● Bibbidi-Bobbidi-Boo ●

59 29 40
                                    

Rasanya aku ingin sekali memotong jemari ini. Jemari yang selalu merasa gatal setiap kali melihat barang yang sebenarnya tidak ada faedahnya untukku. Jemari yang selalu gagal aku kendalikan untuk tidak mengambil apapun yang bukan milikku. Jemari yang kini menggenggam sendok teh milik Nyonya Rossaline, pemilik ruko di ujung kompleks ini.

Tidak ada yang menarik dari sendok teh mungil ini. Hanya kilau emas kemerahan yang sedikit membutakan mataku ketika pembantu Nyonya Rossaline menambahkan gula batu dan mengaduk teh yang disajikan untukku dengan sendok ini.

Aku membayangkan perempuan setengah baya itu sedang kebingungan mencari sendok tehnya. Kasihan.

Hampir separuh kompleks sudah kusambangi untuk mencari informasi tentang gadis berambut jeruk yang mencuri di geraiku kemarin, tapi tak satupun kamera cctv mereka yang menangkap gambar gadis itu dengan jelas. Semua terlihat mengabur.

Sudah setengah hari berlalu, saatnya pulang sejenak melihat keadaan gerai. Takut takut dua tongkat itu kembali membuat keributan.

Wangi kayu manis tercium saat aku membuka pintu kaca gerai. Lucio melambaikan tangannya yang belepotan gula halus, menawarkan churros dengan saus coklat yang masih mengeluarkan asap. Aku tidak akan kesal kalau orang-orang mengira gerai ini adalah Cafe, karena bau sedap makanan lebih sering tercium di sini.

Jika dalam keadaan biasa, mungkin aku akan segera meraup churros-churros itu dan mencelupnya dengan saus coklat hangat itu, tapi rasanya terlalu lelah. Seharian ini aku berkeliling bertanya pada setiap ruko dan rumah yang mempunyai cctv untuk memastikan kemana pencuri kecil itu pergi.

"Dari ekspresimu, sepertinya tidak ada kabar baik," celetuk Lucio.

"Yang tidak membantu, tidak boleh banyak berkomentar," gerutuku.

"Bukan tidak ingin membantu, tapi gerai tidak mungkin kita tutup." Lucio melahap churrosnya dalam sekali gigitan. "Kau tahu kan bagaimana papamu?" Lanjutnya dengan mulut penuh.

Meskipun terpisah jarak ribuan mil, tapi papa pasti mengawasi gerak-gerik kami di gerai ini.  Tutup gerai tanpa alasan akan membuat papa langsung terbang ke sini untuk mencari jawaban.

"Sini! Santailah sebentar." Lucio menepuk kursi kosong di sebelahnya sambil menonton berita hiburan di televisi. "Ponsel itu tidak akan aktif karena kita sudah membekukan nomor serinya. Jangan terlalu dipikirkan."

Tidak tahu saja dia, aku bukan memikirkan tentang ponsel yang kemarin dicuri, tapi tongkat kayu yang bisa berubah jadi cahaya itu. Semalaman tongkat-tongkat itu membuat aku tidak bisa tidur. Dua tongkat itu tidak berhenti mengeluarkan bunyi-bunyi yang membuat bulu kuduk merinding, seperti suara-suara yang sering terdengar di motel murah pinggiran Madrid setiap malam. Atau suara rumah saat papa dan mama ketika masih ada. Ribut. Berisik.

🍀🍀🍀


Akhir-akhir ini tidak ada acara yang bagus di televisi. Pantas saja semua orang berbondong-bondong berpindah hati ke ponsel. Layar kaca ajaib sekarang sudah tidak relevan dijadikan julukan untuk televisi. Semua butuh hiburan juga keefektifan.

Lucio menekan malas tombol remot. Berita hiburan yang dia sukai sudah selesai, menyisakan iklan-iklan tidak penting. Termasuk iklan celana dalam pria yang menggunakan model berwajah tampan dengan otot perut kotak-kotak. Padahal tidak ada korelasi antara wajah tampan dengan celana dalam. Wajah dan perut karet Lucio tidak akan berubah ketika menggunakan celana dalam itu. Dan wajah tampanku tetap tampan meski tidak menggunakan celana dalam itu.

Iklan tidak masuk akal itu dilanjutkan dengan iklan-iklan lain yang tak kalah menggelikan. Ada iklan rokok, pasta gigi, masker wajah, iklan festival musim panas, dan iklan sulap.
Sulap?
Sulap!

"Mundur-mundur!!"

Lucio dengan wajah bingung melangkahkan kakinya ke belakang.

"Bukan kamu! Televisinya. Itu kanalnya. Mundurkan."

Mulut Lucio membulat dan menuruti keinginanku.

"Stop! Stop di sana."

Televisi menampilkan berita lokal tentang pesulap jalanan yang memeriahkan pembukaan acara festival musim panas yang biasa diadakan tiap tahun.

Aku mendekatkan diri pada layar televisi. Seorang gadis berambut jeruk dengan topi berbentuk telinga kelinci hitam terlihat sedang bermain sulap. Sebuah kartu sembilan sekop tertempel di atas topi itu. Penampilan yang konyol.

Dengan tangan yang ditutupi sarung tangan kotak-kotak dia memutar tongkat sulap ke arah topi di tangannya. Tak lama setelah dia mengucap mantra, seekor kelinci melompat dari dalamnya. Seekor lagi. Lalu tambah seekor lagi.

Boleh juga kemampuan sulapnya.

Mata runcing menyebalkan dan hidung kecil itu. Tidak salah lagi. Pesulap dalam televisi itu adalah si gadis pencuri kemarin.

Lalu video itu berhenti. Berganti sebuah tulisan besar

Magic On The Street
Present
Mireya Miracle
Tonight


Lucio menepuk bahuku. "Itu dia, Raonno!"

Aku tersenyum penuh kemenangan.

Hasta mañana, Gadis pencuri.

Oke, manteman
Perkenalkan Mireya, Si Pencuri Cilik.

Oke, mantemanPerkenalkan Mireya, Si Pencuri Cilik

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

See you next chap!

Something Magical About Youजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें