52; unexpected find

23 7 4
                                        

•••52

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••
52.

Usai menyebutkan nama orang yang akan ditemuinya, pramasuji itu dengan sopan meminta Nara mengikutinya. Begitu sampai di bilik ruangan bernomor tiga, ia dipersilakan masuk.

"Tuan Halim sudah menunggu nyonya di dalam."

Nara menggeser pintu, bersamaan dengan itu terlihat pria berjas hitam mengulum senyum kepadanya. Nara kemudian duduk pada bantalan di atas karpet bermotifkan bunga sakura. Tempatnya berada sekarang merupakan restoran Jepang yang penyajian makanannya sangat berbeda dengan Indonesia. Di atas meja sudah terhampar aneka hidangan di antaranya sushi, shabu-shabu, tempura, unagi, yakisoba dan teppanyaki.

"Berhentilah menatap kesal begitu," ucap Halim menyadari Nara bersikap tak ramah terhadapnya. "Matamu seperti akan keluar laser."

"Bagaimana aku tidak kesal, hukuman yang kau berikan pada anak-anak nakal itu sama sekali tidak masuk akal," gerutu Nara pada pria yang merupakan kepala sekolah Jior School Academy. Dia langsung meminta bertemu karena tak senang dengan hasil persidangan pagi tadi.

Halim mengangkat sumpit di depannya, sebelum itu ia melepaskan jasnya agar lebih leluasa dalam bergerak. "Makanlah dulu, aku lapar sekali karena sejak pagi mendengar protes sana-sini."

Nara dengan tangan bersedekap tampak tak berminat.

"Oh, ayolah! Kamu tahu aku, mana mungkin aku melakukan sesuatu tanpa pertimbangan yang matang," ujar Halim berusaha membujuk. "Setelah makan aku akan menceritakan alasan dibalik keputusanku. Oke?"

Akhirnya Nara luluh lalu ikut melahap makanan bersama Halim. Belasan menit pun berlalu selepas itu.

"Tunggu, apa aku tidak salah dengar?" seru Nara tertegun. Halim baru saja memberitahu alasannya tidak membawa kasus Damian CS ke ranah hukum.

"Benar, kamu tidak salah dengar. Korban sendiri lah yang menginginkannya."

"Tapi bagaimana bisa Alan melakukan itu?" tanya Nara masih tidak habis pikir.

"Entah dari mana dia tahu nomor pribadiku, tapi kemarin dia menelepon dan meminta agar para pelaku cukup dikeluarkan saja," jelas Halim dengan pembawaannya yang tenang. "Hei, dengar! Cukup melihat video kekerasannya saja aku sudah ingin menelepon polisi. Kau pikir mana tega aku melepaskan pelaku begitu saja? Bukan hanya kamu yang menyayangkan keputusanku sendiri, aku juga."

Nara tampak merenung sejenak. "Tapi apa alasan Alan melakukannya?"

Halim minum air seteguk sebelum menjawab.

"Aku juga penasaran makanya aku bertanya padanya. Kata anak itu, dia melakukannya untuk dirinya sendiri. Mungkin melegakan melihat orang yang memukulinya tak bisa hidup bebas, tapi anak itu berkata ingin hidup tenang. Jika para pelaku di penjara misalnya, tak ada jaminan mereka bertobat. Bisa jadi mereka semakin benci padanya dan menaruh dendam setelah keluar. Selama Damian tidak mengganggunya lagi, Alan merasa itu lebih dari cukup."

LINKED; || bertautan;Where stories live. Discover now