saatnya istri hamba kembali pada-Mu, tolong tempatkan dia disisi terbaik-Mu," doa Gus Faqih dalam hati sembari menatap sendu pintu ruangan yang bertuliskan IGD.

"Le, kamu tidak mengabari Yai Abdullah?" tanya Abah pelan.

"Nanti saja, Bah, kalau sudah ada kabar lagi dari Dokter," jawab Gus Faqih tanpa mengalihkan pandangannya. Abah Ahmad hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Mas, ini minum dulu," tawar Gus Haidar.

"Makasih, Dar," balas Gus Faqih sembari menerima sebotol air mineral yang diberikan oleh adiknya.

"Sabar, Mas," ujar Gus Haidar sembari menepuk pelan pundak kiri kakaknya.

Sepuluh menit kemudian, pintu ruangan terbuka. Menampilkan Dokter Mira dan salah satu perawat dengan seragamnya masing-masing. Gus Faqih yang melihat itu bergegas menghampiri Dokter Mira dan menanyakan keadaan istrinya.

"Dok, bagaimana dengan istri saya, Dok? Dia pasti masih hidup, kan? Tadi Dokter salah periksa, kan?" tanya Gus Faqih tanpa henti.

Dokter Mira menghembuskan nafas perlahan kemudian tersenyum simpul. "Alhamdulillah, atas kuasa Allah, Mahreen kembali menghembuskan nafas, detak jantungnya pun kini telah normal. Memang tadi keadaannya sempat kritis kembali, tapi hanya sebentar. Dan sekarang kondisi Mahreen sudah cukup baik, dia juga sudah sadarkan diri," jelas Dokter Mira.

"Alhamdulillah," lirih Gus Faqih dengan air mata yang menetes tanpa diperintah. Disusul dengan ucapan syukur dari Abah, Umi dan Gus Haidar.

"Boleh saya menemui istri saya, Dok?" tanya Gus Faqih.

"Silakan. Tapi jangan terlalu ramai dulu, karena keadaan pasien masih sedikit lemah,"

"Kamu saja yang masuk, Le," tutur Umi.

"Njih, Umi," Gus Faqih lalu bergegas masuk menemui istrinya.

***

"Sayang, mana yang sakit? Bilang sama Mas," Gus Faqih berucap lirih sembari mengelus pelan kepala Mahreen.

"Enggak ada, Mas. Mahreen gak apa-apa, kok. Tadi kayaknya Mahreen kecapekan aja."

"Kecapekan gimana? Tadi kamu disini berjam-jam, terus dokter juga sempet bilang kalau kamu udah gak ada."

Mahreen terdiam. Mencerna perkataan yang keluar dari mulut suaminya.

Lillahita'ala (On Going)Where stories live. Discover now