Kehilangan seseorang memang sesakit itu, terlebih jika kehilangan seseorang yang benar benar kita sayangi. Mengatakan dunia tidak adil mungkin sering sekali kita dengar dari mulut seseorang ketika seseorang itu kehilangan sebagian dunianya, mungkin?
Dunia memang tidak adil, mengambil nyawa seorang Ibu dari dia. Dia, anak kecil berambut panjang dengan mata coklat dan hidung bangirnya itu. Air matanya sedari tadi tak pernah berhenti mengalir, mulutnya tak pernah berhenti untuk mengucapkan agar Ibu nya ini tak meninggalkannya, tangannya tak pernah berhenti mengusap surai indah milik sebagian dunianya ini.
Siapa, siapa yang tak bersedih ketika sumber surganya pergi? Bukan, bukan pergi untuk sementara tapi untuk selamanya. Ibunya kini benar benar meninggalkannya, meninggalkan dia dengan seluruh kefana' kan dunia.
Berharap semua mimpi hanya mimpi buruknya, berharap sang Ibu yang tak bernyawa didepannya ini bisa memeluknya kembali. Siapa, siapa yang akan memeluknya lagi nanti? Siapa yang menenangkannya ketika ia sedang gelisah tentang perkara dunia ini? Siapa, siapa yang akan memarahinya lagi nanti jika ia memakan makanan yang kurang sehat? Tak ada, tak ada yang akan memeluknya lagi, tak ada yang akan menenangkannya lagi, dan tak ada yang akan memarahinya lagi nanti jika ia memakan makanan yang tak sehat.
Bolehkah sekali saja ia meminta kepada Tuhan untuk Ibunya ini? Meminta untuk tidak mengambilnya terlebih dahulu? Ia, ia terlalu lemah untuk menjalani semua perkara didunia ini tanpa sang Ibu.
Tubuhnya sedikit digeser oleh seseorang dibelakangnya ini, seseorang itu memintanya untuk sedikit menjauh dari mayat sang Ibu ini. Bukan tanpa sebab, prosesi pemakaman akan segera di lakukan.
" Alana sama tante Cindy dulu ya? Bundanya mau dimandiin dulu, gapapa ya?"
Hatinya terlalu berat untuk mengatakan iya, tetapi tarikan halus dari seseorang dibelakangnya mendahului pikirannya itu.
Ia dekap seseorang dibelakangnya ini dengan erat, " Bunda jahat banget tante, bunda ninggalin aku sendiri disini" Ucap anak kecil berumur 7 tahun itu
Diusapnya surai milik keponakannya ini dengan pelan dan penuh ketulusan," Alana disini ngga sendirian kok, masih ada papah vino, ada om jino, ada tante cindy, ada eve, dan temen temennya alana yang banyak itu. Jadi alana disini ngga sendirian, masih banyak yang sayang sama alana. Jadi alana ngga boleh ngerasa sendirian,oke?" Ucapnya menenangkan
" Tapi papah udah ngga sayang sama alana, papah marah sama alana. Alana jahat ya tante? Alana yang bikin bunda kayak gini ya tante?" ucap anak kecil itu
Cindy menarik nafasnya dalam dalam," Bukan salah alana, alana bukan yang bikin bunda kayak gini. Alana kan anak baik, ini bukan salah alana kok" jawabnya menenangkan
" Tapi, tapi papah tadi bilang kalau ini salah alana. Kata papah kalau aja alana ngga minta bunda buat beliin bunga buat dibawa ke sekolah pasti bunda masih disini" ucap anak kecil yang polos itu
Air matanya serasa ingin mendobrak untuk keluar," Ngga, papah tadi cuma emosi. Jangan dipikirin, oke? Alana anak baik kok" tutur cindy dengan menahan air matanya yang ingin keluar
Ia peluk lagi anak kecil yang berumur 7 tahun ini dengan erat. Hatinya mensumpah serapahkan kakak kandungnya itu, ia tak rela jika ponakan satu satunya ini disalahkan begitu saja.
*****
Prosesi pemakaman shani telah selesai, semua sudah kembali ke rumahnya masing-masing tak terkecuali vino. Ia pulang kerumah dengan langkah yang lunglai, tatapan yang kosong dan pikiran yang lumayan kacau.
Gadis kecil itu menunggu sang ayah didepan pintu besar rumahnya itu," Papah" ucap gadis kecil itu seraya memeluk pria bertubuh jangkung ini dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA DAN LUKANYA (END)
Teen Fiction17 tahun mungkin menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk remaja pada umumnya, tapi tidak dengan dia. Luka yang terlalu dalam membuat ia tidak seperti remaja pada umumnya. Mungkin kesenangan duniawi tidak membuatnya kuat sampai saat ini, tapi salah s...