Bab 24. Pemanasan

139 6 0
                                    

Sera sedang mematut diri di depan kaca saat Davi mengirim pesan. Suaminya minta maaf karena tidak bisa menjemputnya di rumah. Ia  membalas pesan akan menyusul ke kantor.

Kalau mau jujur, sebetulnya Sera malas menginjakkan kaki ke gedung milik keluarganya.

Bukan apa-apa, hatinya belum siap mengingat mendiang Mas Edric. Apalagi dengan sederet ucapan duka yang akan dikatakan oleh para bawahan Mas Edric.

Terakhir, Sera menyemprotkan parfum pada pergelangan tangan, belakang telinga dan di antara payudara. Gaun satin biru muda dan berdada rendah tercetak pas di tubuhnya. Sera juga membawakan setelan santai senada untuk Davi.

Perjalanan menuju kantor Davi tidak terasa karena Sera diantar supir keluarga mereka. Kedatangannya pun disambut ramah petugas security, resepsionis bahkan cleaning service.

Bahkan, ada satu pegawai cleaning service yang tidak memalingkan wajah saat mereka berpapasan di dalam lift. Sungguh aneh tapi Sera tidak mau pusing.

Davi yang kini menjabat sebagai CEO pengganti otomatis menggunakan ruang kerja milik mendiang Mas Edric. Sera menyiapkan diri sebelum masuk dan mengingat momen kebersamaannya bersama kakaknya.

Namun, tidak sesuai yang bayangannya semula. Kantor Mas Edric kini berubah hampir seratus delapan puluh derajat. Suasana gaya kantor industrial dan furniture yang minimalis seolah menerima kehadiran Sera.

Salah satu pegawai membantu membawakan setelan suaminya. Sera melewati ruangan dan memperhatikan desain kantor Davi yang baru.

"Gantung saja disana, Pak." Sera berkata ramah pada bawahan suaminya.

"Masih ada yang perlu saya bantu, Ibu? Ibu Sera, mau minum apa sambil menunggu Bapak?"

Sera menggeleng, "Bapak juga sepertinya tidak akan lama. Terima kasih sudah dibantu."

Wajah pegawai terlihat sumringah dengan keramahan yang ditunjukkan Sera. Jika biasanya wajah jelita istri atasan hanya bisa dilihat pada layar kaca, maka berbicara langsung merupakan kebanggaan tersendiri.

Semburat jingga memenuhi langit dari lantai tiga puluh yang masih dinikmati Sera dengan khidmat. Ruangan ini tempat Mas Edric menghabiskan setengah harinya, saksi bisu bagaimana kakaknya bekerja dengan keras untuk perusahaan keluarga mereka.

"Sayang, sudah lama?" Davi berdiri di ambang pintu dan menghampirinya.

Sera dapat merasakan tangan Davi melingkar di pinggang sambil memeluknya dari belakang. Suaminya kini seolah terbiasa memberikan perhatian melalui pelukan dan sentuhan kecil.

"Kamu jangan sering menangis, Sera. Mas ikut sedih." Davi menempelkan bibir tepat di belakang telinganya. "Kamu selalu wangi, Sera."

Desah pelan keluar dari mulut Sera. Kecupan kecil Davi menjelajahi leher jenjangnya. Dekapan lelaki itu pun semakin erat. Sensasi bibir Davi pun membangunkan bulu kuduknya.

Tangan suaminya menangkup sisi wajah Sera, berusaha menariknya semakin dekat. Bibir Davi kini mendarat di bibirnya. Sapuan yang lembut berhasil membuat Sera merasakan sesuatu lagi.

Liukan lidah Davi membangkitkan rasa debar yang aneh. Sera ingin menghentikan suaminya, meski sebenarnya ia penasaran dan menginginkan lebih.

"Mas, kita harus berangkat." Sera berkata lirih tanpa daya di tengah lilitan lidah suaminya.

Salah satu tangan Davi kini sudah bergerilya ke sisi payudaranya. Geliat dari tubuh Sera diartikan seolah ia mendamba lebih. Tidak salah juga tapi bukan tempatnya juga untuk melakukan hubungan suami istri di tengah kantor yang masih ramai.

"Mas," bisik Sera.

Ciuman Davi makin panas, Sera membuka mulut dan membiarkan lidah suaminya mencumbu. Tangan Davi kini makin berani, menangkup payudara dan memainkan puncak Sera dari balik gaun satinnya yang licin.

Desahan Sera makin memompa semangat Davi. Sekujur tubuhnya merasakan sensasi menarik dari belaian yang main intens, pemanasan di ruang kantor milik kakaknya sendiri.

Entah apa yang akan dilakukan Mas Edric, jika mengetahui adik kesayangan foreplay di meja kerjanya.

Tubuh Sera menggelenyar saat jari Davi mencubit kecil puncaknya dengan sengaja. Bukit kembarnya menegang, sela pahanya mendadak lembap, isi kepala seolah ikut mengawang.

Jari lentik Sera terbenam di rambut Davi yang tebal disertai desahan tertahan.

Argh.

Saat Davi memiringkan kepala dan hendak melumat bibirnya lagi.

Sera tersadar bahwa kondisi kantor masih ramai, ia mendorong pelan dada suaminya. "Mas, kita masih bisa lanjut di rumah nanti."

Davi terkekeh sambil menjauhkan bibir mereka. "Kamu terlalu menggoda, Sera."

"Lupa kalau kita harus ke acara Celia dan Om Theo?" Sera berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya.

Davi gemas sendiri. Ia membalas ucapan sang istri dengan menyelingi kecupan lagi di lehernya, "Salah sendiri bikin Mas kangen."

"Mas," gumam Sera pura-pura jengkel. "Riasan aku berantakan nih, harus touch-up lagi dong."

"Nanti malam lagi ya," balas Davi sumringah. "Kamu tadi janji loh, lanjut di rumah."

Sera bergidik dan berhasil menjauhkan diri dari suaminya. "Itu setelan bajunya digantung. Aku ke toilet dulu."

Davi menunjuk toilet khusus yang ada di ruang kerja miliknya.

Jari Sera mencubit kecil pinggang suaminya, "Nggak mau, ntar kebablasan."

"Kamu nggak mau temani Mas ganti baju," tawar Davi masih berusaha menawar.

Kepala Sera menggeleng tegas, "Kalau ditemani, ujungnya kita nggak berangkat."

Davi tergelak dengan jawaban istrinya. "Ya sudah, nanti malam ya."

Tangan Sera kembali ditarik pelan, Davi mendaratkan ciuman kecil di atas punggung tangannya. "Sepuluh menit, dandan nggak pakai lama."***

Add this book to your library! Love and Vote!

Bad CEO's Babymama [Tamat50BabFullKryaKrsa]Where stories live. Discover now