Intimidasi #3

1.9K 253 13
                                    

Nagi sadar betul betapa penting peran Isagi dalam hidupnya. Ia yang sebelumnya tidak pernah memikirkan kehidupan dan masa depannya, mulai mengalami perubahan positif semenjak mengenal Isagi.

Meski sama-sama berasal dari SMP Gakuen, tetapi Nagi dan Isagi nyatanya baru mengenal satu sama lain saat akan menginjak kelas VIII atau kelas 2 SMP.

Pertemuan mereka berawal dari permintaan wali kelas Nagi, Pak Kaneki yang menginginkan Isagi selaku peraih nilai tertinggi di kelas VII untuk menjadi tutor pribadi Nagi. Pak Kaneki yakin jika Nagi dibimbing dan diajari langsung oleh rekan seumurannya, ada kemungkinan nilai-nilai anjloknya (yang membuatnya menjadi peringkat akhir di angkatannya) akan masih bisa diselamatkan.

Isagi sebenarnya ingin menolak, namun langsung mengiyakan permintaan tersebut saat mendengar nilai tambahan yang dijanjikan Pak Kaneki untuk beberapa mata pelajarannya yang masih belum meraih nilai sempurna.

"Mulai besok kamu tutorkan Nagi ya? Pokoknya jangan sampai dia ngulang kelas deh." Pak Kaneki memegang bahu Isagi dan menatapnya lekat. Sepertinya, Pak Kaneki betul-betul berharap Isagi akan menyelamatkan nilai-nilai Nagi.

"Saya usahakan ya Pak." Isagi menjawab ragu, kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan berkata, "Ngomong-ngomong Nagi orangnya yang mana ya, Pak?"

***

"Kau yang namanya Nagi ya?"

Suara seseorang menelisik masuk ke pendengaran Nagi membuat si empunya telinga terbangun.

Nagi memang terbangun, tetapi masih belum bergerak. Ia masih bernapas dengan ritme teratur dan tenang; seolah masih lelap dalam mimpi.

Sore itu, sekolah sudah sepi. Hanya tersisa beberapa siswa yang memiliki kegiatan ekstra dan mereka yang memanfaatkan fasilitas sekolah untuk mengerjakan tugas kelompok.

Sementara Nagi, ia memang selalu memanfaatkan waktu sepulang sekolah untuk tidur-tiduran di atap sekolah.

Ia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama di tempat yang jauh dari kediamannya, dari rumah dan keluarga yang tercerai-berai.

Tiba-tiba, jaket yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya digeser oleh orang yang memanggil namanya tadi.

Nagi pun reflek menahan tangan tersebut.

"Lah, udah bangun ternyata dari tadi?" cetus orang tersebut menapis tangan Nagi.

Tak lama setelah menepis, orang tersebut reflek kembali mengambil tangan Nagi. Ia menatap Nagi cemas. Bagaimana tidak? Ia melihat buku-buku jari jemarinya terluka dan masih mengeluarkan darah segar.

Nagi sedikit tersentak dan reflek menghempas tangan orang tersebut.

Jujur saja, Nagi kaget. Orang tuanya tidak pernah memerhatikan dia se-detail itu. Sekalinya punya teman, semua pada sibuk mengajak dia berkelahi dan tawuran. Ketika babak belur pun, tidak ada sama sekali usaha dari teman-temannya untuk mengobati lukanya.

Mereka hanya bilang, "Kau keren Nagi. Thanks kontribusinya. Ntar kita lawan sekolah lain".

Selain teman-temannya, semua siswa di SMP Gakuen malah takut dan selalu menundukkan kepala mereka saat Nagi lewat.

Nagi mengubah posisi tubuhnya. Ia duduk menghadap orang tersebut dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan--datar tapi menyimpan rasa penasaran. Ia melirik name tag yang melekat di saku baju orang tersebut, tertulis nama Yoichi Isagi.

"Siapa Yoichi Isagi?" batinnya.

Isagi yang tadi sudah kalang kabut menurunkan tas punggungnya dan sibuk mencari-cari sesuatu di dalam tasnya tampak sangat fokus. Ia sampai tidak menyadari tatapan lekat yang diarahkan Nagi padanya.

Intimidasi (Rin x Isagi x Nagi)Where stories live. Discover now