4

13.8K 369 0
                                    

"Baskaraa! Bangunn! Udah jam setengah tujuhh!" teriakan Serana kencangnya melebihi jam weker.

Di dalam kamar, perlahan ia menyingkap bedcover berwarna putih, lalu mengusap wajahnya dengan mata yang masih setengah terpejam.

Gedoran pintu kamar terus berbunyi. Mulutnya berdecak pelan sebelum beranjak dan menghampiri Serana.

"Bisa santai gak?" ketus Baskara.

Pintu kamar itu kembali tertutup, menuai tatapan bingun dari Serana. Tumben ganas. Biasanya nyium sana-sini. Batinnya heran.

Eh?! K-kok ... kok gue?!

Kenapa ia jadi berharap Baskara menyambut pagi dengan kecupan di dahi dan pipinya?

Serana menggeleng kuat. Otaknya mulai tidak waras. Ia segera melangkah menuju ruangan khusus baju yang sudah digosok.

Mengambil kemeja putih dan dasi biru. Tidak lupa juga dengan tas laptop yang ada di dalam ruangan kerja.

Tangannya membuka knop pintu. Ia masuk ke dalam kamar Baskara yang monoton.

Menaruh pakaian di atas kasur, dan melangkah menuju dapur. Menyiapkan sarapan dan melanjutkan memotong buah-buahan.

Beberapa menit kemudian, sebuah tangan melingkar di pinggangnya. "Lepas, ih. Geli tau." 

"Enggak mau," balas Baskara yang masih terdengar dingin, tapi lelaki itu mengecup singkat pada ceruk leher Serana.

Secepat kilat Baskara menjauh, agar sang empu tidak melayangkan pisau kepadanya.

"Suapin, dong," pinta Baskara, yang sudah duduk di kursi, berhadapan dengan meja makan.

"Gak ada suap-suapin. Lo punya tangan, Baskara. Selama ini tangan lo dipakai buat apa coba, hah?"

"Vcs."

"Bagus. Pantesan aja lo betah nongkrong di luar. Ternyata vcs."

Baskara tersenyum simpul mendengar jawaban Serana yang sesuai dugaannya. Pasti perempuan itu cemburu.

"Gue sama sekali gak cemburu," ucap Serana dengan cepat yang duduk di hadapan Baskara.

Kini tangannya bergerak menuang air ke dalam gelas tanpa ekspresi, dan terlebih lagi tidak melirik sedikit pun pada Baskara yang duduk di hadapannya.

"Lo bisa jajan sepuasnya. Minum sebanyak-banyaknya."

Serana menatap singkat Baskara yang tengah menatapnya juga. "Tapi jangan harap Zera bakal hidup."

•••••

Setelah Baskara berangkat dan meninggalkan sejenak rumah, Serana kebingungan sendiri ingin mengerjakan pekerjaan rumah mana lagi, jika kemarin sudah selesai semuanya?

Tidak lama terdiam di tepi kasur, mendadak ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan video call dari Baskara.

"Apa!" balasnya ketus, dengan wajah sinis.

"Galak banget, sih, Sayang. Mana, Zera? Gue lagi kangen banget sama dia."

Serana berdecak. Dengan malas ia melangkah keluar kamar, menuruni anak tangga, dan mengarahkan kamera belakang ponsel pada kandang Zera.

"Cantik banget, Zera. Yaudah.
Makasih."

Panggilan diputus sepihak oleh Baskara. Melihat itu, Serana berdecih kesal.

BASKARA [END:REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang