Bab 15 Diculik

700 61 3
                                    

Elisa yang melihat raut wajah sahabatnya tak biasa membuatnya bingung. “Nih anak kenapa? Serius bener natap ponselnya?” gumam Elisa.

Cepat-cepat gadis itu mematikan ponselnya dan fokus lagi dengan sahabatnya.

“Eh langsung ke kelas, yuk!” ajaknya.

Anisha mengangguk, “Yuk!”

Di sisi lain. Laki-laki berswiter hitam itu terus menunggu balasan pesan dari seseorang. Wajahnya tampak bahagia seperti menemukan harta karun yang tersembunyi.

“Dapat juga nomor teleponmu, Anisha....”

“Weh senyum-senyum gak jelas, gimana? Udah tau kelompoknya siapa saja?” tanya Theo memberikan minuman kopi.

“Udah.” jawabnya.

“Weh masa di kelompok gua ceweknya cuma dua? Gak bisa milih kalau gini mah, hahaha....” Awang menyambung.

“Dih, lu mau cari ilmu apa pacar? Dasar lu Wang, ip turun baru tau rasa nanti.” ucap Gading meninggi.

“Iya-iya, cari ilmu.” Balas Awang.

***

Selain pengumuman pembagian kelompok, mereka juga dikirim pesan lain yang menjelaskan bahwa kelompok mereka akan berkegiatan di sebuah desa J kecamatan B daerah X. Karena kabar itu lah salah satu anggota kelompoknya mengusulkan untuk bertemu agar tau wajah masing-masing anggota sekaligus penentuan ketua di kelompok tersebut.

“Lis, aku berangkat sama kamu, ya.” Pintanya.

“Tenang aja aman itu mah.” Balasnya mengacungkan jempol nya.

Aku belum pernah mendengar nama desa dan kecamatan itu, aku hanya tau nama kabupaten nya. Semoga kegiatan nanti lancar....

Hari mulai Sore. Kini Anisha tengah menunggu angkot untuk pulang kosannya. Anisha menolak untuk pulang bersama Elisa karena tak enak sudah terlalu merepotkan sahabatnya itu.

“Kok belum muncul, ya, angkotnya? Hatiku kenapa resah?” gumamnya melihat kanan dan kiri.

Bosan menunggu, gadis itu berjalan menuju pertigaan dengan harapan dapat menemukan angkot. Baru lima meter ia berjalan, kakinya terhenti melihat mobil hitam mewah menghadang jalannya ketika ingin menyebrang.

“Siapa, ya? Padahal jalan selebar ini kenapa harus menghalangi zebra cros?”

Tak peduli dengan itu ia bergegas menyebrang. Namun seketika tangannya ditarik oleh seseorang dan mulutnya di bekap, saat itu juga pandangannya mulai kabur, tubuhnya lemas dan akhirnya tak sadarkan diri.

“Tuan, kami sudah menemukan gadis yang tuan pinta,” ucapnya pada seseorang lewat telepon.

“Bagus. Bawa dia kemari, sekarang!”

“Siap!” Jawabnya. “Cepat weh tuan muda sudah menunggu.” ucapnya pada 4 rekannya.

***

Meja itu di pukul begitu kuat. Dari seberang telepon terdengar napas geram seseorang.

“Katakan! Jangan berani kamu sembunyikan tentang Anisha, Fathan! Secepatnya aku akan datang....”

“Tapi Kak Farel, Anisha baik-baik saja. Kakak tidak perlu tergesa-gesa untuk pulang.” Balas Fathan.

“Bagaimana aku tidak tergesa-gesa? Mendengar jawabanmu saja sudah jelas ada yang kamu sembunyikan.” Seketika telepon terputus.

“Semoga kak Farel tidak memarahi Anisha walau kemungkinan itu terjadi.”

Cukup lama gadis itu larut dalam lelapnya hingga perlahan matanya mulai terbuka. Tampak suasana asing di matanya, langit-langit putih keemasan dan pernak-pernik yang begitu mewah.

Dalam Dekapan Luka Where stories live. Discover now