Part 11

12.2K 574 24
                                    

***

"Jagain lukisan papa Loly, papa suka banget melukis. Dan lukisan kita berdua ini adalah lukisan yang paling berharga dan paling berarti untuk papa. Papa sangat menyayangi kamu nak, kamu adalah bidadari papa, hanya kamulah satu-satunya harapan papa."

"Papa!"

Lovely terbangun dari mimpinya, mimpi yang seperti nyata membuatnya tanpa sadar mengeluarkan airmata. Tadi barusan ia bermimpi bertemu dengan Rony, ayah angkatnya. Rony menyuruh Lovely untuk menjaga lukisan-lukisan peninggalannya. Hal itu tentu saja membuat Lovely teringat akan ibu serta kedua kakak angkatnya yang mengancam akan membakar semua lukisan-lukisan milik Rony.

Waktu kini sudah menunjukkan pukul empat sore, itu artinya Lovely harus cepat-cepat pergi ke rumah Belinda. Tunggu! Dimana ponselnya?

Lovely celingukan mencari ponselnya namun ia tak kunjung menemukannya. Dan sekarang Lovely baru ingat jika ponselnya dibawa oleh Daven. Astaga! Bagaimana ini?

"Aku harus pergi sekarang, aku nggak punya banyak waktu lagi." Gumam Lovely sembari mencabut infusnya secara paksa. Wanita itu lalu merogoh saku celananya, dan untung saja ia membawa kartu unlimited yang Daven berikan padanya kemarin.

Lovely bersyukur karena keadaannya semakin membaik sekarang. Kepalanya sudah tidak terlalu pusing dan demamnya juga sudah turun. Wanita itu melihat tidak ada satupun orang yang menunggu dirinya. Lovely pun segera pergi begitu saja, ia memakai Hoodie supaya perawat tidak sampai mengenalinya.

***

Daven sendiri segera pergi ke rumah sakit setelah mendapat telepon dari Renata. Ia ingin melihat Lovely, ia ingin memastikan keadaan istrinya itu dulu. Rasa khawatir dan bersalah itu bercampur menjadi satu membuat Daven merasa sangat frustasi.

Setelah tiba dirumah sakit, ia pun segera turun dan menuju IGD dengan terburu-buru. Daven lalu bertanya pada resepsionis dan benar saja, istrinya sudah dibawa keruang perawatan dan harus dirawat selama beberapa hari.

Daven lalu segera menuju ruang perawatan Lovely, namun ditengah jalan tiba-tiba saja ia bertemu dengan Sonya.

"Dave! Daven kamu datang?" Tanya Sonya dengan tatapan terkejut.

"Mbak Sonya?" Bukan hanya Sonya, tapi Daven juga cukup terkejut dengan kehadiran Sonya.

"Kamu kemana aja sih? Kan kamu tadi yang antar Loly, tapi kenapa kamu malah pergi dan biarin dia sendirian?" Tanya Sonya.

"Mbak tau Loly dirawat disini?"

"Gimana mbak nggak tau orang mbak yang jagain dia. Apalagi dia sekarang lagi ha-" hampir saja Sonya keceplosan.

"Loly kenapa mbak? Apa kondisinya sangat parah?" Tanya Daven dengan penuh rasa khawatir.

"Nggak kok Dave, nggak terlalu parah. Dia hanya demam, tapi demamnya cukup tinggi, dia kelelahan karena kurang istirahat." Jelas Sonya dan Daven pun sepertinya percaya saja.

"Dia memang bekerja ditempat Nando sekarang." Gumam Daven membuat Sonya memicingkan mata.

"Untuk apa dia bekerja Dave? Mbak selama ini nggak pernah tau kalau Loly kerja ditempat Nando."

"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang mbak. Aku ingin segera menemui Loly."

"Ya udah bareng sama mbak, mbak juga mau cek keadaannya. Tadi dia sendirian dan ketakutan, untung dia ketemu sama mbak."

Mendengar itu Daven tak bisa menjawab apapun, ia terlalu merasa bersalah karena meninggalkan Lovely sendirian. Mau mengakui kesalahan tapi pria itu punya gengsi yang setinggi menara Eiffel.

UNCLE DAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang