Chapter 8

417 20 0
                                    

Arana melangkah menghampiri seorang pria yang berdiri disamping mobil mewah berwarna hitam. Entah apa modelnya, tapi Arana yakin harganya pasti selangit. Pria muda yang berdiri didepannya menggunakan kemeja dan jas hitam. Nampaknya, dia adalah Erlan, asisten Alva.

"Silakan masuk. Bos sudah menyuruh saya mengantar anda ke butik." Ucap Erlan dengan intonasi datar.

Arana melihat tatapan Erlan dan tidak bisa menahan membatin dibenaknya. Pria didepannya, nampaknya cukup tidak menyukainya. Oh, ralat——tidak menyukai Alana.

"Kalau begitu jangan sampai terlambat. Aku harus memastikan gaun pernikahanku secantik yang aku mau." Ucap Arana mencoba meniru Alana.

Selama beberapa hari berbaur dengan Alana, Arana tahu bahwa Alana itu sombong dan berharga diri tinggi. Kata-katanya terkadang tajam, dan dia tidak pernah suka memuji orang lain. Tidak suka berdekatan dengan yang lebih rendah darinya. Dan yang lebih utama adalah dia tidak pernah mengucapkan terima kasih bahkan jika seseorang menyelamatkannya.

Ia terlalu, menjunjung tinggi kesombongan yang dimilikinya.

Erlan tidak mengubah ekspresinya dan menutup pintu setelah Arana masuk dan mendudukkan dirinya dibangku penumpang belakang. Arana tahu bahwa sebenarnya, normalnya dia seharusnya duduk dibangku penumpang depan untuk menghormati Erlan. Sebab Erlan bukan supirnya, dia harusnya duduk didepan. Tetapi sekali lagi, kembali pada sifat dan sikap Alana.

Jadi Arana hanya bisa duduk dibelakang.

"Bagaimana ini? Sepertinya dia sangat tidak menyukai Alana. Suasana dimobil ini terlalu dingin hingga membuatku gugup." Batin Arana menenangkan dirinya.

Ia merogoh ponselnya dan mulai memainkan ponselnya. Menelusuri pencarian apapun untuk berpura-pura sibuk. Sepanjang perjalanan hingga akhirnya keduanya sampai dibutik setelah 35 menit perjalanan tanpa kemacetan, keduanya diam larut dalam perhatian mereka masing-masing.

Arana yang canggung dan berusaha mempertahankan image Alana, sedangkan Erlan yang bahkan mungkin menganggap keberadaan Arana bagai angin.

"Kau bisa kembali, atau terserah padamu." Ucap Arana tanpa memandang Erlan.

"Betapa arogannya." Erlan membatin.

Membiarkan Arana melangkah menjauh dengan rasa tidak nyaman dihatinya. Di Melbourne, Arana sama sekali tidak pernah bersikap seperti ini. Ia ramah pada siapapun, dan orang lain pun menyukai sifat hangatnya. Tetapi sekarang, ia harus berpura-pura menjadi kembarannya yang entah bagaimana sifatnya bisa sangat berbanding terbalik dengannya.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Erlan pergi setelah Arana memasuki butik. Lagipula Alva tidak menyuruh dirinya untuk menemani Arana yang diketahuinya adalah Alana.

"Sangat bagus," batin Arana kala melihat arsitekstur bangunan butik itu.

Ada cahaya lembut yang menyorot dimanapun. Disetiap sisi bahkan sampai setiap sudut. Gaun-gaun yang dipajang dietalase kaca didinding sangat menarik dengan sentuhan marmer hitam dan latar belakang kotak putih yang disorot cahaya lembut.

Arana yang tidak mengerti fashion hanya bisa terpukau dengan gaun-gaun yang terpajang. "Sangat cantik!"

"Nona Alana?" Panggilan seseorang membuat Arana menoleh.

Ada seorang wanita yang mengenakan pakaian sederhana. Ada kacamata persegi bertengger diwajahnya yang sudah setengah baya. Penampilannya lembut dan pembawaannya terlihat ramah.

"Bu Karina, dimana saya harus menaruh gulungan kain yang berbeda ini?"

Belum sempat Arana membuka suaranya, ada suara lain yang membuat wanita bernama Karina itu menoleh dan berkata, "Letakkan saja dikotak penyimpanan warna hijau didekat mejaku. Aku akan mengurusnya nanti."

My Beloved Arana [√]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora