2. Naskah Majaya

94 17 10
                                    


Yang kangen sama Anggita dan Bestie Tulang Lunak, yuk, merapat.

Surabaya, tahun 2025

Jalesveva Jayamahe—Relevansinya dengan dunia kemaritiman Indonesia saat ini. Kalimat yang ditulis di atas white board itu menghentak pemikiran peserta meeting tim Jas Merah—yang diisi oleh sembilan orang. Laki-laki yang mengenakan jins belel dan Polo Shirt warna hitam itu berdiri di samping white board—bertindak selaku pemimpin meeting kali ini.

"Kenapa topik ini yang diajukan untuk special project kita tahun ini?" tanya salah satu tim Jas Merah. Kemudian salah satu dari sembilan orang itu ikut mengangkat tangannya dan bertanya. "Seberapa urgensinya kita membahas dan membuatnya dalam project kita tahun ini, jika dibandingkan tahun 2024 kemarin kita membahas sejarah pemilu di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan menambah wawasan tentang sistem pemilu dan segala dinamika pemilu yang berlangsung pasca tahun 1945."

Laki-laki itu mengangguk—menyimak dua pertanyaan yang diajukan padanya selaku yang ditunjuk sebagai ketua project. "Jawaban simpelnya kita negara kepulauan." Laki-laki yang akrab dipanggil Bang Sul itu kini menunduk dan menggerakkan tetikusnya, hingga tampilan presentasinya yang berupa power point itu berubah dengan sebuah background menampilkan laut dan nelayan.

"Menganggap Indonesia sebagai negara kepulauan saja tidak cukup, karena nyatanya, semboyan Indonesia sebagai poros maritim masih jauh dari perwujudannya. Permasalahannya antara lain; 1. Regulasi, 2. SDM—ya, siapa, sih, yang tidak ingat dengan kasus dua korupsi menteri di masa pandemi 2020, selain dana bansos, kasus benih lobster menyita perhatian publik, 3. Awareness tentang negara kepulauan, sehingga tidak hanya darat saja yang menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah, 4. Infrastruktur dan 5. Nilai historis tentang kelautan," jelas Bang Sul.

Respons berbeda bisa dilihat Bang Sul dari rekan-rekannya sesama tim Jas Merah. Ada yang tampak biasa saja, atau mengerutkan dahinya, tapi ada pula yang saling lihat dan menahan napas. "Sul, ingat kita tidak sedang membahas politik, tapi project kita adalah sejalan dengan misi kenapa Jas Merah ada. Mendobrak pemikiran, menghentak kesadaran dan belajar dari masa lalu," ucap Mas Yanuar selaku pimpinan Jas Merah sekaligus pendiri Satu Atap Entertainment.

Bang Sul menyugar rambutnya ke belakang, sembari berdecak pelan. "Tentu kita tidak sedang berbicara politik karena yang akan menjadi fokus utama kita pada project ini adalah pada nomor 5 yakni pada unsur historis. Sejarah kemaritiman kita kadang terdengar layaknya sebuah dongeng seperti benarkah orang-orang nusantara pernah berlayar hingga menyampai Madagaskar bahkan Mesir, atau bahkan benarkah kapal Jung Jawa yang terkenal itu sebesar kapal induk yang hampir 350 meter persegi. Selain minimnya pembahasan ini, yang tentunya berdampak pada pengetahuan tentang sejarahnya itu sendiri. Dan, inilah yang akan menjadi fokus kita nantinya."

Bang Sul mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan lalu memberikan kode pada gadis berambut ikal yang duduk di dekatnya. Gadis itu terkesiap—seketika menegakkan punggungnya. "Nalini akan presentasinya selanjutnya," ucap Bang Sul yang sontak membuat gadis itu tergagap.

Nalini yang tanpa persiapan apa pun—karena sebelumnya Bang Sul tidak memberitahunya bahwa dia juga diharuskan melakukan presentasi saat rapat bersama tim Jas Merah yang lain. Nalini berdiri. Menahan napasnya sejenak sembari mengatupkan bibirnya. Matanya melirik pada binder—berharap ada sesuatu yang bisa dia jelaskan.

"Majaya," kata Nalini dengan nada tanggung yang terdengar pelan. Nalini melirik ke arah Bang Sul, tapi laki-laki itu hanya menyedekapkan tangannya dan menyandarkan punggungnya. Tampak cuek dengan pandangan yang seakan-akan berkata: ayo, jelaskan!

Maka, Nalini hanya mengembus pasrah dan meyakinkan dirinya untuk bisa berbicara. Hanya sembilan orang, ucapnya untuk menghilangkan gugupnya. "Majaya adalah sebuah catatan kuno yang ditemukan di Puri Cakranagara, Lombok. Beberapa sumber mengatakan bahwa catatan kuno ini ditemukan bersamaan dengan kitab Desawanarna atau yang dikenal dengan kitab Negarakertagama. Naskah Majaya kini disimpan di perpustakaan nasional. Sebenarnya, Naskah ini tidak bernama seperti naskah Desawanarna. Kata Majaya disematkan sebab banyak menceritakan tentang perjalanan samudra dan bagaimana para awak kapal yang disebut dengan Majaya. Tapi pencatatan tahun salinan atau saat digubah dalam naskah ini tertulis jelas pada lembar akhir lontar. Para ahli menduga naskah Majaya ini berupa salinan—yang ditulis ulang."

MPU NALA: Memoar Sang LaksmanaWhere stories live. Discover now