21 : Mencoba Bertahan

216 36 0
                                    

Haura mengucapkan istighfar kala mendapati kenyataan bahwa Raka pantang menyerah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Haura mengucapkan istighfar kala mendapati kenyataan bahwa Raka pantang menyerah. Padahal sudah seminggu berlalu, dan Haura sudah mencoba menghindar, tak membalas chat dan tak membuka loker lagi. Intinya mengabaikan segala usaha Raka. Bukannya Raka kapok, justru entah kenapa tindakannya ini seolah menjadi boomerang untuk diri sendiri. Haura mulai merasa goyah.

Haura menyusuri koridor menuju ruang eskul film. Sebenarnya ia enggan ke sana, tapi ia mendapat titipan untuk diberikan pada Tio. Alhasil Haura hanya bisa menurut, ini amanah dari orang tua, bagaimana mungkin Haura tega membantah.

Lagi, Haura mengembuskan napas. Begitu berdiri di depan pintu ruang eskul film yang tertutup rapat. Haura mengecek HP-nya lagi, lantas mengechat Tio lagi. Sambil menunggu, Haura menepi lantas bersandar pada tembok.

Sedang asyik-asyiknya scroll media sosial sambil menunggu Tio keluar, tiba-tiba pintu ruang eskul film dibuka kasar hingga menimbulkan suara keras. Haura sontak terkejut dan refleks menoleh.

"Lo mau kemana, Ka!!"

Haura sempat bertatapan dengan Raka, sebelum akhirnya Raka lebih dulu memutus kontak dan berlalu pergi. Dari raut wajahnya saja Haura bisa menilai kalau laki-laki itu sedang marah. Tapi, entah marah karena apa.

Ketika Raka sudah jauh, barulah keluar Tio dari dalam ruangan. Laki itu tidak sadar ada Haura yang sedang bersandar di tembok samping pintu. Jadi, Haura berinisiatif untuk menghalangi Tio sehingga laki-laki itu terkejut.

"Ra, lo ngapain di sini?"

Haura mengangsurkan paper bag ke hadapan Tio. "Titipan dari ibu lo."

Tio segera menerimanya secara terburu-buru. Kemudian berlari ke arah Raka pergi tadi. Sepertinya eskul film sedang ada masalah. Tadinya Haura mau bertanya ada masalah apa, tapi rasanya kurang pantas untuk bertanya sekarang dan mungkin ia akan dikira ikut campur. Lagi pula Haura bukan anggota dari eskul film.

"Ra?"

Haura berbalik. "Eh, Fa."

Fatimah melangkah mendekati Haura setelah menutup kembali pintu ruang eskul film. "Kenapa ke sini?"

"Ada urusan sama Tio."

Fatimah mengajak Haura untuk berjalan menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk berbunyi. Di sela-sela berjalan, Fatimah menatap Haura yang sepertinya tengah memikirkan sesuatu, melihat bagaimana tingkah Haura yang mengerutkan dahinya berkali-kali.

Fatimah menepuk pundak Haura sehingga perempuan itu tersentak. "Masalah apa lagi, Ra?"

Haura diam.

"Masih soal Raka?" tebak Fatimah.

Haura mengangguk. "Iya." Haura berhenti melangkah padahal kelas mereka sudah dekat. "Apa yang harus aku lakuin, Fa."

Jujur Haura bingung. Tidak mudah membentengi diri agar tidak jatuh pada hal yang salah. Agar tetap istiqamah ditengah cobaan yang menerpa. Sedangkan pada dasarnya Haura mengakui, ia terlalu mementingkan perasaan orang lain ketimbang dirinya atau bisa dibilang tidak enakan pada orang. Dan lagi ia terlalu mudah baper.

Kendali Rasa [COMPLETED]Where stories live. Discover now