Yehezkiel

7 2 0
                                    

Tidak pernah ada yang tau kejutan selanjutnya, terkadang kita merasa semuanya yang terjadi di hidup kita sudah baik-baik saja tampa berfikir mungkin ada yang harus kita antisipasi.

Seperti kejadian hari ini, sekelompok polisi berjalan mengetuk pintu rumah, Ratih melotot dengan sigap bersembunyi di kamar.

"Apakah Sri melaporkan keberadaanku ?" cetus Ratih yang sekarang menggunakan nama Monica.

"Sialan kau Sri, awas saja kau !" Umpat Ratih mengepal tangan bersembunyi di dekat lemari.

Tok tok tok

Ketukan pintu terdengar tidak ramah dan tergesa-gesa, jantung Ratih berdegup kencang.

Ratih berusaha memikirkan agar keluar dari rumah itu, sekujur tubuhnya berkeringat hebat, bibirnya menjadi pucat, adrenalin dan rasa takutnya mulai bangkit kembali.

Terdengar suara teriakan Sri menghadang polisi, dengan penuh rasa tanya dan binggung.

"Apa yang terjadi !" bentaknya dengan ekspresi kaget serta ketakutan.

Ratih mendengar samar suara teriakan tersebut, dari situ dia menyimpulkan bahwa sebenarnya Sri juga tidak mengetahui bahwa polisi akan datang.

Pertolongan Tuhan akan selalu datang tepat waktu, terlebih dalam konteks kehidupan.

Tidak ada satupun luput oleh-Nya, jika manusia mau bersandar pada Tuhan, namun sering kali hal itu terlalu sulit, disaat manusia mendapatkan ujian hidup.

Fiony berlari menerobos lautan manusia, mereka tengah berbisik mengenai Yehezkiel yang ternyata seorang pengedar.

Bagi Fiony kecil ini semua hanya peristiwa yang tidak pernah dia pahami, kenapa, siapa, bagaimana, mengapa ?

Bola matanya terkejut, melihat Deswita tengah menangis histeris membopong Ratih.

"Sini Lycia, tolong ibu !" suara Deswita nyaring begitu jelas terdengar.

Fiony berjalan seperti tertatih tidak menyangka melihat Deswita, seribu tanya berkeliaran bak menghantui.

"Lycia, sini buruan !" bentak Deswita melotot.

"Bodoh, cepat tolong sana dia Deswita," bayangan hitam muncul begitu saja berbicara, entah dia siapa.

"Lycia inikan bodoh, mana berani dia menolong kakaknya," sahut yang lainnya, Lycia berusaha mengalihkan suara yang sangat terasa jelas itu.

"Aku berani !" bentak Fiony, segera berlari menggapai Deswita.

Fiony meraih lengan gadis itu, saat ia menoleh, semua segera sirna.

Dia adalah Kathrine, bukan Deswita. Fiony mengedipkan matanya mencoba meyakinkan sekali lagi, bahwa yang dihadapanya adalah Kathrine bukan Deswita.

Kathrine tengah menangis berlinang air mata, melihat Yehezkiel dibawa oleh Polisi.

Fiony memeluk erat Kathrine, hatinya seperti terenyuh melihat sosok yang kini ia anggap sebagai kakaknya sendiri.

Mereka masuk kedalam rumah, Fiony terkejut melihat betapa berantakan ruangan itu.

"Apalagi yang harus kami lakukan ? Sekarang Yehezkiel dituduh menjadi pengedar, padahal dia hanya menolongmu saja !" bentak Sri dengan suara tinggi dan terisak.

Fiony hanya bisa menjalani segala sesuatu yang terjadi, tanpa tau harus apa dan bagaimana.

"Saya tidak mau tau, keluarkan anak saya dari penjara !" lanjut ibu Sri.

Fiony memasuki kamar dan mencari keberadaan ibunya, dia memanggil-manggil nama ibunya,

Dia menelusuri ruang tengah, dapur, dan halaman belakang. Suara hembusan nafas perlahan terdengar, Fiony berjalan mengikuti hembusan nafas tersebut, di atas pohon, ibunya memeluk pohon sambil ketakutan.

"Ibu ?" sapa Fiony dengan pelan.

Sontak membuat Ratih terkejut dan segera memejamkan mata sembari memeluk pohon dengan erat.

"Ampun pak polisi, ampuni saya," ucapnya, masih belum menyadari yang datang adalah Fiony.

Setelah beberapa menit menatap, Ratih membuka mata perlahan, dia menyadari bahwa itu adalah anaknya. Dia segera turun, lalu memeluk Fiony dengan penuh hasrat.

Perlahan riuh pikuk berganti jadi malam yang sunyi, gelap, dan dingin. Yehezkiel hanya duduk di pojokan sel, tanpa mengerti apa yang sedang terjadi, dia hanya bisa mengandalkan pendengaranya

Di pojok sel yang dingin dan mencekam Yehezkiel memikirkan seribu tanya, kenapa hal ini terjadi padanya. Dia ingin menuntut pada hatinya yang terlalu lembut dan baik, tapi ini seperti takdir yang harus dia jalani.

Suara riuh memenuhi sel, ada dua anak bertengkar hebat. Seorang Yehezkiel berdiri, dengan mengandalkan pendengaranya dia berjalan, niat hati ingin melerai mereka.

"Sudah, jangan berantem !" sambil mendekat.

Niat hati baik justru yang di dapat Yehezkiel sebaliknya, justru dia jadi sasaran empuk jadi objek pelampiasan amarah kedua orang itu.

"Lo aja ngeliat susah, engga usah sok baik hati !" bentak salah satunya terus memukuli Yehezkiel.

Yehezkiel hanya bisa diam tidak melawan, apa daya dia tidak bisa melihat, untuk berjalan saja dia hanya mengandalkan pendengaranya.

Beberapa menit kemudian, tubuh kecil itu ambruk dan meringkuk lemah tak berdaya, tiada seorangpun yang perduli.

Air mata Yehezkiel berlinang " aku hanya orang buta yang malang," umpatnya menyentuh pipi dan bibir yang memar dan kesakitan.

Keesokanya, mentari mengintip dari balik cela awan mendung. Seseorang datang dengan jas dan kaca mata hitam, "saya ingin menebus atas nama Yehezkiel,"

Seorang sipir datang membuka kunci sel, "Atas nama Yehezkiel," matanya menelusuri ruangan sempit berisi beberapa orang yang sedang duduk.

Yehezkiel berdiri tertatih menuju sel, sipir segera menolongnya dan membawa Yehezkiel keluar dari penjara, suara histeris terdengar jelas dan menggema.

Sri berlari memeluk anaknya, segera marah dan kesal melihat kondisi anaknya yang sudah babak belur, pipinya biru dan bengkak, bibirnya berdarah, mata sembab.

”Kurang ajar kalian, menganiaya anak saya !" bentaknya.

Yehezkiel langsung memeluk ibunya sambil berbisik "ini salahku, bukan salah mereka,"

Mendengar ucapan barusan Sri mereda, dan segera bergegas pergi dari penjara.

Mereka pulang menaiki angkutan umum, lalu menaiki becak dari jalan raya ke dalam perkampungan, mereka sudah sampai di rumah.

Kathrine langsung berlari memeluk abang tersayangnya, Yehezkiel tersenyum lalu memeluk adiknya lagi.

"Lycia dimana ?" tanya Yehezkiel.

"Sudah pindah di gubuk sebelah, mereka tidak mau tinggal bersama kita. Mereka takut ditangkap polisi," balas Sri dengan nada kesel.

Yehezkiel berdiri, berjalan perlahan menuju keluar, lalu belok kanan untuk mengecek keberadaan Fiony.

Mereka tinggal di gubuk kecil tiga petak, dinding dari bilik kayu, lantai tanah liat, dan kasur di papan kayu berbentuk meja.

"Bang Kiel, yeay sudah pulang !" seru Fiony.

Mereka berpelukan, merasa bahagia bisa saling bertemu kembali.

Di sisi lain Sri menelepon "terimakasih sayang sudah membebaskan Yehezkiel, dia anak yang paling ku sayang,"

Katrine tidak sengaja mendengar obrolan singkat itu, dia merasa ibunya akan segera menikah lagi, hatinya menjadi dingin lagi.

Dia sudah curiga dari awal, bahwa ibunya ingin menikah lagi.

Takdir Tuhan selalu tidak bisa di tebak, jodoh, hidup, rezeki, kita hanya bisa berdoa dan menjalani segalanya dengan sepenuh hati.

Esok hari berganti semua menjadi normal lagi, cerita bahwa Yehezkiel masuk sel seolah hanya tahayul yang tidak benar adanya.

Fiony berangkat sekolah bersama Kathrine, Steven serta teman-temanya.

Kathrine merapihkan baju, tas dan terlihat kikuk saat melihat Steven.

Sementara menikmati hari yang sudah ada dan terjadi adalah hal terhebat yang kita miliki, sesulit apapun kehidupan.

Skizofrenia : Sinking de HumanityWhere stories live. Discover now