16| Back to Jadi Budak Proker

1.7K 173 2
                                    

"Kemarin gue sempet diskusi sama anak BEM, cuma nih permasalahannya anak BEM gak ada yang naikin surat ke kampusnya, jadi lo pada mau jalaninnya kehambat dianak BEMnya," Bang Ari menjelaskan kendala sebelum orientasi maba dimulai.

"Lo pada gue suruh datang ke rapat kemarin aja hampir nol yang dateng, ngapa coba? Gak ada yang ngasih alesan juga, jangankan alesan balas grup aja nggak, lo pada maunya gimana dah? Gue udah luntang lantung naikin ini itu ke kampus ke BEM, belum lagi urusan sama kemahasiswaan tapi gue gak punya support dari kalian tuh gimana ceritanya? Gue suruh kerja sendiri aja gitu maksudnya? Gak usah ada wakil, sekretaris, bendahara, dan departemen-departemen gitu ya?"

Semua yang berada didalam sekre seketika hening, masalahnya yang dikatakan Bang Ari memang benar, dari semua anggota di himpunan yang datang ke rapat kemarin hanya empat orang, apa gak langsung ngamuk tuh Bang Ari. Mereka mau cepat selesai, tapi mereka gak mau gerak, lah coba itu gimana? Padahal itu rapat penting karena yang mengadakan adalah pihak BEMnya langsung, kita sebagai anggota dari sebuah organisasi seharusnya menghadiri karena hasil dari rapat tersebut berhubungan dengan keberlangsungan himpunan ke depannya, terus yang diharapkan malah pada turu alias gak ada respon.

kadang Ari mikir ini dia sebenarnya dihargain tidak sih sebagai ketua, kurang tegas apa coba selama ini? Infoin sesuatu digrup cuma dibaca, boro-boro dikasih respon, kadang kesal tapi mau marah juga percuma kalau mereka tidak bisa sadar sama diri sendiri, kan, ya. Harus ada kesadaran dari diri sendirinya dulu.

"Sekarang pilihan di lo semua dah, kalau lo pada mau pertahanin nih himpunan ayo gue bantu kita sama-sama, tapi kalau lo semua mausk himpunan cuma karena biar menuh-menuhin CV tapi gak ada kontribusi mending gue bubarin sekalian nih himpunan," kata Bang Ari terus terang.

"Intrupsi Bang,"

"Kenapa Jang?" Tanya Ari.

"Saya izin keluar dari himpunan, soalnya saya memang gak berminat dan cuma ikut-ikut aja, mohon maaf Bang." Ari memijat pelipisnya, berulang kali menarik dan menghembuskan napasnya.

"Yang mau keluar dari himpunan, silahkan sekarang keluar dari sekret." Dua kalimat, namun mampu membuat sepuluh orang disana keluar terbirit-birit dari ruang himpunan.

"Masih ada lagi? Mumpung pintu sekret masih terbuka lebar, gue mau bahas hal penting, dan yang keluar dari himpunan gak akan pernah akan kontribusi apapun lagi untuk ke depannya, tolong keluarin mereka-mereka dari grup atau suruh mereka keluar sendiri." Selepas ucapan Ari, sama sekali tidak ada yang keluar dari ruang sekre, semua diam ditempat.

"Oke."

BRAK!

Ruang sekre tertutup secara kasar, Ari benar-benar harus lebih tegas sekarang.

"Kita mulai rapatnya, kemarin sempet ada yang nanya tentang kaderisasi ya, sebenernya sih gue setuju-setuju aja diadain kaderisasi, cuma nih banyak wali yang menolak, dikarenakan isu eh bukan isu sih tapi lebih ke sistem peloncoan yang turun temurun gitu, jadi lebih banyak penolakannya, nah gue gak tau nih apakah tetap diadakan seperti kalian waktu itu, atau yaudah gak diadain lagi untuk maba tahun ini, sampai sini paham kan?"

"JELAS BANG!"

"Oke, kedua, Isa lo gencar-gencarin nanya ke BEM pas nanti rapat kedua, tanyain soal pengesahan yang dia umumin waktu itu, lo kan pinter debat, jadi gue minta tolong banget ya Sa."

"List pertanyaannya ada, Bang?" Tanya Isa.

"Ada, gue kasih pertanyaan utama yang harus lo tanyain, gue udah muak banget pengen cepet-cepet mereka demisioner dari kepengurusan."

"Oke, Kak. Siap."

"Abi, bikin surat undangan buat seluruh himpunan dan ukm, kita adain rapat buat omongin pengajuan legalitas, semenjak SK rektor yang baru turun semua jadi kacau," perintah Ari.

[✓] Semua Tentang KitaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora