Part 4. Nakal

153 31 5
                                    

"Hei, sampai juga di sini. Perlu aku minta Beny dan Iqbal kemari?" sapa Maliq ketika Alex baru tiba di tempat tersebut.

Alex menggelengkan kepala menolak, "Tidak perlu. Mereka sudah punya anak istri, Maliq."

"Mereka belum tau kalau kamu nggak jadi balik ke Amerika kan?"

"Bukan nggak jadi, tapi tertunda untuk sementara. Aku akan usahakan untuk balik sesegera mungkin," kata Alex yakin.

"By the way... ada Michelle di sini. Dia sempat nanyain kamu, dan... minta nomormu."

"Dan kamu kasih?"

"Ya apa salahnya? Cuma teman, kan?" Maliq tidak merasa bersalah telah memberikan nomor temannya tanpa izin.

"Dia sendirian, di VIP room 2," tambah Maliq membuat Alex memandangnya tak suka.

"Aku salah apalagi? Kan cuma info, kalau... Michelle berharap kamu... nyusulin dia," kata Maliq semakin lirih di akhir kalimatnya karena takut kepada Alex. "Ok fine, aku bilang ke dia kalau kamu mau ke sini." tambahnya.

Alex berlalu tanpa berkata-kata. Dia berjalan menuju ruangan Michelle berada. Ketika pintu ruangan tersebut terbuka olehnya, Michelle terlihat menyambutnya dengan senyuman lebar.

"Hai! Apa kabar?" sapa Michelle sesaat Alex mendudukkan diri di sampingnya.

"Baru kemarin kita ketemu, Chel,"

"Tapi... kamu kayaknya marah tadi pagi ninggalin apartementku."

Alex menggeleng, "Bukan gitu. Aku lagi terlambat aja, jadi maaf kalau udah cuekin kamu."

"Syukur deh. Aku takut kalau semalem udah kecewain kamu," kata Michelle semakin mendekat ke arah Alex.

"Tentu saja tidak. Kamu hebat, aku merasa sangat puas dan berharap bisa mengulanginya lagi."

"Sungguh?"

Alex mengangguk, tersenyum, dan berusaha meyakinkan Michelle untuk tetap percaya diri. Namun dia tidak menyangka bahwa Michelle akan menciumnya dan langsung naik untuk duduk di pangkuannya. Beberapa saat Alex terlena ketika tubuh Michelle menggeliat di atasnya, seraya terus melumat bibirnya.

"Michelle," panggil Alex menghentikan pangutan bibir keduanya.

"Kenapa? Kamu tidak suka?"

"Apa harus seperti ini?"

"Bukankah... kamu berharap bisa mengulanginya lagi, Alex?"

Alex tertawa kecil, tertunduk untuk beberapa saat. Dia memandang mata Michelle secara dekat seraya merapikan rambut Michelle yang terlihat berantakan.

"Bagaimana mungkin aku bisa menolak?" kata Alex dan sesaat kemudian dia mencium serta melumat bibir Michelle.

Entah berapa lama mereka dalam posisi tersebut. Bibir Michelle sudah semakin turun menuju leher serta dada Alex. Mereka sibuk untuk saling memuaskan satu sama lain. Ketika pintu terbuka pun, mereka hanya mengabaikannya. Ada Maliq di sana yang melemparkan sebuah karet pengaman, yang langsung ditangkap oleh Alex.

Bagaimana mungkin Alex bisa menolaknya? Sepertinya tidak ada pria yang mampu menolak wanita secantik dan seseksi Michelle. Terlebih setiap permainannya selalu membuat pria manapun terpuaskan. Dia benar-benar seorang... PRO.

Sekitar dua puluh lima menit telah berlalu, hingga akhirnya mereka telah mencapai puncaknya. Michelle turun dari atas pangkuan Alex dan memperbaiki penampilannya, begitu juga dengan Alex yang membersihkan diri lalu kembali mengenakan celananya.

Alex meneguk minuman di atas meja terlihat sangat kehausan. Michelle melakukan hal yang sama, lalu kembali mendekati Alex untuk bersandar pada pundak pria tersebut.

"Aku meminta nomormu dari Maliq. Boleh aku menghubungimu setelah malam ini?" tanya Michelle, namun Alex tak langsung menjawab.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat, sampai Alex mengucapkan kalimat yang seolah menancapkan belati tajam di hati Michelle.

"Maaf, aku tidak bisa menjadi orang yang kamu harapkan. Aku pria brengsek yang hanya memanfaatkan tubuhmu demi kepentinganku sendiri."

Michelle tersentak, tak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia menjauh dari Alex, meraih tasnya, lalu pergi berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Sebelum dia mencapai pintu Alex mengatakan, "Aku yang akan membayar minuman ini. Dan Michelle... aku harap kamu akan menemukan pria baik yang tidak sekedar hanya menginginkan tubuhmu."

oOo

Maliq sangat kesal. Dia tidak bisa tenang selama 2 hari belakangan ini karena Alex tidak mau pergi dari tempat usahanya. Temannya itu menolak pulang dan tidak ada seorangpun yang bisa mengusirnya.

"Pak, kenapa nggak minta keluarganya aja untuk jemput?" tanya seorang manajer mengusulkan ke Maliq.

"Tidak bisa, nanti aku yang kena— Ariana. Kenapa nggak terpikirkan olehku?"

Maliq segera menghubungi adik dari Alex. Dia meminta Ariana untuk menjemput kakaknya. Tak butuh waktu lama untuk Ariana sampai di tempat tersebut, disiang hari waktu jam istirahat makan dari kerjaannya.

"Astaga, aku sama sekali nggak kepikiran kalo Alex di sini," kata Ariana memandang kasihan Alex yang tertidur di sofa.

"Alex, bangun! Kakak?!"

Berulang kali Ariana mencoba membangunkan Alex, namun tetap tidak mendapatkan respon, dia menjadi khawatir.

"Dia nggak—" ucapannya menggantung memandang Maliq.

Maliq langsung menggeleng cepat dengan gerakan tangan menyangkal.

"Oh tidak mungkin. Tenang aja, dia cuma mabok minuman kok. Di sini nggak ada yang begitu-begituan. Sumpah," jawabnya mengartikan bahwa di tempat tersebut sama sekali tidak menjual atau menyediakan obat-obatan terlarang.

"Aduh, gimana dong ini? Ayah Ibu khawatir dia nggak ada kabar. Tapi kalo aku bawa Alex pulang dalam keadaan seperti ini, pasti mereka tambah khawatir."

"Emm tunggu aja sampai dia sadar," kata Maliq mengusulkan.

"Aku harus balik ke klinik." Ariana bangkit dari duduknya, lalu bersiap pergi meninggalkan tempat tersebut. Maliq kembali panik.

"Eh eh, jangan gitu dong Ari! Dia harus kamu bawa pulang sekarang."

"Aku nggak mungkin nungguin dia di sini. Nanti sore pulang dari klinik, aku ke sini lagi. Semoga nanti dia udah sadar dan bisa diajak bicara baik-baik."

Maliq pasrah membiarkan Ariana meninggalkan Alex begitu saja. Dia gagal kembali untuk membuat Alex pergi dari kelab malamnya. Bagaimanapun, Alex telah mengganggu proses berjalannya tempat usaha tersebut. Namun Maliq tak tega hati untuk mengusirnya begitu saja tanpa solusi untuk Alex.

"Ini kan teman baik bapak. Kenapa Pak Maliq nggak bawa ke rumah bapak saja?"

Maliq mendelik ke arah manajer yang mengusulkan hal tersebut.

"Aku masih tinggal dengan ibuku, sialan. Kamu mau aku dicoret dari kartu keluarga?"

oOo

Catatan penulis:

Update 25 Januari 2023

Kurang dari 1500 kata. Banyak bagian yang tidak bisa kami tampilkan di part ini. Konten 21+

DendamWhere stories live. Discover now