eighteen

7 0 0
                                    

"We've talked about this beberapa kali Wa. Stop buat ngehindar please" Jeno berdiri di belakang Rasywa yang membalikkan badannya untuk merapikan pajangan oleh-oleh dari tempat yang pernah mereka kunjungi di sebuah rak khusus.

"Aku ga ngehindar" Kata Rasywa tanpa melihat ke arah Jeno, melanjutkan apa yang ia lakukan.

"Nggak ngehindar gimana? Buktinya sekarang? Pas aku mau ngobrol tentang ini kamu malah berdiri, terus beres-beres apa ini aku juga ga tahu, gaada yang harus diberesin di rak ini. Yang harusnya di beresin ada disini, obrolan kita, Wa"

"Kurang jelas apa lagi? Aku kan bilang, aku belum siap" Rasywa berhenti dari kegiatannya, membalik badan menghadap Jeno. Bohong memang kalau dia tidak berusaha menghindari obrolan ini.

"Kamu selalu bilang gitu, without any explanation. Terus aja diulang."

"Jeno, having a kid is not easy. Tanggungjawabnya, bebannya. Berat Jen, ngerti lah, kita udah sama-sama dewasa." Nada bicara Rasywa terdengar kesal.

"Aku paham, bukan itu maksudnya, kalau kamu-"

"Apa maksudnya kalau gitu?! Why don't you just say your point of why you keep bringing this up Jen?! Gausah bertele-tele, gue capek! Ngertiin gue lah"

Ekspresi terkejut di wajah Jeno tidak bisa di sembunyikan saat Rasywa menaikkan nada bicaranya.

"Really? Did you really just screamed at me? Gue berusaha baik-baik loh bawa obrolan ini lagi, lo yang mulai duluan tiba-tiba ngerubah nada bicara lo jadi gitu. And speaking of it, I tried my best to understand you. Tapi lo yang milih buat susah dipahamin Wa"

"Lo, kenapa ngebalikin semuanya ke gue? Kenapa sekarang seolah-olah semua salahnya di gue? Gue bukan sengaja untuk sulit dipahami, you just don't try hard enough"

"HOW?! Dimana gue didn't try enough nya Wa? Dimana coba bilang. Say it now to my face! Don't be a coward and say it! All of the didn't try enough!"

"Did you just call me a coward? Stop this. I've had enough" Rasywa menatap Jeno dengan kesal sebelum akhirnya berjalan menjauh, dan keluar dari rumah yang mereka tinggali bersama dengan dompet, ponsel, dan kunci mobil di tangan kirinya.

I'm going to your place

Rasywa mengirim pesan singkat kepada Clara sebelum menginjak pedal gas dan melaju keluar dari garasi rumah itu.

...

"What's up?" Clara yang sedang memotong buah membalikkan badannya saat terdengar suara password pintu apartemennya terbuka.

"I'm staying here tonight" Rasywa menaruh ponsel, dompet dan kunci mobilnya di atas meja dan merebahkan diri di sofa.

"Suddenly? I mean I'm happy if  you do. Jeno kemana emang?" Clara membawa sepiring buah pir dan apel yang sudah di potong, menaruhnya di atas meja.

"Ada" Rasywa mengambil sepotong buah pir.

Clara mengangguk "Berantem?"

"I guess you could say so"

Clara kembali mengangguk, tidak bertanya lebih lanjut. "I hope you both could settle things out quickly"

Rasywa tidak menjawab, ia lebih memilih untuk terus mengunyah buah yang disediakan di depannya.

...

Rasywa membuka pintu rumahnya esok pagi, menguap karena sebenarnya ia tidak tidur semalaman, menghabiskan waktunya untuk menatap layar ponsel.

"Good, just do whatever you want from now on"

Mata Rasywa beradu dengan milik Jeno.

"I don't want to pick a fight this early" Rasywa menghela napas panjang.

"You could've listened to what I'm about to say yesterday"

"For the love of god, apa lagi Jeno?"

"You could've just said that, lo cuma butuh jelasin. Gue ngerti kalo punya anak kita bakal harus merhatiin mereka setiap saat, lagi makan, atau lagi main. Harus siap kalo dia sakit, atau minta sesuatu, lo bilang aja begitu  gausah terus-terusan repeating the same excuses"

"Did you just said that my concern is excuses? Really?"

"Maksud gue buk-"

"Terus apa?! Lo paham ga sih gimana takutnya gue?! I'm willing to learn for the things you've said before! Tapi nggak buat apa yang mereka bilang, gue takut Jen, people are scary" suara Rasywa terdengar frustasi, ia sebisa mungkin menahan air matanya.

"What? Siapa? Mereka bilang apa?" Jeno mematung di tempat, raut bingung terpampang jelas di wajahnya.

"I still remember how one of them said gimana kalo kita punya anak nanti dan semua gen gue nurun ke anak itu. And the worst part that they laughed about it like it was a joke, like it's a bad thing. Dan gue gabisa apa-apa saat itu. Sampe saat ini gue mikir, what if what they said is true? I'm not the prettiest nor having the best personality I'm-" kalimat Rasywa terpotong oleh Jeno yang tiba-tiba memeluknya.

"Stop saying those things, I'm sorry." Tangan Jeno naik perlahan, mengusap rambut Rasywa yang akhirnya menangis di pelukan Jeno.

"I feel like I'm not good enough"

"Shh, stop it. You're more than enough for me."

Hening sesaat sebelum Jeno kembali membuka suara.

"You know... I wouldn't mind if our kid have your eyes, or your nose, your lips, or even your personality. Well, I'd rather having them looks like you. Kamu tau? I feel like you're the prettiest person I've ever seen. No need to worry about mean things someone said. Their words doesn't matter. The one that matters is you, and me. That's it. I'm sorry that you need to go trough all of that alone, I'm sorry that you've had to listen to those mean words when all you need to hear is good things and compliment, I'm sorry I didn't notice it earlier, I'm sorry I let you feel pain by yourself. I'm so so sorry, love."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

feelings left behindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang