O5. Pagi Pagi

365 36 0
                                    

Phuwin itu obat tidur buat Pond semalaman. Serasa doa di setiap pagi datang, siang istirahat, sore pulang, dan malam menjelang, makbul.

Tak ada hal terindah di matanya selain suami tercinta tidur di dalam kamar rumah. Sinting, biarkan. Pond masih mau memuja wajah kekasih hatinya yang masih lelap di samping buah hati tercinta.

Tapi, rupa di rupa, tak mungkin juga kalau Pond kuat begadang semalam suntuk. Setelah kelewat puas, dirinya ikut tidur terduduk di sisi kasur.

Yang kemudian disadari Phuwin ketika dia sudah mulai mengernyit pening. Gara-gara sinar mentari yang menusuk-nusuk kulit matanya.

Waktu dirinya sudah sadar seutuhnya, Phuwin meleng ke samping. Tampak dua lelaki yang masih tidur anteng, buat dirinya terkikih.

"Aduh, lucu juga lihat tuan Pond tidur."

Gemerincingan mulai membising. Teriakan dari ceret yang sedang dibakar pantatnya dirasa-rasa menyoraki. Kemepul asap kemudian jadi satu hal yang membingkai sekitar membumbung tinggi.

Sesekali ketika kupingnya dengar suara air meletup-letup, dirinya buka tutup panci. Menciduk sesendok untuk dicicipi. Ah, sup paginya segar bukan main. Tak ambil pusing ia matikan api yang mengelilingi panci.

Angkat pelan-pelan sebelum letakan di tengah-tengah meja makan. Phuwin langsung diam di pinggiran setelahnya. Tersenyum akibat lihat hasil tangannya yang tak seberapa. Syukur-syukur, setidaknya ia bisa balas kebaikan tuan Pond yang berikan tempat istirahat semalaman.

Tak mau lebih lama lagi, Phuwin ambil langkah. Susuri lorong rumah niat datangi kamar Gemini. Bangunkam pemilik rumah sehingga dirinya bisa balik dengan tenang.

Manakala matanya sibuk menelusuri dinding-dindimg rumah yang dipenuhi pigura bergambar Gemini, satu waktu dirinya berhenti. Tersenyum melihat si cempluk satu itu. Ingin bawa pulang ke rumah saja kalau begini caranya.

"Papa."

Panjang umur juga ternyata. Saat Phuwin sibuk pikirkan, bocahnya datang sambil mengusap-usap mata. Tak perhatikan, terantuk pinggiran lemari di kemudian gara-gara belum melek seutuhnya, diam-diam Phuwin meringis menunggu reaksi si kecil.

"Astagfirullah! Sakit!" menjerit Gemini setelahnya. Buat Phuwin yang tadi siap mendekati berhenti sejenak.

"Nakal. Dilaknat Tuhan, tahu rasa." Gemini bilang begitu. Sambil pukuli lemari, Phuwin langsung menutup mulut rapat-rapat. Takut ketawa.

Waktu Gemini balik tatap ke depan. Bola matanya langsung berbinar. Tak lagi setengah mengatup, melek juga seutuhnya. Tangan kecilnya merentang, siap-siap minta dipeluk,

"Papa! Kepala Gemini benjol, huwaa!!!"

Kalap sudah Phuwin dibuat. Diterjang tubuh si gembul satu itu yang akhirnya menangis meraung-raung.

"Yang mana yang benjol?" Phuwin pertanyakan ungkapan Gemini. Jongkok kemudian sambil usapi wajah bangun tidur si kecil.

"Ini, ini! Digoda lemari. Jadi besar seperti ada telur soang."

Tak kuasa menahan gemas, Phuwin elus pelipis Gemini. Tiup-tiup sembari bicara, "Sakit hilang cepat-cepat. Jangan ganggu Gemini,"

Eh! Si bocah malah terkikih hentikan rengekan.

Phuwin mengernyit bertanyalah kemudian,"Kenapa tertawa? Sudah tidak sakit?"

Dibalas gelengan sama Gemini, Phuwin tambah mengerutkan dahi.

"Rindu dinyanyikan lagu sama Papa."

Ingin culik anak tuan Pond jadinya.

▪▫▪

Phuwin itu pintar bukan main. Waktu bapak-bapak buncit yang sering godai dirinya sudah mulai merapat saja, Phuwin bisa langsung memecahkan masalah hanya dengan pembicaraan ringan. Tak tahu saja kalau sebenarnya Phuwin tengah mengejek si bapak-bapak pengangguran itu,

Ah! Dalam hati Phuwin sendiri tak suka setengah mati.

Tapi beda lagi kasusnya waktu dia bersipandang dengan tuan tampan—baik hati pula. Serasa otaknya dibawa kabur buroq, mendadak merosot kepintaran Phuwin kalau tuan Pond yang menghampiri.

Yakin akan satu hal, Phuwin sering sekali ucap istighfar dalam hati minta kekuatan agar tidak tiba-tiba pingsan akibat aroma sedap dan godaan syahdu dari si tuan.

Intinya, Phuwin hanya akan bodoh kalau di depan tuan Pond.

"Selamat pagi." sapa Pond yang barusan tiba temukan Gemini yang sudah melompat turun dari kursinya. Selesai sarapan.

"Ayah, Gemini izin bertugas di rumah timur." Gemini menyahut sambil garuk-garuk hidung yang nampak sedikit merah usai menangis tadi.

Membikin Pond yang berdiri dekat kursi menyahut, "Bertugas apa lagi kamu nak? Ini kenapa hidungnya merah?"

"Jalan setengah melek, terantuk lemari pelipisnya. Menangis keras tadi dia." begitu Phuwin jelaskan alasan hidung si cempluk memerah.

Gemini menyahut menjawab, "Bertugas bangunkan yang lain. Biar segera pintar pagi ini. Kami semua harus belajar menghitung."

Pond ketawa kemudian. Usak-usak puncak kepala si anak semata wayangnya, mengangguk biarkan Gemini berlarian keluar rumah sambil bernyanyi-nyanyi kesenangan.

Lalu ketika Phuwin persilakan Pond untum segera sarapan, keduanya lompat kaget. Dengar pekikan Gemini yang sudah kembali berdiri di dekat meja makan, begini;

"Ayah jangan sampai Papa kabur ya. Pokoknya kalau Papa mau keluar-keluar harus pamit dulu sama Gemini."

Ketawalah berdua saling lirik melirik. Yang diakhiri dengan Phuwin meraih piring untuk menyiapkan sarapan Pond. Bisa saja bocah itu meminta.

Di tengah kesunyian, Pond berkata, "Adik masak banyak sekali. Saya bisa kenyang."

Phuwin menyahut,"Memang itu tujuan saya. Berikan gizi terbaik untuk tuan yang baik hati sudah izinkan saya menginap malam tadi. Ayo tuan mulai makan."

"Ah, sekarang perut saya langsung kenyang."

"Bohong sekali tuan ini. Piring saja belum disentuh bagaimana sudah kenyang." Phuwin kembali. Bersuara. Sesaat terdiam, bibirnya kemudian mengerucut nampak sedikit tersinggung, ia akhirnya berkata lagi, "Atau tuan sebenarnya tak sudi makan masakan sayㅡ"

"Kalau makanannya ditukar dengan kehadiran adik Phuwin, saya rela kenyang setiap saat. Sungguh."

Phuwin langsung saja tergugu. Diam seribu bahasa, tangannya raba-raba sekitaran pipi yang bersemu-semu. Lupa daratan kalau begini caranya.

"Tuan ini pintar membual."

"Sumpah. Kalau untuk adik saya tidak akan berbohong. Sesungguhnya saya rindu pada Papa Phuwin milik Gemini ini. Yang selalu siap sedia. Selalu ajarkan kebaikan pada setiap orang. Saya rindu adik."

Aduh-aduh. Kenapa kepala Phuwin jadi pening begini.

Bersambung.

Rayuan Tuan - PondPhuwinWhere stories live. Discover now