AKU INGIN MENJAGAMU

11 2 0
                                    

Lycia mengikuti ibunya, karena melihat darah di tangan bercucuran dengan deras. Air mata Lycia terjatuh melihat ibunya terluka, dia segera mencari kapas, dan memberikan pada ibunya. Ratih menepis kapas yang diberikan Lycia, banyak hal yang tidak dimengerti oleh gadis kecil itu, dia selalu berusaha berbuat baik tapi orang disekitarnya tidak pernah menghargainya.

"Aku boleh bantu ibu ?" tanya Lycia, ibunya hanya membuang wajah, perlahan pergi ke kamarnya. Suara ribut mulai terdengar, nyonya besar seperti marah dan kecewa.

Lycia mengintip diam-diam, untuk pertama kalinya dia melihat idolanya marah. Nyonya besar mengumpulkan ibu dan ayah, serta suaminya dan pembantu lainnya di ruang tengah.

"Aku tidak menyangka kau tega menggoda suamiku," ucap nyonya Monica pada Ratih, ibu Lycia hanya diam menunduk.

Suaminya melotot melihat ke arah Ratih, perasaan kesal itulah yang bisa dilontarkan sekarang, melihat bagaimana nyonya besar begitu marah, dia memaki, teriak, menunjuk, lalu pergi meninggalkan ruang bicara. Suami nyonya besar lari mengikuti istri tercintanya, suami ibu Ratih menarik tangan istrinya ke arah kamar mereka, di dekat gudang.

Mereka cekcok, suaranya cukup besar. Lycia mendekat mencoba mendengarkan, apa yang sedang mereka bahas. Lycia mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit, ayah dan ibunya bertengkar hebat.

"Pah, aku engga ada selingkuh, atau menggoda tuan besar, kamu engga percaya sama aku ?" tanya Ratih sambil bercucuran air mata, suaminya semakin emosi tidak percaya.

"Apa maksudmu nyonya Monica berbohong ? Kamu buktinya satu kamar dengan Tuan Desmon, jadi apa yang dikatakan oleh nyonya Monica itu salah ? atau matanya sudah buta ?" ucap pria itu dengan kesal, bercampur emosi, hatinya berkecamuk karena tidak percaya istrinya mengkhianatinya.

Ibu Ratih terus menangis, menggelengkan kepala. Dia merasa bahwa ini semua salah paham, Lycia masih mengintip, hingga ia menyaksikan ayahnya menampar ibunya, dia terkejut dan ingin masuk ke dalam.

"Aku hanya mengingatkan kalau dia tidak boleh menggugurkan bayinya, meskipun dia wanita karir. Dia tetap perempuan, pasti akan memiliki anak, dia itu.."

"Heh ngapain kamu di situ !" ucap seseorang mengejutkan Lycia, dia menoleh dan melihat kakaknya yang menyebalkan berdiri tepat di belakang.

Lycia mengabaikan, tetapi Deswita menarik paksa tangan adiknya, dia memeluk Lycia. Perlahan melepaskan pelukan, lalu menarik tangan adiknya untuk berjalan menuju ke arah taman. Lycia berusaha melepaskan genggaman tangan kakaknya, tapi Deswita tetap menarik paksa.

"Anak kecil tidak boleh menguping pembicaraan orang dewasa, kamu melanggar privasi," ucap Deswita, mengajak adiknya duduk pada ayunan di taman. Adiknya masih terdiam, dibenak Lycia kakaknya tidak perduli sama sekali apapun tentangnya.

"Kau harus berterima kasih padaku, aku menyelamatkanmu malam ini." Ucap Deswita mulai mengayunkan ayunan yang didudukinya di taman, Lycia hanya menaikkan alisnya. Lalu dia bertanya,

"Kenapa harus berterimakasih padamu ?" Lycia menatap kakak perempuannya.

Deswita menarik nafas panjang, melihat adiknya kebingungan.

"Aku menjagamu dari hal buruk, ingat ya perkataanku ini. Jangan suka berekspektasi lebih pada orang lain, mungkin kamu melihat seseorang sempurna, tapi yang kamu lihat sempurna hanya sisi kecilnya saja, bukan sisi terdalamnya. Jadi jangan kecewa kalau kamu melihat sisi terdalam seseorang," ucap Deswita lagi, dia ingin agar adiknya tidak merasa sedih dan kecewa melihat orang tuanya bertengkar, dia berusaha menghibur adik kesayangannya.

Lycia hanya senyum kecut, dia merasa bahwa Deswita menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi dia menuruti perkataan kakaknya untuk tidak mengikut campuri urusan orang tua. Setelah beberapa jam Deswita mengajak adiknya kembali ke kamar, kali ini Deswita menggandeng tangan adiknya, awalnya Lycia merasa aneh, tapi dia biarkan semua berjalan dengan spontan.

Mereka sampai di kamar, Lycia mencuci tangan dan kaki, serta gosok gigi. Begitu juga dengan Deswita, Lycia mengambil selimut dan tidur di lantai seperti malam-malam sebelumnya, Deswita menatapnya dengan hibah.

"Sini tidur di atas, bagaimanapun juga kamu tetap adikku." Lycia terkejut dengan respon kakaknya yang mendadak baik padanya, tidak pikir panjang dia langsung naik dan memeluk kakaknya dengan posisi tertidur.

Malam itu menjadi malam yang cukup baik bagi Lycia, karena dia bisa tidur di kasur dan sedikit akrab dengan kakaknya. Besok mereka berangkat sekolah, Deswita berjalan menyalam tangan ibunya, dia melihat beberapa luka di tangannya, ibunya berusaha menutupi. Deswita paham itu pasti perlakuan ayahnya, deswita berpikir bahwa adiknya tidak boleh melihat ini.

Ayah Deswita keluar dari kamar, memberi kedua anaknya masing-masing sepuluh ribu rupiah. Dia menatap kedua anaknya dengan kesal, "Berangkat sendiri, pulang sendiri. Hari ini nyonya besar tidak mengizinkan kami kemana-mana sampai ibumu mengaku dan minta maaf."

Deswita dan Lycia terkejut, batin Deswita "tapi sepuluh ribu rupiah mana cukup untuk pulang pergi."

Deswita menarik tangan Lycia, dia mengajak adiknya berjalan kaki berdua. Mereka mencari angkutan umum menuju ke sekolah, tapi tidak ada angkutan umum yang kunjung lewat. Dengan pasrah mereka berdua tetap berjalan kaki, matahari mulai naik pada pukul tujuh pagi, baju seragam putih merah mulai basah oleh peluh mereka.

Mereka baru melalui seperempat jalan, beberapa saat ada mobil berhenti dekat mereka, seseorang membuka mobil. Lycia tersenyum puas, dia melihat Chris di bangku depan.

"Pah, ini temanku. Bolehkan ke sekolah bersama ?" tanya Chris pada ayahnya, ayah Chris tersenyum lalu mengangguk. Kemudian Deswita dan Lycia menaiki mobil Chris, Deswita mengerutkan dahi, dia tidak menyangka adiknya memiliki teman.

Ayah Chris terus melihat ke arah Lycia dengan perasaan penasaran, dia heran kenapa wajahnya aneh. Tatapan itu segera berakhir ketika mereka sudah sampai di sekolah, Deswita dan Lycia mengucapkan Terimakasih pada ayah Chris, ucapan itu dibalas dengan angukan dan senyum. 

Mereka segera memasuki kelas masing-masing, suasana di kelas menjadi hening. Setelah kejadian Vito tidak ada seorangpun yang ingin mengobrol, menyapa, ataupun mengejek Lycia, guru di sekolah juga kehilangan rasa tertarik pada Lycia. 

Pelajaran mulai membosankan, di tambah banyak masalah yang mulai terjadi di rumah nyonya besar. Tidak terasa sudah pulang sekolah, seseorang memanggil Lycia, suara itu sudah familiar, dia adalah Chris. 

Mereka bermain bersama dengan teman-teman Chris yang lain di tempat seperti biasa. Deswita berjalan menuju kelas adiknya, dia melihat beberapa anak, tidak ada adiknya. Dia memutuskan untuk segera pulang berjalan kaki, sedangkan Lycia dia sedang tertawa bahagia, baru kali ini dia merasa bahagia sekali. 

Lycia mengambil beberapa foto bersama teman-temanya, lalu mengunggah ke media sosial. 

"Lycia, jalan-jalan yuk rame-rame. Pasti lo suntuk di rumahkan ?" tanya salah satu teman Chris bernama Cleo. 

Lycia menolak, karena dia sadar tidak punya uang. Cleo duduk di sebelah Lycia lalu merangkulnya, dia tertawa keras seperti ingin memberikan sesuatu.

"Gue punya cara menarik untuk dapat duit," Cleo tersenyum dengan manis melihat ke arah Lycia. 

"Apa itu ?" balas Lycia penasaran.

Skizofrenia : Sinking de HumanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang