Tunanetra

4 0 0
                                    

Malam hari di Desa terpencil, seorang gadis keluar dari box es krim. Dia adalah Lycia dan Ratih. Mereka duduk di dalam mobil besar, Lycia berusaha duduk di lantai mobil, mereka dimasukkan ke dalam mobil yang kursinya sengaja dicopot.

Ponsel supir berdering berkali-kali, telepon masuk dari nenek yang menolong Lycia dan Ratih.

"Halo, bawa kembali mereka. Mereka terlibat dalam kasus pencurian barang antik, aku tidak mau terlibat dalam hukum jika mereka bersalah," supir mematikan telepon, lalu keluar dari jalan tol, memutar balik kendaraan.

Ibu Ratih merasa mulai curiga dengan gelagat supir tersebut, dia mengunci semua pintu mobil. Lycia tertidur di pangkuan ibunya, ibu Ratih memperhatikan marka jalan, arahnya ke Jakarta. Dia meyakini sesuatu yang buruk telah terjadi, dia memutar otak untuk menyelamatkan diri.

"Pak, saya ingin buang air besar, bisa berhenti di rest area (tempat istirahat) ?" tanya ibu Ratih.

"Tahan saja !" balas sang supir.

Ratih berpura-pura sudah sangat tidak tahan, dia mengeluh bahwa dia sudah sangat kebelet sekali. 

"Yaudah kalau nggak mau ke rest area, saya numpang buang air besar di box es krim aja. Boleh kan ?" ucap Ratih dengan spontan.

"Ihhh, ibu jorok banget," balas Lycia, dia menjauh dari ibunya. 

Kemudian supir mengangguk, berarti sebentar lagi mereka akan berhenti di rest area.

"Kalau ibu yang buang air besar, anak ini tinggal di mobil," balas pria itu membuka kunci, setelah Ratih keluar dia mengunci mobil lagi.

Ratih berjalan mencari kamar mandi, dia masuk ke kamar mandi. Dia berjalan kesana kemari di depan kamar mandi yang begitu ramai, Ratih ingin menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi dia mengingat yang menyelamatkan dirinya sebelumnya adalah Lycia.

"Bagaimana aku menyelamatkan Lycia ?" dia memegangi kepala seperti kepusingan, dia terus berputar-putar kesana kemari. 

Beberapa menit kemudian dia kembali, supir membuka kunci pintu. Ratih membuka pintu, dia menggendong Lycia lalu berlari sekuat tenaga. Supir menyadari hal tersebut, segera berlari berusaha mengejar mereka.

Ratih mengetuk-ngetuk pintu bus yang sudah mulai berjalan agar pintu dibukakan, bus memperlambat lajunya lalu kenek membuka pintu, dia menerobos masuk ke dalam bis yang kini sudah berjalan cukup kencang, supir tersebut segera kembali ke mobilnya dan mengikuti kemana bus itu berjalan. 

Ratih merasa cukup lega sudah benar-benar selamat.

"Ibu, kenapa kita nggak naik mobil tadi lagi ?" tanya Lycia dengan polosnya, Ratih tidak membalasnya. 

Dia menurunkan Lycia yang masih menggendong tas berwarna merah jambu kesukaannya, mereka harus berdiri sepanjang jalan karena semua bangku sudah penuh.

Tidak lama kemudian kenek datang, meminta uang ongkos mereka berdua. Ratih merogoh kantung celananya, dia tidak memiliki uang sepeserpun.

Lycia mengambil tasnya, lalu memberikan ibunya uang empat ratus ribu rupiah. Ratih terkejut, anaknya memiliki uang dari mana. 

Namun saat ini dia tidak memikirkan itu, yang penting mereka selamat dulu, dia memberikan dua ratus ribu pada kenek. Sebenarnya mereka tidak tahu akan di bawa kemana, tapi hanya ada bis itu saja di rest area, mau tidak mau Ratih memilih bis itu. 

Ratih duduk lagi di lantai bis, dia merasa kelaparan dan kelelahan begitu juga dengan Lycia, dia memegangi perut.

Rasa lapar dan lelah baru terasa setelah mengalami berkali-kali cobaan. "Ibu, aku lapar," Lycia menatap ibunya mulai menangis, dia sudah tidak bisa menahan rasa lelah dan laparnya lagi.

Mau berkata apapun, tetap saja Lycia adalah seorang anak kecil yang belum bisa menahan laparnya. Ratih hanya memeluknya, "Nanti kalau sudah sampai ya nak," dia mengelus kepala Lycia perlahan-lahan, lalu menyuruh anaknya tidur di pelukannya.

"Ibu sini duduk di sebelah saya saja," ucap salah satu perempuan beranak satu, dia memangku anaknya, lalu menyuruh ibu Ratih duduk di sebelahnya sambil memangku Lycia.

Ratih bangkit berdiri, dia tersenyum lalu duduk di sebelah wanita itu. Kemudian wanita itu memberikan dua buah roti kepada Ratih, dalam benak Ratih hanya ada rasa kacau balau, hinga ia hanya bisa membalas pemberian tersebut dengan melihat bersama raut wajah kebingungan.

Dia sangat lapar dan ingin mengambil roti tersebut, tapi dia merasa kapok untuk percaya kepada siapapun lagi. Wanita itu memberikan roti pada Lycia lalu tersenyum, Lycia mengambil kedua roti itu dengan senyuman.

"Makasih banyak tante," Lycia tersenyum lebar, wanita itu mengelus kepala Lycia. 

Lycia memakan roti tersebut, dia membuka roti satu lagi, lalu menyuapi ibunya, Ratih membuka mulutnya dan memakan roti dengan perlahan.

Ratih tiba-tiba menangis, dia merasa Lycia itu berkat terbesar yang Tuhan berikan padanya. Wanita yang di sebelahnya kebingungan, lalu mengeluarkan tisu, Lycia  mengambilnya lalu mengusap air mata ibunya.

Ratih hanya terdiam, dia mulai berfikir ingin kemana, ingin makan apa, ingin tinggal dimana. Mereka hanya memiliki uang dua ratus ribu rupiah saja.

"Tante mau kemana ?" tanya Lycia melihat wanita itu, wanita itu membalasnya dengan tersenyum.

"Ke desa muncul, kalau kalian kemana sayang ?" tanya wanita itu melihat ke arah Lycia.

"Tidak tahu tante, kami diculik orang asing karena menyelamatkan diri," balas Lycia dengan polosnya, wanita itu mengerutkan dahi, dia baru menyadari bahwa mereka tidak membawa barang apapun, hanya tas kecil berwarna merah jambu. 

Ratih sadar bahwa Lycia sebentar lagi ingin bercerita lebih panjang, di melanjutkan ucapan Lycia.

"Ibu tahu tidak, tempat yang jauh dari kota ? Atau tempat untuk mencari kerja ?" tanya Ratih, wanita itu kebingungan mendengar pertanyaan Ratih. 

"Memangnya ibu tidak tahu mau kemana ?" tanya wanita itu lagi, mencoba ingin mengetahui sesuatu.

Ratih hanya menggelengkan kepala, dia tidak memalingkan pandangan dari kursi depan dengan tatapan kosong. 

Wanita itu merasa kasihan dengan mereka, tapi wanita itu menggelengkan kepalanya. Bagaimanapun juga dia tidak mengenal siapa mereka.

Ratih dan Lycia tertidur sampai di halte pemberhentian terakhir, kenek membangunkan mereka.

Ratih menggendong Lycia, mereka turun dari bis. Hal yang pertama dilakukan Ratih adalah mencari warung makan, dia melihat ada warteg, dengan segera dia berjalan menarik tangan Lycia, lalu duduk di bangku kayu, Lycia berdiri di kursi melihat banyak makanan yang tersusun rapi di etalase kaca. 

Lycia mencium aroma makanan yang begitu enak, dia menunjuk ingin makan apa saja. Ibu warung segera menyiapkan makanan, Lycia makan dengan lahap, begitu juga ibu Ratih. Perut mereka mulai kenyang, ibu Ratih membayar sejumlah tiga puluh ribu rupiah. 

Mereka keluar dari warteg lalu duduk di dekat pintu keluar terminal. Ibu Ratih mulai melamun, mengingat kejadian di rumah Monica, dia mengingat Deswita dibawa oleh orang asing entah kemana. 

Dia juga mengingat suaminya telah meninggal, dikubur tanpa di beri peradilan dan dimakamkan secara manusiawi.

Lycia berjalan mendekati anak laki-laki yang menjual cemilan, Lycia duduk dan berbicara "Arrggggg, aku manusia monyet, berikan kue mu atau kau ku pukul," 

"Kamu mau ngapain sih ?" ucap laki-laki itu melihat ke depan, Lycia heran, padahal dia berada di sampingnya.

Lycia kesal, dia menepuk pundak laki-laki itu "aaaarrrggghhh"
Dia memasang wajah dengan sangat sangar, tapi laki-laki itu tetap memasang wajah biasa saja.

"Apa lo engga liat muka gue seram !" bentak Lucia kesal.

Laki-laki itu tertawa, dia berkata "Aku buta, mana bisa melihat wajahmu !" ledek laki-laki itu dengan perasaan kesal.

Lycia melihatnya dengan senyum, lalu diam-diam mengambil jajanan yang di jual laki-laki itu.

Laki-laki itu memukul tangan Lycia, dia tau bahwa Lycia akan mencuri.

Lycia menatap wajah laki-laki yang menurut dia menyebalkan.

Skizofrenia : Sinking de HumanityWhere stories live. Discover now