26

6.8K 265 3
                                    


Masuk bulan ke delapan perut datar yang dulu selalu Nara jaga supaya tetap ramping kini sudah tidak berbentuk lagi, terkadang perempuan itu juga sering merasa lelah padahal baru berjalan beberapa langkah dulu ketika dia melihat saudara jauh nya hamil perutnya tidak terlalu buncit di kerenakan bentuk tubuhnya yang mungil.

Dan Nara bisa di katakan masuk kedalam kategori mungil tinggi nya saja hanya seratus enam puluh empat dan berat badannya dulu hanya empat puluh delapan, tapi Nara merasa heran kenapa bentuk perutnya terlihat lebih besar ketimbang perempuan hamil yang badannya kecil pada umumnya.

Meskipun begitu Nara merasa bersyukur karena anak yang ada dalam kandungannya itu selalu aktif dan sehat, selain itu Nara juga tidak merasakan ngidam yang aneh-aneh meskipun memang dia sering sekali merepotkan suaminya, tapi itu masih dalam bentuk wajar-wajar saja, bahkan dulu ketika dirinya masih di Jakarta dan salah satu teman perempuan satu divisinya yang sedang hamil itu ngidam melihat orang botak hampir setiap hari, belum lagi perempuan itu juga ngidam burger tapi toping nya dodol, mengingat kejadian dulu sering sekali terasa lucu, terkadang Nara juga berfikir jika ibu hamil itu ngidam nya selalu aneh-aneh tapi nyatanya dirinya tidak.

"Bu, ini Sihun ngantar jagung sama umbi-umbian katanya di suruh bapak simpem di gudang"
Nara yang tengah menikmati kue brownies itu terlihat menganggukkan kepalanya ketika melihat bi asih datang.

"Nanti kasih minum sama cemilan ya bi, sebelum pulang" bi asih mengangguk dan pergi ke arah dapur untuk menyiapkan teh dan juga cemilan.

Hampir setiap bulan memang Sihun dan juga beberapa pekerja lainnya sering datang untuk menyimpan hasil panen dari tanaman yang di tanam di kebun milik suaminya, baik itu buah, sayuran hingga umbi-umbian.

Terkadang saking banyaknya Nara hanya mengambil beberapa untuk di konsumsi dan sebagiannya lagi di bagikan kepada tetangga atau Nara berikan kepada ibu dan ibu mertuanya, mengingat jika mereka berdua pun mempunyai kebun kecil di halaman rumahnya sendiri sering kali ibunya menyuruh untuk membagikannya saja kepada orang yang lebih membutuhkan.

"Selain jagung sama umbi-umbian, lagi panen apa lagi di kebun?" Tanya Nara kepada laki-laki yang usianya di atas adik laki-laki nya.

"Masih ada pisang sama jambu teh, bapak bilang kalau pisang sama jambu nanti di jual saja soalnya pohon jambu ya juga berbuah lebat" Balas Sihun.

Nara memang selalu penasaran dengan ladang kebun milik suaminya meskipun pernah beberapa kali kesana rasanya masih belum puas karena Nara belum survei lebih banyak lagi tentang kebun tersebut.

"Emang nya pohon jambunya banyak?"

"Lumayan teh kira-kira ada lima belas pohon dan semuanya berbuah, kira-kira tiga mingguan lagi panen"
Nara mengangguk kecil

"Kerja di kebun seru gak sih Sihun?"
Nara sering sekali membayangkan jika dirinya di takdirkan untuk bisa punya perkebunan sendiri, mengingat background pekerjaan keluarganya yang berasal dari petani, sering sekali terbesit di hari Nara untuk bisa jadi juragan kebun, tapi meskipun begitu Nara juga sudah bersyukur jadi istri juragan meskipun gak jadi juragannya.

"Ya namanya kerja di kebun paling yang enak nya bisa ketemu sama orang-orang yang sudah saya anggap sebagai orangtua sendiri teh, apalagi bapak kan orangnya baik saja juga jadi segan kalau minta bantuan sama bapak"
Sihun memang pemuda yang baik, menjadi tulang punggung keluarga di usia muda bukan lah perkara mudah mengingat jika laki-laki itu masih harus menyekolahkan kedua adik-adiknya dan dia memilih untuk tidak melanjutkan sekolah karena kurangnya perekonomian.

"Syukurlah kalau gitu, saya jadi pengen main ke kebun lagi jadinya"

"Main aja teh, paling nanti habis lahiran kalau sekarang mah bisa-bisa repot nanti izin ke si bapak nya"
Nara sadar, jika keinginannya itu hanya akan membuat dirinya masuk kedalam amukan sang suami jika dirinya memaksa untuk pergi ke kebun

"Iya juga sih, nanti kalau kamu mau pulang sekalian bungkus aja kuenya buat kamu bekel ke kebun lagi, saya duluan masuk ke dalam ya"
Ibu hami itu memutuskan untuk masuk lagi kedalam rumah dan melanjutkan menonton tayangan serial drama Indonesia dengan toples berisikan kue di pangkuannya.

"Iya teh siapp"


.

Pagi tadi Abhi memang sudah memberitahunya jika dirinya akan pulang malam, Nara sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut tapi melihat kesibukan sang suami akhir-akhir ini membuatnya mengurungkan niat.

Sudah pukul sepuluh dan Nara masih juga belum mendapatkan kabar lagi dari Abhi, sehabis magrib tadi Abhi memang menelpon dia mengatakan jika dirinya akan pulang sekitar jam delapan dan sekarang sudah pukul sepuluh tapi laki-laki itu masih saja belum pulang.

Sebenarnya Nara engga untuk berpikir negatif hanya saja dirinya yang selalu terkesan mempunyai over thinking jadinya Nara masih saja berpikiran macam-macam, sambil menenangkan pikirannya Nara memutuskan untuk merebahkan diri dan memainkan ponselnya.

Namun Nara mendengar ketukan pintu kamar yang sampai akhirnya mau tidak mau perempuan itu turun dari kasur, di rumah ini sebenarnya Nara tidak sendiri ada bi asih yang di suruh suaminya untuk menginap malam ini, jadi Nara tidak begitu khawatir.

Ketika membuka pintu Nara melihat sosok adiknya Saka yang terlihat pucat dan wajahnya penuh ke khawatiran

"Kenapa dek??" Tanya Nara dengan penuh rasa keheranan melihat adiknya malam-malam datang.

"Teh, bang Abhi masuk rumah sakit" balasnya dengan nada yang mencekat, mendengar hal tersebut Nara terkejut setengah mati.

"Teteh tenang dulu ya, bang Abhi gak kenapa-kenapa ko, ayah sama yang lainnya sudah di rumah sakit"
Saka sebanyak enggan memberitahukan hal ini kepada kakaknya, tapi dia tidak ingin sang kakak berpikir buruk dan dia tahu berita ini dari orang lain jadi mau tidak mau laki-laki itu dengan perlahan memberitahu kakaknya

"Teteh juga mau ke rumah sakit pokonya!"
Perasaan Nara sudah tidak karuan lagi, tapi dia berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya sudah memberontak ingin menemui sang suami.

"Iya teh, tapi tenang dulu ya, ayah memang nyuruh aku buat gak ngasih tahu teteh, tapi aku juga gak tega kalau teteh gak di kasih tahu masalah ini sama sekali"
Saka masuk ke dalam kamar dan mengambil pakaian tebal yang nantinya bisa menghangatkan tubuh sang kakak

"Yaudah ayok, teteh mau ketemu suami teteh!!"
Perlahan Nara di papah oleh sang adik, mengingat jika sang kakak tengah mengandung Saka menjadi was-was dengan keputusannya memberitahukan keadaan kakak iparnya.

Perjalanan menuju rumah sakitterasa begitu panjang, sedari tadi Nara terdengar menggerutu bahkan leleh airmata sudah tidak bisa di bendung lagi, Nara terus memikirkan masih suaminya yang etanh bagaimana keadaannya sekarang.

Nara langsung berjalan dengan cepat ketika mobil sudah sampai di pelataran rumah sakit, Saka yang melihat itu langsung menyusul kakaknya, di ujung lorong terlihat ada beberapa orang polisi dan juga sang ayah yang tengah berbincang dengan para polisi tersebut.

"Saka, ayah sudah bilang jangan kasih tahu dulu kakak kamu" ucap sang ayah, sementara Saka hanya menunduk lirih.

"Yah, suami ku mana? Dia baik-baik saja kan?" Air matanya lagi-lagi jatuh, Nara menangis tersedu-sedu di hadapan sang ayah.

"Suami kamu gak papa teh, dokter bilang besok pagi sudah siuman" melihat waja sedih putrinya membuat laki-laki setengah baya itu merasakan rasa sedih yang sama juga.

"Kenapa mas Abhi bisa seperti ini yah, tadi dia baik-baik saja dan kami juga sempat telponan" desak Nara

"Mobil suamimu di tabrak, polisi sedang menyelidiki kasus ini kamu tenang saja ya"
Bagiamanapun Nara sama sekali tidak bisa tenang, mengingat jika suami yang sangat dia cintai kini terbaring di brankar rumah sakit.









..

Bonus tengah malam ini, seperti biasa author lagi plin plan jadinya up sesuka hati, tapi tenang dalam beberapa hari ini (mungkin kalau gak mager) aku bakalan tamatin cerita ini

Jangan lupa follow

Mas Abhi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang