Knock Knock Loving You (2)

235 27 17
                                    

Bayangan pohon dan atap rumah begitu menghantui di bawah temaram cahaya bulan yang bermain dengan bayangan. Gumpalan awan kelabu menutupi rembulan. Sesekali jalanan menjadi gelap gulita. Wu Xie dan Pangzhi berjalan di komplek rumah yang mulai sepi. Mereka terlonjak saat mendengar dering ponsel. Itu milik Pangzhi.

"Ahhh! Sialan, kau mengejutkanku, " gerutu Wu Xie, melebarkan mata di tengah pucat wajahnya.

"Entah siapa penggemar yang meneleponku malam-malam begini, " dengus Pangzhi, tidak kalah terkejut. Dia melihat bahwa salah seorang teman kampus yang mengajaknya berpesta menghubunginya sekali lagi.

"Aku sudah bilang tidak bisa datang," ia berkata. "Saat ini aku sedang terjebak situasi sulit. Ada pembunuhan di komplek perumahan seorang kawan."

"Astaga, apa kau mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai detektif?" suara di seberang mengejeknya.

"Demikianlah," Pangzhi mendengus lagi. "Aku ingin segera menangkap pelakunya sebelum dia membunuhmu."

"Ishh, kau membuatku merinding."

Pangzhi tertawa puas.

"Jangan bicara sembarangan. Ini malam Halloween. Roh jahat berkeliaran di sekitar kita," Wu Xie menyela pembicaraan dengan wajah cemberut.

"Ha! Kau dengar itu, hati-hati ada setan di belakangmu. Bye, kawan!"

Pangzhi mengakhiri pembicaraan sambil terus berjalan beriringan dengan Wu Xie. Mereka setengah jalan menuju sisi paling utara komplek dan bagian yang gelap ketika mereka pertama kali mendengar langkah kaki yang terdengar asing.

"Wu Xie, kau dengar itu?" bisik Pangzhi.

Wu Xie menegakkan telinga, menangkap sekilas derap langkah seseorang. Itu bukan miliknya. Dia telah mendengarkan gema yang cepat dan berirama. Langkahnya tidak secepat itu.

Tap! Tap!

Dia berbalik, diikuti Pangzhi, mencoba melihat siapa yang mengikuti mereka. Tak ada siapa pun di belakang. Mereka memikirkan pembunuh yang mungkin mengincar dari balik kegelapan.

"Apakah pencuri?" gumam Pangzhi.

"Entahlah."

"Hidup lebih berharga dari uangmu," Pangzhi berkata lagi dengan gaya sok tua. Wu Xie mengangguk. Dia hampir bisa mendengar pamannya mengucapkan kata-kata itu berulangkali sampai ia bosan mendengarnya.

"Kalau ada pencuri, serahkan saja uangmu," ia berkata pelan pada Pangzhi sambil menggigit bibir bawahnya.

"Aahh, yang benar saja. Aku tidak punya uang. Pencuri itu hanya akan menyesalinya."

"Kalau begitu, hajar saja. Jangan sampai penjahat kelas teri berhasil menakutimu." Wu Xie mempercepat langkahnya.

"Bagaimana jika dia penculik yang mengincar anak-anak?" Pangzhi tiba-tiba mengkhawatirkan anak-anak tadi yang mungkin masih berkeliaran.

"Tidak mungkin. Untuk apa penculik berkeliaran di sekitar kita. Tidak ada yang ingin menculik pemuda gendut seperti dirimu. Kau akan menghabiskan jatah makan mereka."

Pangzhi terkekeh, geli sekaligus sebal.

"Jika memang ada penculik, aku akan dengan senang hati menyerahkanmu pada mereka. Kau imut dan menggemaskan."

"Tutup mulutmu!"

Mereka mendengar langkah kaki lagi.

Dan mereka berputar kembali.

𝐍𝐞𝐜𝐭𝐚𝐫 𝐨𝐟 𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐲 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now