sour and sweet

286 13 0
                                    

Hujan lebat sekali, bahkan ketika bel pulang sekolah tak nampak tanda langit berbaik hati membiarkan kami pulang dalam keadaan kering. Sudah dipastikan angkot akan berjubel dan aku sampai rumah dalam keadaan basah karena lupa membawa payung.

Aku berjalan ke arah kantor post dekat sekolah, disana ada halte tempat biasa aku mencegat angkot. Arfi ada disana dengan motornya, dan tumben sekali halte sepi, mungkin anak anak banyak yang memilih tinggal di kelas menunggu hujan reda.

"Naik," kata Arfi memberi kode ke arah jok motor Ninjanya. Aku menoleh kiri kanan takut ada orang yang melihat.

"Kamu pulang duluan aja, " tolakku takut takut, apakah aku pernah bilang kalau dibalik wajah tampanya itu terdapat tatapan yang menyeramkan? Setidaknya menurutku.

"Kamu pulang duluan aja, " tolakku takut takut, apakah aku pernah bilang kalau dibalik wajah tampanya itu terdapat tatapan yang menyeramkan? Setidaknya menurutku

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.


"Ya udah, aku tungguin sampai kamu dapat angkot, " putusnya

Hell, dia udah basah kuyup gitu, gimana mau nungguin sampai aku dapat angkot. Yang ada dia bisa sakit. Dia itu gampang demam, dan sekarang malah hujan hujanan. Mau memarahinya tapi aku segan, aku merasa meskipun secara oficial kami sudah jadian, tapi aku belum berhak melarang ataupun menyuruhnya.

Akhirnya aku memilih mengiyakan saja ketika hendak diantar pulang.

Hangat, bahagia, damai, tenang, entahlah. Aku tidak bisa menggambarkan perasaan ini. Rasanya ini terlalu tidak nyata. Berada di boncengan orang yang kita sayang, dibawah guyuran hujan, indah.

Dia menarik pergelangan tanganku agar tubuhku lebih menempel, menautkan jemari kami. Sungguh, aku tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaan ini. Bisakah waktu berhenti disini saja Tuhan? Apakah waktu ini selamanya akan menjadi milik kami? Aku ingin bersama dia seperti ini setiap hari.

Sesampai di rumah tanteku, dia izin membersihkan diri dan meminjam sarung untuk ibadah. Aku meminjamkan kaosku yang oversize untuk dikenakannya. Dan kami menjalankan kewajiban kami sebagai umat muslim dengan dia sebagai imamnya.

Tuhan, bisakah Aku memintanya untuk seumur hidupku? Apakah aku terlalu berlebihan jika menginginkan dia untuk diriku sendiri? Begitu banyak doa yang ku panjatkan, sebanyak harap yang ku lambungkan.

Dia menoleh ke arahku sambil menatap aku yang masih mengenakan mukena.

"Cantik" kemudian dia mengecup pipiku.

Duh, sebenarnya ini mimpi atau nyata ya. Kalau ini mimpi aku tidak ingin terbangun.

"Ar, kamu pulang nanti aja kalau hujan reda, aku takut kamu flu", kataku sambil menyerahkan segelas teh madu kepadanya. Kami duduk di ruang tamu sambil mengamati hujan yang tak menunjukkan tanda akan mereda.

Rumah sedang sepi, tante ada pekerjaan keluar kota. Kemungkinan 3 hari lagi baru akan kembali.

"Yang, panggil aku mas ya kalau sedang berdua."

"Issh, apaan sih. Aneh banget. Canggung Ar, kita kan sepantaran!" Kataku sambil mengerucutkan bibir kesal. Kan aneh sama teman sendiri manggil mas.

"Kamu juga manggil Adi dengan mas padahal kita beda kelas doang." Katanya merajuk. Duh, pacarku ini lucu banget sih mengerucutkan bibir gitu. Eh, dia pacarku kan?

in the endМесто, где живут истории. Откройте их для себя