Part 1. Alex & Alesha

1K 74 8
                                    

Suatu petang di Pantai Brighton, California, Amerika, seorang pria paruh baya dengan dandanan necis memasuki salah satu toko perlengkapan surfing. Dari perawakannya bisa dipastikan bahwa dia bukanlah seorang peselancar. Pandangan matanya yang terus memperhatikan seisi toko seolah menilai, semakin meyakinkan bahwa dia sama sekali tidak berminat dengan dunia surfing.

'Ting!'

Suara bel pemanggil terdengar. Penjaga toko yang sedang merapikan barang dagangannya menjawab tanpa menoleh ke arah suara.

"Sorry, we are closed."

"I'm just a courier."

Suara yang tak asing. Penjaga toko membalikan badan mendapati pamannya benar berada di depan sana.

"Ada apa paman kemari?"

Orang yang dipanggilnya paman mengambil sesuatu dari saku dalam jasnya, lalu meletakkannya di atas meja. Sebuah undangan pernikahan, paspor, dan tiket penerbangan dari Amerika ke Indonesia.

"Like i said, i'm just a courier."

"Baru ingat kalo aku masih punya paspor Indonesia." ucapnya sembari mengecek paspor tersebut.

"Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan ayahmu, Nak. Semua ini paman lakukan atas permintaan kakak perempuanmu. Jangan mengabaikannya! Bagaimanapun, kamu dan Angelina sangat dekat sedari dulu."

Paman membalik badan meninggalkan toko tersebut, sebelum membuka pintu keluar dia kembali menatap keponakannya dan berkata, "Pintu rumahku selalu terbuka untuk kamu. Jika ada waktu, mampirlah! Dan paman harap kita bertemu di acara pernikahan kakakmu. Pastinya mereka semua menunggu kehadiranmu, Alex."

Alexander Murphy, nama yang tertera pada paspor dan tiket pesawat tersebut adalah sosok pria tampan nan mempesona. Badannya tinggi tegap, hidungnya mancung, rambutnya pirang kecoklatan, sedangkan warna matanya biru gelap. Terlihat proporsional, dengan tinggi badan 183 cm dan berat badan 70kg. Bagaimanapun dia adalah ras campuran, dari ibunya yang asli dari Indonesia dengan ayahnya yang ada keturunan Irlandia, sekilas terlihat hampir sempurna.

Orang terdekat memanggilnya Alex, atau Al, atau Lex. Dia kembali meneliti setiap kata yang tertuang dalam undangan pernikahan kakaknya- Angelina Murphy. Tanpa disadari, ia tersenyum kecil, ikut merasa bahagia atas pernikahan Angelina. Benar kata pamannya, dia tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Dia harus kembali ke Indonesia, menghadiri pernikahan kakak terkasihnya. Meskipun... untuk pulang bukanlah hal yang mudah.

Setelah lima belas tahun, akhirnya Alex kembali menginjakkan kakinya di tanah Indonesia. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ada rindu. Namun rasa bersalah, rasa tak mampu, rasa tak berguna, dan rasa-rasa buruk lainnya telah tumbuh lebih besar mengalahkan keberaniannya. Alex mengakui bahwa dia hanyalah pengecut. Tak ada muka untuk kembali menghadap ayah dan ibunya, jika bukan karena permintaan untuk menghadiri pernikahan Angelina.

Perjalanan panjang sama sekali tak membuatnya lelah. Beban batinnya jauh lebih berat untuk dipikul. Sepanjang jalan menuju rumah, Alex tak hentinya bergelut dalam pikiran. Bagaimana nanti caranya menghadapi ayah dan ibunya? Apa kata pertama yang harus diucapkannya?

Dia sampai di depan rumah yang sama sekali tidak berubah. Hanya warna catnya saja yang sepertinya diperbarui, serta taman yang terlihat lebih hijau dan lebat. Alex menghela napas panjang, mencoba meredakan emosinya untuk memperingan kaki yang melangkah perlahan.

Tiba-tiba kenangan itu muncul kembali. Lima belas tahun lalu di halaman rumah ini, ketika usia Alex masih tujuh belas tahun. Ayahnya menahan ibu yang sedang menangis tidak merelakan kepergiannya. Ayah Alex- Sebastian Murphy, merasa sudah tidak sanggup untuk mendidik putra satu-satunya menjadi seorang yang benar. Paman- kakak dari Sebastian telah menyanggupi untuk mendidik Alex sebaik mungkin sesuai keinginan Alex yang mengharapkan kebebasan, dengan cara membawanya ke Amerika.

DendamWhere stories live. Discover now