(⁠。T )⁠ = 2 ✧

222 85 5
                                    

⚠️ WARNING⚠️
Toxic/Harsh words, non baku

Aku tahu ini cringe dan garing. Soalnya aku orak-arik mulu bab ini

Jangan lupa komen dan votenya kalau nggak mau diunpub. Word terbanyak di book ini. Kalau nggak jelas bilang ya..

Happy Reading.

Rumah Runa adalah tempat pengungsian pertama yang Danur pikirkan setelah mendengar backsound kehidupan di kediamannya. Dia sungguh tak kuat jikalau gendang telinganya dipaksa memerangkap bunyi nyaring sepanjang hari.

Ia punya batas toleransi yang bisa saja hangus sebab api melahap sumbu. Rumahnya benar-benar menjadi sarang Latto-latto yang membuat ia harus segera mengungsi demi kesejahteraan telinganya. Beruntung Runa mengizinkan Danur menginap semalaman.

Berhubung orangtua gadis itu tengah dinas di luar kota. Jadi, tinggal Runa seorang diri di sini. Makanya ia senang saat Danur memutuskan untuk menginap seharian.

"Abang lo beneran demen Latto-latto?" tanya Runa memecah hening yang melanda ruang.

Saat ini mereka tengah berada di kamar Runa. Lamun keduanya saling membisu sembari melakukan kegiatan masing-masing seperti membaca dan lihat handphone.

"Ya. Lo dengar sendiri kan pas lo nganterin gue pulang ke rumah? Dia ngajak genknya buat mabar Latto-latto. Semisalnya gue ngelarang, bisa bonyok muka gue."

Danur menjelaskan sembari mengingat saat ia meminta Runa mengantarnya pulang bersama Yanto. Pasalnya ia sudah memiliki firasat tak bagus ketika kakak laki-lakinya menyuruhnya untuk pulang ke rumah hari ini. Padahal dari kemarin mengusulkan dia untuk menginap di rumah teman supaya tak mengacau.

Kenapa hari ini minta ia pulang? Danur jadi punya firasat buruk, kan.

Dan benar saja. Di rumah ada sekumpulan genk bermotor yang sedang mabar Latto-latto. Itu bencana baginya.

Telinganya bisa masuk angin gara-gara mabuk. So, daripada kesehatan kupingnya terganggu, lebih baik dia ngacir bareng Runa selepas berkenalan. Guna meninggalkan kediamannya yang sudah mirip simulasi perang teketeketek.

Runa terkekeh mendengar ucapan Danur barusan lalu meletakkan buku yang sedari tadi ia baca ke meja. "Kenapa lo nggak nginap di rumah Leo aja?" tanyanya tanpa mengindahkan tatapan malas gadis itu.

"Lo mau gue dikira cewek mesum?!"

"Lo kan emang mesum!"

"Kowe pancen asu! Rene tak geplak sirahmu!"

( Lo memang anjing! Sini gue pukul kepala lo! )

"Jangan zolimi kaka.. Aku masih perjaka!"

"Lo cwk apa cwk, sih?!"

"Aku cwk cwk cwk ceunah kaka!"

"Wong edan."

( Orang gila. )

Danur menggeletakkan handphonenya di nakas. Lalu merebahkan diri di ranjang, menatap langit-langit kamar Runa yang berhias bintang. Sepertinya gadis ini menyukai benda langit dan nuansa malam.

Pantas saja saat mereka kecil. Runa sering kali berfantasi tentang alien dan benda-benda misterius di langit. Padahal cuma teori yang belum terbukti kebenarannya.

"Lo mau imbalan apa?" tawarnya pada Runa yang tengah berputar-putar dengan kursi gamingnya.

Mereka memang berteman sejak kecil. Tapi bukan berarti Danur tak memiliki rasa sungkan, tidak seperti kedua saudaranya. Yang makan tinggal makan, ada dapur diberantakin, mandi asal mandi. Berasa sedang di hotel padahal lagi di rumah teman.

Latto-Latto In Love {Fem!Dom} Where stories live. Discover now