Bab 3: Hazel

116 28 41
                                    

"Pokoknya, kalau kamu tidak lekas mencari pacar sesuai syarat dari kakek, brosur itu akan terus tersebar." Sambungan telepon terputus sepihak.

Seperti situasi déjà vu yang dialami seseorang, Raga Tatkala Juang, pria berumur 33 tahun itu baru saja mendapati brosur yang ditempelkan pada tiang listrik dekat rumah makan padang langganannya. Persoalan akan lain jika brosur itu tentang sedot WC atau pencarian orang hilang, masalahnya, brosur itu perihal dirinya yang sedang mencari jodoh. Bersyukur hanya identitas singkat dan nomor telepon yang terpampang, dengan sederetan syarat jenaka perihal ciri-ciri wanita yang dicari.

Raga mengkerutkan kening sambil meremas brosur dengan kesal, ia masuk ke dalam mobil venturer miliknya pada bagian penumpang lalu bersandar, memiji-mijit pelan pangkal hidung. Sungguh kentara jika pria itu sedang dipusingkan oleh sesuatu.

"Jalan, Pak," titah Raga kepada supirnya sambil melempar brosur dengan asal ke tempat duduk sampingnya yang kosong.

Ada beberapa telepon masuk dari orang yang tidak dikenal, pantas saja akhir-akhir ini banyak sekali wanita aneh yang gencar menelpon Raga. Mulai dari tante-tante girang, sampai anak sekolahan yang mengajukan diri menjadi sugar baby. Ternyata semua kegaduhan itu ulah dari kakeknya, Prayan. Tidak disangka, Prayan sungguh melancarkan aksinya hingga senekat itu, seakan nyawa Raga sedang dalam ambang antara hidup dan mati jika tidak segera mendapat pacar.

Di perjalanan, Raga memperhatikan gawai, ia login ke sebuah aplikasi pencarian jodoh. Satu nama menarik perhatian, indikator hijau seketika muncul di sebelah foto profil yang sedari tadi ia tunggu pesannya. Gadis berwarna mata hazel, sama sepertinya, dengan senyuman yang menurutnya cukup manis dan terkesan lugu. Sampai-sampai tanpa ia sadari, seulas senyum tipis terukir pada paras.

Gadis di depan toko roti.

Detik selanjutnya, senyum itu harus sirna kala tubuh Raga tersentak maju karena supir yang mengerem mendadak.

"Duh, mohon maaf Pak, ada yang tiba-tiba menyeberang." Supir itu hendak turun karena merasa menabrak seseorang, Raga pun memintanya untuk membubarkan orang-orang yang mulai berkerumun, lalu segera turun untuk langsung menengok kondisi orang yang tertabrak.

"Mohon maaf ya Mbak, mari saya bantu."

Raga dengan sopan coba membantu gadis itu untuk berdiri, perbedaan tinggi diantara keduanya membuat Raga harus menunduk. Waktu seakan terhenti, Raga tercenung, tahu betul siapa gadis itu, lalu Hening merasa familier dengan rupa Raga. Sedangkan Pak supir masih sibuk membubarkan orang-orang, dibantu oleh satpam dari salah satu toko di sana.

Hening sendiri seperti diberi opsi ketiga saat itu juga.

"Ah, ponsel saya!" Hening tersentak, sambil berpegangan pada lengan Raga, gadis itu terlihat panik mencari gawainya yang tadi terjatuh.

"Itu di sana, biar saya ambilkan." Raga beralih untuk mengambil gawai milik Hening yang terjatuh tidak jauh dari mereka berdiri.

Hening mengikuti arah pandang Raga, lalu mengangguk pelan. Kakinya terasa berdenyut, saat dicek, ternyata muncul lebam kecil pada betisnya.

"Ini, Ning." Raga memberikan gawai itu kepada Hening yang belum menyadari panggilan terhadapnya.

Buru-buru Hening menerima gawai itu. "Terima kasih, Mas." Gawainya masih aman, karena terlindung dengan casing tebal. Hening pun menghela napas lega, lalu masih sempat-sempatnya membuka aplikasi pencarian jodoh untuk mengetik pesan balasan ke Gara.

Gawai Raga bergetar, ia mengeluarkan benda itu dan mengecek ada sebuah pesan masuk dari Hening. Ia menyilangkan kedua tangan, menatap Hening yang memasukkan gawainya ke dalam tas.

MitambuhWhere stories live. Discover now