Angel and Lucifer?

235 23 10
                                    

Mataku tak henti-hentinya menoleh ke belakang, ke arah kursi dimana aku duduk selama berada di kelas ini sampai akhirnya hari ini aku harus naik pangkat pindah duduk tepat di depan meja guru.

Kurang menyebalkan apa lagi hidupku hari ini, sampai mataku harus mendapati sosok perempuan yang menduduki kursiku dulu adalah Renata Dwi Prayata. Mantan teman SMP ku yang amat sangat menyebalkan.

Dari sekian banyaknya sekolah di kota ini, kenapa dia harus sekolah tepat dimana aku belajar sekarang. Masih sangat jelas dalam ingatanku bagaimana caranya menyapaku tadi pagi. Membuatku ingin segera menjahit mulut perempuan yang sekarang menjadi perhatian para laki-laki di kelasku ini.

Flashback on

"Vanessa?" Tunjuknya ke arahku saat dia menyadari keberadaanku. Langkahnya langsung di percepat menuju tempat dudukku tanpa memperhatikan tatapan penasaran dari banyak mata yang memperhatikannya.

"Lo Vanessa Kynthia Atmadja, kan? " Tanyanya lagi saat sudah berada tepat di depanku.

Aku memutar mataku malas, "Iya, ini gue."

Wanita di depanku tergelak "Ya ampun nes, lo masih sama aja ya. Dari SMP sampai sekarang gak berubah." Keningku berkerut bukan tidak mengerti maksudnya, tapi karena kesal. "Masih sama-sama cupu maksud gue!" Lanjutnya semakin tergelak.

Sudah ku duga hal itu yang akan di katakannya, jangan harap ada kata-kata manis yang keluar dari mulut wanita rubah di hadapanku saat ini. Sekian lama tidak bertemu, sikapnya masih saja sama.

Kalau saja aku tahu hari ini aku akan bertemu Renata lagi, aku pasti tidak akan masuk sekolah hari ini. Bukan karena aku ingin menghindarinya, tapi karena tampilanku yang semakin hancur saat ini. Aku sengaja menggantikan softlense ku dengan kaca mata minus lamaku ini demi menutupi mata sayu akibat flu sialan yang sedang meracuniku saat ini. Dan lihatlah, apa yang ku dapat. Kata CUPU?

"Lo ngapain sih sekolah di sini, pindah lagi deh lo."

Renata masih tertawa, "Kenapa? Lo gak kangen sama gue ya?" Ujarnya dengan nada meledek.

Aku berdecak kesal dalam hati, kangen dengannya? Kalau sampai iya, itu artinya aku harus di periksakan ke dokter psikis.

Dini menyikutku, menghentikan umpatan-umpatan kasarku untuk gadis cantik yang ada di hadapanku saat ini. "Lo kenal sama dia nes?" Bisiknya di telingaku.

"Yaudah ya nenes, gue balik ke kursi gue dulu. Seneng deh ketemu lo lagi." Ucapnya dengan kedipan mata yang di buat-buat.

Aku mendengus, kursi gue? Dia mengatakannya seperti tidak merasa berdosa sama sekali. Mau bagaimana pun, itu kan mantan kursiku. Memangnya karena siapa aku harus pindah duduk di sini. Untunglah masih ada Bayu yang mau mengalah, kalau tidak aku pasti sudah harus senam pagi mengangkat kursi dan meja dari lantai tiga tadi pagi. Dan dia seenaknya saja mengatakan kursi gue, huh?

Renata berbalik melihatku lagi, "Oh iya, by the way lo makin kece deh sama kaca mata lo itu nes. Tapi ada baiknya di ganti ya, kasihan udah umuran." Ucapnya lagi-lagi tertawa.

Flashback off

Nenek sihir itu.....Menyebalkan! Aku pakai kaca mata ini kan karena terpaksa. Kalau bukan karena flu, mana mungkin aku mau pakai kaca mata ini lagi ke sekolah. Tahu begini kan aku pasti lebih memilih pakai softlense ketimbang bermata empat seperti ini.

Dari sekian banyaknya orang yang bernama Renata, kenapa harus Renata Dwi Prayata sih? Baru memikirkan namanya saja sudah membuatku sulit menelan ludahku sendiri saking kesalnya. Kenapa harus Renata yang itu. Tidak bisa apa kalau Renata yang lain.

You Belong With MeWhere stories live. Discover now