Chapter 24

307 19 0
                                    


Setelah selesai sarapan, Alva telah siap dengan setelan jas yang akan dikenakannya untuk berangkat ke perusahaannya. Tangan kirinya memegang ponselnya, menempelkan ketelinganya, dan ia nampak mengobrol dengan seseorang, ketika Arana tengah duduk disofa, bingung akan melakukan apa saat Alva masih ada disana. Dia tidak bisa bersih-bersih, dia tidak bisa menyiram tanaman, dia juga tidak bisa pergi.

"Ya, siapkan file untuk rapat nanti." Suara Alva terdengar tegas, dan Arana menopang dagunya, mendengarkan dengan seksama, sebelum dia tergerak karena menyaksikan Alva kesusahan saat hendak menggunakan dasi hitamnya.

Arana bangkit berdiri, menghampiri Alva yang masih berbicara dengan seseorang diseberang sana. Tangannya terulur meraih dasi Alva dan memasangkannya setelah memberikan senyuman pada Alva. Alva memperhatikan gerakan Arana sembari berbicara pada sekertarinya. "Pastikan ppt untuk presentasi sudah benar, saya tidak mau ada kesalahan sekecil apapun."

"Ya. Yang ketiga."

Arana mendengarkan sesaat, namun tangannya dengan cekatan memasangkan dari pada Alva. Garis tajam yang sempurna dan rapi. Arana menyelipkan dasinya kedalam dan merapikan jasnya, memastikan tidak meninggalkan debu dan kotoran. Bersamaan dengan dia menurunkan tangannya, Alva selesai menutup. Pria itu membungkuk dan menjatuhkan ciuman kepipi Arana dengan suara lembut. "Terima kasih, sayang."

"Aku berangkat." Ucap Alva sembari meraih tas kopernya.

Arana mengantar sampai kedepan pintu apartemen. "Berhati-hatilah dijalan. Pastikan jangan melupakan makan siangmu."

Alva mengangguk. Dia berjalan beberapa langkah, sebelum memutar tubuhnya. Arana sedikit bingung, dan dia bertanya. "Apa ada yang tertinggal?"

Alva menganggukkan kepalanya. Mendekati Arana dan meninggalkan ciuman dibibir tipisnya. Hanya kecupan ringan. "Aku melupakan morning kiss."

Melihat wajah Arana yang memerah sempurna, Alva terkekeh. "Aku akan segera kembali, sayang."

Arana mengangguk. Hanya mampu merespon tanpa sadar, membiarkan Alva memberikan senyuman terakhir dan berlalu pergi. Gadis itu memandang Alva sampai menghilang dibalik lorong. Dia membuka bibirnya dan berusaha menarik napas senetral mungkin. Wajahnya memerah hingga kepangkal leher.

"Aigoo, pasangan muda. Masih sangat romantis." Suara itu membuat Arana menoleh, menemukan seorang wanita setengah baya yang tengah berdiri di depan pintu apartemen disebelah apartemennya sembari membawa sebuah paperbag ditangannya. Arana menyapanya dengan senyuman. "Selamat pagi, Bu."

Wanita itu menghampiri Arana dan menyerahkan bungkusan itu kepada Arana yang menerimanya dengan bingung. "Ah? Apa ini, Bu?"

"Sedikit bingkisan untuk tetangga baru, sekaligus ucapan selamat atas pernikahan kalian. Namaku Melisa, tinggal dikamar sebelahmu bersama dengan putraku. Jika kamu butuh sesuatu, mampirlah. Ngomong-ngomong, panggilan Bu terlalu formal, panggil saja aku kak." Ucap wanita itu ramah—Melisa.

"Ah, terima kasih untuk keramahannya, Kak Melisa. Oh iya, betapa tidak sopannya aku, kak Melisa bisa memanggilku Alana." Arana mengucapkan terimakasih dengan tulus, dibalas senyuman dan anggukan kepala oleh Melisa.

***

Berjam-jam berlalu, Arana baru saja memasuki apartemennya setelah berkunjung ke apartemen Melisa. Berbincang banyak hal dengan wanita berusia 34 tahun itu.

Melisa ternyata adalah seorang fotografer. Suaminya adalah sutradara, yang saat ini tengah melakukan pengambilan video di luar negeri, dan katanya tidak akan pulang dalam waktu dekat. Pernikahan keduanya menghasilkan buah hati yang manis, Melisa memberinya nama Serine. Oh, Arana sedikit tercengang karena nama Serine itu ternyata untuk anak laki-laki yang tampan!

Setelah berbincang banyak dengan Melisa, keduanya sepakat untuk menjadi teman dekat karena kesamaan hobi mereka. Yakni memasak dan memanggang kue. Arana yang suka menggambar sangat tertarik dengan jepretan kamera Melisa, dan entah dorongan dari mana, Melisa memintanya untuk menjadi model fotonya jika memiliki waktu luang.

Oh, Arana sebenarnya tidak masalah dengan itu.

Puas bermain, Arana melihat apartemennya yang sedikit berantakan setelah misi yang dilakukannya pagi ini. Gadis itu berkacak pinggang sebelum dengan tegas mengambil celemek dan mulai membersihkan semua kekacauan yang dia buat. Dia mencuci piring kotor dan panci-panci, sebelum meletakkannya dirak. Sepuluh menit kemudian, Arana mengambil vacum cleaner dan mulai menyedot debu disekitar sofa dan dilantai yang terlihat oleh mata trlanjang.

Hampir 20 menit berlalu, Arana mendudukkan dirinya setelah apartemennya bersih dan rapi.

"Hmm, masih lama sebelum jam makan siang." Arana bergumam dengan pelan, memasang pose berpikir sebelum dia menepuk tangannya sekali. "Aku akan menggambar saja!"

Berlari kecil menaiki tangga, Arana berjalan menuju kamarnya. Membuka lemari kayu, Arana menarik kopernya. Ada sebuah kotak yang ada didalamnya ketika dia membuka koper hitam itu. Ketika Arana membuka kotak setelah mengembalikan kopernya, ada peralatan menggambar yang tersimpan rapi. Hanya peralatan sederhana, beberapa buku sketsa, satu kotak kecil pensil, pulpen dan penghapus, dan pewarna. Mengambil satu buku dan sebuah pulpen, Arana membawa dua benda itu kebalkon kamarnya, dan duduk santai di kursi yang memang terpasang apik disana.

Pemandangan kota yang ramai, langit mempesona dan mobil-mobil yang seperti semut dibawah sana. Arana menyunggingkan senyuman, sebelum menggoreskan tinta keatas kertas putih ditangannya.

"Indah!"

"Indah!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Beloved Arana [√]Where stories live. Discover now