2

28.9K 427 8
                                    

Jangan lupa follow!!!!!!
.
.
.


Makan malam diisi dengan kesunyian, sudah menjadi kebiasaan keluarganya jika ketika makan tidak di perbolehkan untuk berbicara apalagi mengobrol, setelah makan malam Nuha dan anggota keluarganya duduk di ruang tamu sambil memakan buah.

"Yah, Bu sebenarnya ada yang mau Nara kasih tahu ke kalian, tapi kalian jangan tolak ya..." Ucap Nara.

"Ada apa teh??" Balas Ayah.

"Ibu Sama Ayah mau gak umroh??" Tanya Nara

"Ya, mau lah siapa juga yang gak mau ke rumah Allah!" Balas ibu

"Ya sudah kalau begitu, bulan depan ibu sama Ayah umroh gimana ???" Tanya Nara yang membuat seluruh anggota keluarga melihat ke arahnya.

"Jangan becanda atuh teh!" Balas sang ibu.

"Gak ada yang becanda Bu, Alhamdulillah, tabungan buat umroh ibu sama bapak sudah Nara siapkan jauh-jauh hari, gimana?? Ibu Sama bapak mau kan umroh??" Nara melihat ekspresi orang tuanya yang seakan-akan tidak percaya.

"Teh, Ayah sangat bersyukur punya anak seperti kamu, tapi nanti kalau uang kamu habis di pakai umrah bapak sama ibu gimana, itu uang kamu nak, bukan uang Ayah??" Selama ini Nara memang selalu melihat kerendahan hati dari kedua orang tuanya, bahkan bapak tidak pernah protes tentang bagaimana aku mengelola uang ku sendiri dan bapak juga tidak meminta sepeserpun uang ketika tahu aku sudah bekerja.

"Justru itu yah, Bu, Nara udah siapin ini jauh-jauh hari, Nara tahu keberangkatan haji ibu sama Ayah kan masih lama sepuluh tahun lagi, jadi apa salahnya kalau Ayah umroh dulu, insyaallah Nara masih punya simpenan Bu meskipun nantinya Nara harus ganggur di rumah!" Ibu dan bapak menangis memelukku, aku tahu tangis itu adalah tangis bahagia, jujur ini adalah harapan terbesar aku dan sekarang Allah kabulkan harapan itu.

"Tapi Ayah mau umroh setelah kamu menikah ya, biar Ayah tenang ninggalin kamu nanti" Deg... Sebenarnya aku sudah tahu jika pembahasan ini akan kembali di bahas, Nara tahu jika kedua orang tuanya menginginkan dirinya untuk segera menikah

"Yah, umroh kan cuman dua Minggu, lagian Nara nikah sama siapa coba??"

"Kalau untuk itu, sebenarnya dua bulan yang lalu sudah ada yang datang ke rumah untuk melamar kamu nak, dia laki-laki baik, agamanya strata sosialnya dan jug pekerjaannya" ucap Ayah dengan bersungguh-sungguh

"Kalau boleh tahu siapa pak laki-laki itu??"

"Abhi, putranya Bu Sari, kamu kenalkan? Dia Sekarang sudah menjadi kepala desa di sini, dia juga agamanya taat sekali" Ya, Nara tahu siapa laki-laki itu, meskipun jujur saat ini Nara lupa bagaimana wajahnya, karena setahu Nara laki-laki itu kuliah di Yogyakarta hanya itu.

"Ayah setuju kalau semisalnya mas Abhi itu jadi suami Nara??" Tanya Nar menyakinkan lagi orang tuanya.

"Tentu nak, orang tua mana yang tidak setuju melihat anaknya menikah dengan laki-laki baik"
Nara faham, apa yang Mejadi ke keinginan seorang ayah untuk anak perempuannya yaitu menikahkan anaknya dengan laki-laki yang baik.

"Ibu juga setuju, Abhi laki-laki yang baik dan juga Sholeh" ucap ibu

"Kalau semisalnya ibu sama Ayah setuju, insyaallah Nara terima Yah, Nara yakin apapun yang menjadi keputusan ibu sama Ayah Nara terima, karena ibu sama Ayah pasti tahu apa yang terbaik bagi Nara untuk kedepannya!" Dalam hati aku terus merapalkan doa dan berharap jika keputaran yang dia pilih kali ini benar, jujur saja dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.

"Makasih nak, makasih banyak..."
Ibu dan Ayah kembali menangis dan memeluk Nara.


__________

Mas Abhi (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon