Bab 18 Ketulusan Delfano

734 53 3
                                    

Walaupun sedikit terhambat pada akhirnya ia dapat memberikan berkas tersebut. Sedangkan Delfano yang berdiri di depan ruang kelas itu dikejutkan dengan kedatangan teman-temannya.

“Ke mana aja Fan? Eh Ngomong-ngomong cewek yang nampar lu tadi berani juga, ya?” ucap Ali.

“Kayaknya dia cewek pertama yang berani nampar lo deh.” Tebak Geri.

“Nggak. Dia yang kedua.” Jawab Delfano lalu melangkah pergi.

Mereka saling bertatap bingung dengan jawaban temannya itu.

“Kalau memang Elisa yang kedua orang yang berani nampar Delfano, terus siapa yang pertama?” Itulah pertanyaan yang melintas di pikiran mereka.

***

Walaupun nama Anisha terkenal di kampus tersebut dan banyak yang menghormatinya ada pula yang malah membencinya karena akhir-akhir ini gadis itu dekat dengan Delfano. Di mana laki-laki itu cukup disukai sebagian perempuan di kampus tersebut.

“Apa sih lo cuma anak santri bisa apa? Dasar kuno, kampungan!”

“Lo gak se-level dengan Delfano! Jauhi dia!”

“Heh lo gak usah sok cantik di depan Fano, dia gak sebanding sama lo!”

Ucapan itu sedikit membuat hatinya sakit. Padahal yang sebenarnya ia tidak mendekati Delfano melainkan laki-laki itu yang terus mengejarnya. Anisha hanya membalasnya dengan senyuman, sesekali ia tegaskan pada mereka.

“Aku tidak pernah mau dekat apalagi mengenal Delfano. Aku tidak ada urusannya dengan dia, tolong berhenti mencibirku. Aku memang tidak pantas dengannya karena aku hanya seorang gadis biasa.” Jelasnya.

Perlakuan buruk itu tak berhenti sampai di sana. Bahkan ada kejadian yang hampir membahayakan dirinya dan kandungannya.

“Kita tumpahin saja minyaknya di sini. Biar tuh cewek jatuh kepeleset dan gak bisa ke kampus lagi, hahaha...”

“Bener tuh setuju!” dukungnya.

Ketiga mahasiswi itu menumpahkan minyak di sekitar tangga yang akan dilalui Anisha. Mereka tau bahwa Anisha akan lewat tangga tersebut karena rencananya sudah mereka susun.

“Tuh dia mau lewat.” ucap gadis berambut sebahu.

“Ayo sembunyi....”

Mereka segera pergi dari tempat tersebut memantau dari balik dinding.

“Aku harus ke gedung 15, duh bentar lagi kelas mulai.” ucap Anisha buru-buru.

Anisha mulai menuruni tangga dan tanpa ia sadari ditangga terakhir kakinya terpeleset karena licin, ia kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh, untungnya seseorang cepat menangkapnya.

“Anisha...! Kamu–”

“Akhh... Sakit!” Rintihnya sambil memegang perutnya.

Melihat Delfano di sana, ketiga gadis itu mendekat. Dari kejauhan Habibah melihat kejadian itu dan bergegas mendekat.

“Astaga Nisha, kamu kenapa?” tanya mereka pura-pura tak mengerti.

“Ini ulah kalian, kan? Ngaku aja deh. Dasar–”

“Eh sudah, kamu urus Anisha biar aku yang hadepin mereka.” Kata Delfano menyerahkan Anisha pada sahabatnya.

“Nis, kita ke UKK, ya.” ucap Habibah.

Setelah kepergian dua gadis itu kini tersisa mereka berempat. Sedari tadi lelaki itu terdiam menatap tajam ke tiga gadis itu.

“Fan, ini bukan yang seperti kamu pikirkan. Kami tidak....”

Dalam Dekapan Luka Where stories live. Discover now