14| Cerita Masa Lampau

1.4K 190 3
                                    

Berhubung enam kecambah telah menyelesaikan kelas kuliahnya hari ini, mereka memilih menghabiskan setengah hari mereka dengan bermain bersama di rumah Isa.

"UNO!" Teriak Ilham saat kartu Uno yang ia pegang tersisa satu.

Esa yang jalan setelah Ilham tersenyum miring pada Juna. "Plus empat."

Dari raut wajah Juna tidak terlihat kesal. "Ambil empat woi," suruh Abi.

Juna menaruh telunjuknya pada bibir Abi. "sstt lo cicing. Plus enam. Mamam lo!"

"Plus empat." Abi melempar +2 sebanyak dua buah.

Isa terlihat memilah kartu yang ia miliki. "Plus dua belas."

"Plus delapan." Naura melempar kartunya.

Ilham yang hanya tersisa angka dua berwarna kuning menghela napas, padahal tinggal satu langkah lagi ia menang.

"BHAHAHAHAHA MAMPUS! Makanya jangan sombong dulu, perlu gue bantu ambilin kartunya gak?" Tawar Abi pada Ilham sambil tertawa. Ilham tidak menanggapi Abi, dirinya sibuk memikirkan strategi untuk menjadi yang pertama.

Pada akhirnya Ilham tetap menjadi yang pertama dan Abi menjadi yang terakhir, memang ya biasanya yang banyak omong itu yang akan kalah, karena cuma bisa bicara saja tapi nol aksi.

"Mana nih tadi yang ngetawain gue sekarang malah peringkat akhir?" Tanya Ilham dengan menyombongkan diri.

"Alaahh, hoki doang itu. Biasanya juga gue yang menang." Abi mencoba menyangkal Ilham.

"Elu banyak omong tapi nol aksi, main tuh pake strategi bukan pake mulut," ucap Juna.

"Main ginian doang mah kalah menang udah biasa," elak Abi lagi.

"Saking biasanya sampai gue gak tau Bi kapan lo terakhir menang," ujar Esa.

"Ya— Kapan-kapan kita ke dupan." Abi adalah Abi yang tidak bisa sehari tanpa guyonan anehnya.

"Kadang gue mikir salah apa ya gue bisa temenan sama bocah bader modelan Abi, pergaulan gue banyak buruknya," kata Ilham.

"Lo jangan salahin Abinya salahin diri lonya mau aja digoblok-goblokin sama Abi, udah tau otak dia kriminal isinya," tukas Isa.

"Nggak kriminal juga Bel, buronan kali gue."

"Ya emang lo buronan pak Jamal anjir! Inget gak dulu lo sampai dikejar soangnya pak Jamal gara-gara maksa manjat pohon jambunya pak Jamal," balas Juna.

"Masa kecil lo kayaknya gak jauh-jauh dari nyolong buah orang dah Bi," balas Naura, heran aja gitu Naura sama Abi tiap dengar cerita masa kecilnya selalu perihal mencuri buah, entah buah pak RT, pak Sumanto, pak Jamal, dan pak pak lainnya.

"Kan namanya juga kriminal, Nau hahaha," jawab Isa diiringi dengan tawanya.

"Tapi gue gak pernah denger buruknya si Juna selama temenan sama kalian." Naura berpikir ke hari-hari saat mereka bertemu, sampai sekarang tidak ada satupun kejelekan Juna yang terumbar.

"Karena Juna dulunya ditatar habis-habisan sama bundanya Nau, dikasih ujian militer dulu dia sebelum terjun ke lapangan sama bundanya," jawab Ilham dengan penuh ke-dramatisan.

"Muka bundanya Juna lembut kok, gak keliatan jiwa-jiwa militernya," balas Naura.

"Yeh, jangan liat dari tampangnya. Bundanya Juna emang lembut banget, tapi ya sekalinya bersabda diem semua, soalnya beliau pake bahasa Jawa marahinnya. Tapi keliatan woi matanya kayak mau keluar, bawa sapu lidi, gak bakalan lo nyangka bundanya Juna kayak gitu," jelas Abi terus terang, sedangkan si empu hanya diam menyaksikan tidak peduli, toh memang benar yang teman-temannya katakan.

[✓] Semua Tentang KitaWhere stories live. Discover now