15.00

74 16 0
                                    

Lilac duduk di kursinya dengan pandangan lurus ke depan. Fira dan tiga temannya yang lain terlihat sibuk sendiri dan tidak berniat mengajak Lilac bergabung. Untuk saat ini hanya ada satu pikiran gadis itu dan siapa lagi kalau bukan kakak kembarnya-Lavender.

"Gue jadi ngerasa kasian deh sama tuh anak," ujar Giovanni merasa iba seraya melirik Lilac dari tempat duduknya.

"Dia aja nggak peduli sama kita, kenapa lo kasihan sama dia?"

"Gimanapun juga dia pernah jadi teman kita kali, Fir. Jangan terlalu dipermasalahin, baikkan lagi nggak apa-apa kali, ya?"

"Lo nggak tau rasanya jadi gue coba kemarin lo yang ditampar sama dia, gue juga yakin tuh lo bakalan sakit hati," tutur Fira.

Giovanni menggaruk kepalanya yang tak gatal dia juga jadi kebingungan menjawabnya.

"Tapi, Fir—"

"Lo sebenarnya ada di pihak gue apa dia sih, kalau gue sih ogah temanan sama manusia gak tau diri kayak gitu," balas Fira tanpa rasa kasihan.

"Jiwa-jiwa pembully gue balik lagi kalau lo nekat temanan sama Lilac," sambungnya.

Giovanni terdiam dan hanya berdehem singkat sebagai respon.

"Ini Lavender belum kelihatan, sakit lagi nggak ya?” tanya Mia menoleh ke ruang kelas.

"Apa perlu kita tanya ke Lilac?"

"Lo rusuh banget sih dari tadi, Gi. Gak usah bahas-bahas Lilac lah kalau ada di dekat gue, muak gue dengernya."

Gadis bernama Fira itu pergi setelah mengebrak mejanya untuk melampiaskan rasa kesal yang ia tahan sejak tadi.

"Nanti juga baikkan tuh mereka." Deera meyakinkan Giovanni dan Mia.

"Mia jadi takut, Dee, takut nanti mereka benar-benar musuhan."

"Lo nggak percaya sama gue, Mia?" Mata Deera menyipit.

"Mia lebih percaya sama Papi Jesus," jawab gadis itu polos.

"Mia gak salah Dee, bener terus dia kalau ngomong." Giovanni memaksa senyum.

"Bukan temen gue." Dia memutar bola matanya.

🌸🌸🌸

"

Habis ini langsung minum obat, ya Lav," kata Grayson menyiapkan obat-obatan yang akan dikonsumsi oleh anaknya.

"Lav capek, Pa."

"Papa ngerti, tapi Lavender nggak boleh ngeluh. Sehat seseorang gak bisa diandalkan dari obat saja tapi harus dengan semangatnya."

"Lavender udah semangat buat sembuh, aku mau sembuh tapi kenapa tetap aja sakit, mana nambah lagi penyakitnya," keluh Lavender.

"Capek boleh, ngeluh jangan."

"Berarti harus nunggu, 'kan lagi proses." Grayson memberikan senyuman hangat.

"Kenapa yang sakit itu hanya Lavender kenapa Lilac enggak?"

Grayson terjeda. Anak-anaknya selalu bisa menciptakan pertanyaan sulit yang membuat ia kelu untuk berbicara.

"Berarti di mata Tuhan Lavender itu istimewa," jawab Grayson.

"Seharusnya yang istimewa itu dikasih kebahagiaan."

"Lavender gak pernah merasa bahagia?” tanya pria itu.

"Bahagia kok, Papa. Tapi, pasti lebih bahagia kalau Lavender bisa bebas, bisa lakuin apa yang aku mau tanpa dikekang sama siapapun terutama mama."

𝐃𝐔𝐏𝐋𝐄𝐗 𝐋 | 𝐒𝐄𝐋𝐄𝐒𝐀𝐈Where stories live. Discover now