Awal Mula Cinta Segitiga

209 51 79
                                    

"Aku pernah kuat pada masanya, namun kini untuk mengendalikan emosi pun sudah tak mampu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku pernah kuat pada masanya, namun kini untuk mengendalikan emosi pun sudah tak mampu."

Khaerunnisa Indah Paramitha

🥀🥀

Weh, kemaren malem gue liat dia dijemput pake mobil!”

“Halah, palingan om-om yang mau open bo sama dia.”

“Hmm, iya juga si, mana ada cowok yang sukarela deketin cewek kayak dia.”

Gadis dengan hijab pasminanya  tersenyum saat kembali mengingat perkataan temannya tadi pagi, mulutnya tersenyum padahal hatinya terluka cukup parah.

Saking sakitnya, aku tak mampu mengeluarkan air mata lagi.

“Dor!” Bentak seseorang dari belakang yang sukses membuat Nisa terkejut, dadanya nyeri karenanya.

Sorry, kaget?” Pertanyaan darinya tak gubris oleh gadis yang sedari tadi memegangi dadanya, ia mencoba untuk mengatur napasnya. Lantas, gadis dengan setelan kemeja hitam dipadukan dengan celana kulot merah maroon itu langsung duduk di samping Nisa, ia bernama lengkap Annazera Stella Qaryn.

“Abis bimbingan, ya, Bu Guru cantik?” Berbeda dengan yang lainnya, Zera adalah teman dekat Nisa satu-satunya di kampus selain Pak Mun, walaupun mereka jarang bertemu sehubungan berbeda fakultas. Keduanya dipertemukan saat KKN, di mana mereka berada di kelompok yang sama.
Nisa mengangguk. “Iya, nih, biar cepet selesai.”

“Wah, semangat Bu Guru cantik! Pokoknya kita harus wisuda tahun ini!" Serunya seraya mengepalkan tangannya.

“Iya, semangat juga Bu Jaksa cantik!”

Ada suatu hal yang mampu perhatian gadis berkerudung paris yang dileletkan di leher  sampai-sampai  memicingkan kedua matanya. “Mukamu pucet banget, are you okay?”

Bagaimana aku akan baik-baik saja jika sementara hatiku yang terkunci tengah terluka? Sementara kunci itu menghilang entah kemana.

Nisa menggeleng. “Ah, kamu kayak baru kenal aku aja. Nisa, ‘kan, jarang make make up, ribet soalnya.”

“Beda tau pucetnya. Bibirmu diombre tapi tetep kulitnya pada ngelupas, dan keliatan banget kamu lemas.”

“Ombre? Oh, iya, Zer, Nisa cuma make itu si … nggak tahu kenapa b--bisa ngelupas gini.” Dengan cepat, Nisa mengambil ponselnya yang ada di dalam tas untuk berkaca. Apa yang dikatakan oleh temannya benar adanya,  darah yang keluar dari mulutnya masih berbekas di bibir sehingga terkesan seperti diombre.

“Nisa sakit?” Pertanyaan dari Zera membuatnya tersentak, sejujurnya ia tak pandai berbohong, apalagi kawannya itu tak mudah dibohongi oleh siapapun.

Luka Yang Terobati  (END)Where stories live. Discover now