9.6K 283 3
                                    

"Kalau lo masih mau bertahan sama dia, silakan."

Baskara menghela napas dalam. Terus menatap lurus pada gelombang air yang begitu tenang di kolam renang.

"Tapi inget, gua sama Petro udah nawarin cara biar lo gak kena karma," sambung Pura.

Pagi kali ini, Baskara benar-benar tidak pulang ke rumah. Sebab ia takut pada air mata Serana. Takut perempuan itu menangis lagi sebab ulahnya.

Hatinya tidak kuat melihat itu semua. Tapi entah mengapa, dirinya begitu sulit melepas Raska.

"Raska itu masa lalu gua. Sebelum nikah juga, gua udah hargain kehadiran lo."

Ucapan itu seolah hilang dan mulutnya merasa tidak mengucapkan itu. Sekali lagi, Baskara menghela napas dalam.

"Woy! Tumben lo udah pada bangun!" teriak Petro, mengagetkan kedua lelaki itu.

Baskara menoleh singkat seraya berdecak pelan. "Lo masih mabok, Pet."

Petro tertawa lepas. "Itu mah elo, Bass! Nih, ya, liat aja. Lo masih belum bisa milih antara Serana apa Raska. Ya, kan, Pur?"

Pura terkekeh singkat, menganggukkan kepala, menyutujui ucapan Petro. Lelaki itu akhirnya memberi sebatang rokok pada Baskara.

"Gua gak semiskin itu," ucapnya dengan nada dingin, membuat Petro dan Pura saling melempar tatap.

"Susah, ya, Pet, kalau lagi mabok cinta. Yang satu maunya dipanggil sayang, yang satunya gak mau dipanggil sayang," cibir Pura, mendapat tatapan tajam dari Baskara.

"Pulang, gih. Kasian sama bini lo. Pasti dia khawatir lo gak pulang-pulang," usul Pura.

Hati kecil Baskara bertanya-tanya, apa benar gadis itu khawatir padanya? Tapi satu pesan pun tidak ada. Apalagi panggilan telepon.

Ini kali keduanya malam minggu Baskara tidak ada di rumah. Seharusnya Baskara mengajak Serana jalan, layaknya pasangan pada umumnya.

Tapi lihatlah, dirinya masih labil dan belum bisa meninggalkan kegiatan nongkrong dengan temannya yang tidak pernah absen setiap malam Sabtu dan Minggu.

•••••

Langkahnya benar-benar baru masuk ke dalam rumah. Tapi ia sudah disuguhi dengan pemandangan yang begitu mengetuk pintu hati kecilnya.

Serana tertidur di atas sofa dengan daster, ditambah lagi dengan televisi yang masih menyala. Menyiarkan berita terkini.

Kedua lututnya ditekuk. Berjongkok tepat di hadapan wajah Serana yang begitu damai.

Cantik. Batinnya memuji, memberi seulas senyum yang amat singkat.

Perlahan tangannya terulur mengusap lembut pipi gadis itu. "Udah inget jalan pulang?" tanya Serana pelan, dengan nada khas bangun tidur.

"Maaf."

Mata indah itu perlahan terbuka. Menatap manik Baksara yang ternyata melemahkan benaknya. "Basi."

"Jalan, yuk?"

Serana mengernyit. Sedangkan tangan Baskara merambat mengusap bibir perempuan itu. "Tangan lo," ucap Serana mengingatkan.

"Ayo, makanya jalan sama gua. Mau, kan?"

"Ogah," balasnya ketus, mendapat hadiah cubitan pelan di bibir oleh tangan Baskara. "Sssh ... sakit tau! Ngeselin banget, sih!"

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang