Part 2. Teman lama

149 33 6
                                    

Sah! Akad pernikahan Angelina berlangsung sakral serta lancar. Luciana menangis haru, turut berbahagia karena putri pertamanya telah menemukan jodohnya. Begitu juga dengan Sebastian, secara ikhlas dia merelakan Angelina untuk menjadi tanggung jawab pria yang akhirnya sudah sah menjadi menantunya.

Alex dan Ariana tak henti menggoda Angelina perihal malam pertama. Hari ini juga Angelina akan diboyong suami ke rumah barunya. Memang dengan sengaja, Angelina dan suami telah sepakat untuk menggelar acara pernikahan secara begitu sederhana. Mereka memilih untuk menghabiskan waktu bersama dengan berbulan madu. Usia mereka tak muda lagi, sehingga keinginan untuk segera memiliki momongan sudah mereka rencanakan dari jauh hari.

"Jadi besok udah harus ke Bali, nih?" tanya Ariana memastikan.

Angelina mengangguk tak sabar. "Setelah Bali lanjut ke Hawai, dong! Enak, kan? Buruan kalian pada nikah, nanti aku gantian hadiahi paket bulan madu ke Antartika."

"Percuma, kalo kedinginan kan nanti susah keras." sahut Alex, membuatnya langsung mendapat tamparan dari Angelina.

Ariana tergelak, Alesha yang berada di sampingnya pun ikut tertawa. Alex menyadari keberadaan Alesha. Dia memperhatikan gadis tersebut, membuat tawa Alesha terhenti seketika karena menyadarinya.

Ini kedua kalinya Alesha bertatapan muka dengan Alex. Untuk kedua kalinya juga dia merasa malu, kerena telah bersikap lancang di hadapan keluarga Murphy.

oOo

Keluarga Murphy berkumpul dalam acara makan malam besar, turut merayakan hari bahagia bagi Angelina dan suami. Meskipun acara tersebut berlangsung tanpa keberadaan pengantin, yang sudah berada di rumah mempelai pria siang tadi.

Alex tak banyak bicara. Dia merasa asing dengan keluarganya sendiri. Mayoritas dari mereka adalah pengusaha sukses, dosen, dokter, pengacara, dan profesi-profesi mentereng lainnya. Sedangkan dia merasa bukanlah siapa-siapa. Dia merasa gagal menjadi seorang yang menyandang nama Murphy.

"Setelah sekian lama akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan Alexander. Apa kabar kamu setelah puluhan tahun di Amerika?" tanya seorang sepupu.

"Kabar baik," jawabnya singkat.

"Bukannya kamu di sana lagi jualan souvenir? Kalau kamu tinggal begini, apa ada penjaga pengganti?"

Alex berniat menjawab, namun Luciana menggenggam tangannya menahan putranya untuk tidak menanggapi pertanyaan sepupunya.

"Kak Alex bukan jualan souvenir. Dia jual dan sewakan perlengkapan surfing." kata Alesha memperjelasnya.

"Bukannya itu sama aja?" tanyanya lagi, terkesan semakin mengecilkan Alex.

"Seorang pria perlu olahraga yang bisa memacu adrenalin, supaya terlihat semakin macho. Sekedar hobi tapi bisa menghasilkan ya apa salahnya? Saya pernah ke tokonya, dan... itu sungguh luar biasa," kata Paman seraya menepuk-nepuk pundak Alex merasa bangga.

"Kenyataannya kita tidak bisa melanjutkan hidup hanya dengan hobi. Perlu... uang, koneksi, karir, jenjang pendidikan," tambahnya lagi semakin menjengkelkan. Sepupu yang juga seorang pengacara itu semakin berusaha untuk memojokkan posisi Alex.

"Apa kamu sadar dengan ucapanmu? Bukan Alex yang untuk masuk Universitas Indonesia saja kesulitan. Harvard, Stanford, NYU semua menerima Alex. Dia tinggal pilih mau kuliah dimana." Paman tak mau kalah membela ponakan kesayangannya.

"Emmm bukannya Alex tidak pernah menyelesaikan kuliahnya di Stanford?"

"Setidaknya Alex pernah kuliah di sana, sedangkan kamu untuk diterima saja tidak akan pernah bisa. Dan satu lagi... uang bukan segalanya, anak muda. Jika memang bagimu tolok ukur kesuksesan adalah uang, bukankah perusahaan klien terbesarmu itu punya teman Alex?" Paman balik bertanya pada Alex, "Berapa persen saham yang kamu punya di sana, Nak?"

DendamWhere stories live. Discover now