2

25.1K 562 5
                                    

"Peraturan aneh," desisnya, kala Baskara benar-benar meninggalkan rumah dengan setelan jaket hitam dan celana panjangnya itu.

Dering ponsel berbunyi. Menampilkan nama 'Bas' di sana. Apalagi ni orang?! Batinnya kesal.

"Apa!"

"Helm gue ketinggalan. Tolong ambilin."

"Punya kaki, kan? Ambil sendiri, lah."

"Lo lup--"

"Iya, iyaa! Tunggu bentar."

Dengan kesal ia mematikan ponsel dan beranjak dari kursi yang berhadapan dengan meja pantry.

Tangannya meraih knop pintu kamar milik Baskara. Aroma parfum maskulin sangat menyengat.

Sejenak otaknya lemot akibat parfum yang semakin lama tercium semakin enak.

Ia kembali fokus dan melangkah menuju lemari kecil dekat televisi. Meraih barang yang dituju, dan melangkah cepat menuju Baskara.

"Nih," ucapnya, dengan wajah sungut kesal. Menyodorkan helm pada Baskara yang tengah fokus mengetik sesuatu di ponsel.

"Pakein."

Serana mendengus.

"Serana."

Dengan terpaksa ia mendekat, satu tangannya meraih pundak Baskara, dan mengarahkan tubuh lelaki itu menghadapnya.

Ia berjinjit untuk memasukkan helm pada kepala Baskara. Mati-matian hidungnya tidak mengendus parfum lelaki itu.

"Udah," ketusnya. "Sama-sama." Matanya melirik sinis Baskara yang masih fokus dengan ponsel.

Baskara menghentikan jemarinya mengusap layar, lalu menyimpan ponsel pada saku celana panjang berwarna hitam. Ia menarik tangan Serana dan mengecupnya singkat.

"Nanti gue bawain makanan."

Sial. Baskara pasti tahu kelemahan Serana. Bukan karena perlakuannya. Tapi makanan yang akan dibawa nanti. Ia sudah membayangkan itu semua.

Tidak ada jawaban dari Serana yang terus fokus menatap spion motor harley milik Baskara.

Tak!

"Sssh! Sakit tauu!" pekik Serana, mengusap-usap dahi yang disentil oleh Baskara.

"Mau atau enggak gue bawain makanan?"

"Ya, mau lah. Udah, ah, sana. Hussh! Husssh! Awas aja kalau lo pulang di atas jam sebelas. Gak bakalan gue bukain pintu," ancam Serana, menuai lirikan singkat dari Baskara yang sudah menangkring di atas motor.

"Gue bisa nginep di hotel."

Serana hampir menautkan kedua alisnya. Ia melayangkan satu pukulan pada lengan Baskara yang dilapisi jaket kulit berwarna hitam.

"Yaudah! Terserah! Gue bakal--" Satu tangannya tergerak pada leher Baskara, seolah tengah memotong leher lelaki itu.

"Nanti lo jadi janda. Gue bisa nikah lagi," sela Baskara cepat meledek, sebelum Serana berucap aneh.

•••••

Mengurus kucing kesayangan Baskara yang tidak ada tandingannya itu sangatlah geli dan menjijikan.

Semua rasa bercampur aduk, saat melihat kotoran Zera--kucing satu-satunya milik Baskara sedari SMP--ada di baskom kotak berisi pasir.

"Lama-lama gue buang juga ni kucing," gumamnya, sambil menuang makanan, dan beranjak dari lantai.

Melangkah menuju dapur, dan memasak air untuk membuat teh manis hangat.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang