The End Game of Rena

69 11 20
                                    

"Hukuman mati jauh lebih baik, ketimbang hidup di dalam sel seumur hidup yang membuatku tersiksa hingga mati perlahan."

🌻🌻🌻

  "Retha!" pekik Nisa, menghampiri Retha yang sudah terkapar di atas rerumputan. Kesadarannya mulai menghilang, namun ia mencoba menggapai tangan Nisa.

"M--Mbak Nisa ...." racaunya menahan sakit yang teramat sakit.

"Bertahan, Reth! Kamu kuat!" Nisa menggenggam tangan Retha yang berlumuran darah, walau gemetar dan rasa sakit menyerang kepalanya, gadis itu memaksakan dirinya agar kuat melawan phobianya.

"Hukum wanita i--itu." ucap Retha terbata sebelum akhirnya menutup matanya dengan sempurna.

Nisa menggeleng, ia menangis sejadinya melihat Retha yang telah sempurna menutup matanya. "Nggak, Reth! Kamu nggak boleh meninggal!"

"Kerja bagus, Zico!" Rena menatap kawannya yang tengah bersembunyi di balik pepohonan, hingga akhirnya ia menampakkan dirinya, berjalan mendekat mereka sembari membawa senjata api di genggamannya. Pria yang berpawakan cukup tinggi, memiliki kulit sawo matang itu mempunyai mata elang yang membuat siapapun terpesona akan ketampanannya, belum lagi lesung pipinya kala ia tersenyum.

Menghapus air matanya, menghampiri Zico dan Rena berada. Amarah gadis itu memuncak, ia mengepalkan tangannya. "Rena!" seru Nisa.

"Kenapa? Kamu mau bernasib sama seperti Alena dan gadis di belakangmu itu?"

"Ide bagus, Bos. Sebaiknya kita jangan buang kesempatan yang ada, hari ini juga kita harus menghabisinya!" dukung Zico.

Di luar kendali Rena, gadis itu menjadi semakin berani seolah ada singa yang tengah merasukinya. Bahkan, ia menarik kerah Zico.

"Anda pikir saya takut, hm?" tanyanya menyeringai. "Yang saya takutkan hanyalah Allah." ujarnya menunjuk ke atas tanpa melepas pandangannya dari Zico.

"Gila, nih, cewek! Mau mati beneran kayaknya!"

"Ck, selama ini saya diam, saya pasrah ketika ditindas, tapi sekarang tidak lagi. Saya akan melawannya." ucapan Nisa membuat bulu kuduknya meremang, melepas cengkeramannya lalu kembali pada Rena.

"Rena. Hari ini juga, kamu akan habis! Seluruh permainanmu akan berakhir."

Disaat Zico bersiap menembakkan pelurunya, Rena langsung mencegahnya. "Jangan dulu, Zico. Gue mau liat sejauh mana gadis ini bermain dengan kata-katanya."

Kekehan kecil keluar dari mulut Nisa, "Kenapa? Nggak terima, 'ya, Mas? Nggak terima kalau ratunya dikatain gitu?" cibirnya.

"Dia ratu gue, siapapun yang berurusan sama dia, bakal abis di tangan gue. Itu janjiku, Anak Kecil!"

Nisa terkekeh kecil. "Anak kecil, 'ya, Mas? Tolong, jangan nilai orang hanya dari sampulnya aja, Mas," ucap Nisa. "Dan, apa Mas nggak takut jika deket wanita itu pada akhirnya dipaksa untuk menjadi tumbal? Seperti yang dialami Mbak Mawar dan Mas David."

"Nisa! Sekali lagi Lo buka mulut, gue nggak akan segan membunuhmu!" ancam Zico.

"Saya tidak akan diam sebelum ratumu mengakui semuanya," ucap Nisa, melirik tajam wanita berambut panjang, itu.

"Oke, oke fine, gue bakal ngakuin semuanya!" sesaat, ia menarik napasnya panjang-panjang. "Ya, gue emang udah ngebunuh Alena karena dia tau rencana gue nyelundupin barang haram, dan dapetin Firman dengan menghalalkan segala cara. Penculikanmu, ya! Gue juga yang udah ngerencanain itu! Satu lagi, yang ngehasut Tante Siyah untuk membatalkan pernikahanmu, itu gue."

Luka Yang Terobati  (END)Where stories live. Discover now