💕98

318 28 0
                                    











Rain

"Hhufffttt..." Rain membuang nafasnya kasar. Melempar ponselnya asal di atas kasur.

Rain tidak menyangka, kepergian Milan dulu penyebabnya adalah dirinya. Kalau saja dulu Milan tidak memiliki perasaan terhadapnya, mungkin kini keadaan akan berbeda. Bunda akan tetap disampingnya, ayah masih perhatian padanya juga Emil dan Milan.

Tapi Rain bukan Tuhan, yang bisa mengubah takdir dan membalikkan waktu. Inginnya seperti itu, tapi apalah kata 'nasi sudah menjadi bubur' Rain hanya bisa menjalani saja.

Rasanya ingin marah pada Emil yang mengetahui semua itu. Tapi pasti Emil ada alasan sendiri kenapa tidak membicarakan ini padanya, mungkin karna dulu Rain masih dibawah umur. Entahlah, semuanya membuat kepala Rain pusing.

Rain menatap perban ditangannya. Tatapannya sendu. Dari kepergian Milan dulu, Rain menjadi sering melukai dirinya sendiri.

Dulu, sebelum Milan pergi. Hanya Milan yang sering berada disisi Rain. Mendengar semua keluh kesah Rain, Milan tak pernah bosan meski mendengarkan Rain hampir setiap hari. Disediakan makan, jalan-jalan, menemani Rain tidur,  mengecup kening Rain saat akan berangkat sekolah dan beranjak tidur. Perilaku manja Rain hanya pada Milan seorang, karna kesibukan orang tua Rain. Meskipun bunda Rain sering juga menyempatkan waktunya untuk Rain.

Semua berantakan setelah Rain melihat ayahnya menampar Milan dan mengusirnya dari rumah. Waktu itu Rain tidak tau apa masalahnya, Rain hanya bisa menangisi kepergian Milan. Sampai Emil yang menggantikan Milan. Walaupun wajah serupa, tapi sifat sangat bertolak belakang. Emil memang peduli pada Rain, memanjakannya, memperhatikannya. Tapi rasanya berbeda dengan Milan. Sampai Rain sadar. Ternyata karna Milan mencintainya, dia begitu manis dan perhatian pada Rain. Sedangkan Emil, menganggapnya benar-benar sebagai adik.

"Gue bukan takut sama lo kak. Tapi gue takut perasaan Lo sama gue." Lirih Rain.

Rain menghentakkan kakinya didalam selimut. Misuh-misuh tidak jelas, menutup diri dengan selimut, sampai berakhir dirinya yang ketiduran.

//

Emil juga mendapat pesan yang sama dari Milan, tapi responnya biasa saja. Kini Emil tengah bersiap karna ada janji temu dengan teman kampus, karna ada sesuatu yang harus di kerjakan.

2 hari lagi hari pernikahan Ayah Rain. Emil sudah pasrah, sebab harus berpikir kembali karna kehamilan Jingga. Takut-takut, anak yang dikandung oleh Jingga memang adiknya atau anak kandung ayah nya. Jika Emil merencanakan sesuatu dan terjadi hal yang tidak di inginkan pada bayi yang di kandung oleh Jingga bisa berabe.

Emil pun menyudahi acara lamunannya, lalu beranjak ke kamar Rain. Mengetuk beberapa kali, namun tidak ada respon. Emil memutuskan untuk masuk ke dalam. Saat masuk ia melihat sang adik tengah bergelung dengan selimutnya. Wajahnya yang damai membuatnya menatap sayang pada sang adik.

"Rain." Panggil Emil sambil mengelus lembut rambut Rain.

"Hmm!" Erang Rain, matanya masih setia terpejam.

"Rain, bangun!" Seru Emil.

"Apa sih kak!" Seru Rain dengan suara parau khas bangun tidur.

"Gue mau pergi dulu, Lo gapapa kan sendiri?" Tanya Emil.

"Kemana?" Rain mengucek matanya sambil duduk bersila menghadap Emil.

"Gue mau ketemu temen kampus. Gak lama kok." Ucap Emil.

"Sama kak Haidar?" Tanya Rain.

"Enggak, Lo mau Haidar kesini buat temenin Lo?"

"Kalo kak Haidar gak sibuk ya gapapa. Gue gak mau sendiri." Ucap Rain.

"Ya udah, gue hubungin Haidar dijalan. Nanti gue suruh dia kesini. Gue pergi dulu, Lo hati-hati dirumah ya." Ujar Emil dibalas anggukan oleh Rain.

Emil pun pergi setelah berpamitan dan menghubungi Haidar saat dijalan menuju kampus.



-----

RAIN - YOONMIN (Sosmed AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang