Bagaimana aku bisa menolong kalian dari kegelapan, bahkan aku sendiri masih berdiam di sana?
~~~
[1]Krusifiks memancarkan sinar kedamaian dalam hati bersih. Beberapa Jemaat menundukkan kepalanya, merapalkan kalimat doa kepada-Nya berisi setumpuk harap. Aura kesakralan membungkus tempat ibadah tersebut sebaik-baiknya. Sebagaimana Tuhan menciptakan seisinya.
Seorang pria berjubah hitam dengan tampilan klimis berdiri di tengah-tengah [2]mimbar. Sejak pertama kakinya berpijak, pria suci dengan sebutan [3]pastor itu telah memulai doanya. Kalung putih bersih bersimbol salib bertaut di lehernya, yang sesekali dikecupnya sebagai penghormatan.
Bokongnya terduduk di salah satu kursi berbentuk barisan horizontal. Tak ada bekal apapun dibawanya, dengan tangan kosong dirinya mengikuti [4]ibadat harian yang kebetulan saja dibuka dan dihadiri [5]kaum awam di hari itu.
Aktivitas sehabis bekerja membabat habis-habis energi tubuh, tetapi beban pikiran akan masalah akhir-akhir ini mengalahkan rasa lelah hingga intuisi membawanya tuk melacak pemecahan. Dorongan dari salah satu kekuatan juga ikut andil dalam alasan dirinya berada di gereja ini.
Samar-samar terik matahari yang sebentar lagi tenggelam berebut tempat memasuki [6]kaca patri berlukiskan Tuhan. Salah satu [7]kahar Tuhan itu tak mengusik sesiapa.
Sembari ikut hanyut dalam doa-doa Tuhan, James merintih dalam hati. Segala macam zat dalam tubuh dan pikirannya beradu. Tak ingat kapan kali terakhir berada di rumah Tuhan, rasanya amat damai. Sekali lagi, kepalanya terakuk sedu. Tiap-tiap muatan yang belakangan ini memenuhi diri, bagai tersedot keluar begitu saja. Sungguh besar kuasa-Nya menenangkan jiwa.
Tanpa sadar detak waktu teratuk tak henti-henti, mengubah pukul lima menjadi enam. Satu, dua, dan tiga jemaat tadi sudah tidak lagi di tempatnya, pun ujaran doa-doa berhenti diucapkan. Kepalanya tengadah yang mana sekelibat tertubruk tolehan singkat sang pastor. Satu paku tertancap tiba-tiba, James tidak memalingkan radarnya dan dilihat terus dengan netra lesuh. Sebab kosong tiada arti, tanpa sadar pastor itu sudah berdiri tak jauh darinya.
"Senang atas kedatangan kau, Tuan. Terimakasih."
"Ya?" James mendapat kesadarannya kembali. "Tentu, Father."
Pastor mengulum senyum. "Boleh Saya ikut duduk di sebelah mu?"
"Tentu saja. Silahkan." Sebelum itu James sedikit berlaga membersihkan ruang di sebelahnya dengan tangannya.
"Tidak perlu repot-repot. Tempat ini selalu bersih."
"Tak apa. Aku hanya ingin melakukannya."
"Terimakasih." Jubah hitam sedikit kebesaran itu dibenarkannya kala bokong terduduk.
"Sama-sama."
Hatta keduanya tertegun, memperhatikan lekat-lekat [8]korpus sebagai citra yang mengimani. Kalung putih bersimbol salib tersebut nyatanya adalah perak, yang mana telah berpindah tempat-terlilit pada pergelangan tangan-karena James melirik.
"Tuhan memaafkan segalanya. Dia adalah penebusan dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja tetapi juga untuk dosa seluruh dunia," kata Pastor tak memalingkan wajah.
James menyatukan sela-sela jarinya satu sama lain sebagai gelagat resah. Belum juga bersuara.
"Mintalah ampunan dari-Nya. Belum ada dan tidak akan ada kata terlambat. Dan yang kau lakukan hari ini, sudah suatu kebenaran."
Tundungan napas kasar jelas terdengar. Barulah pastor menoleh pada James, "Tuan baik-baik saja?" kemudian bertanya.
"Tidak, Father." jawab James menjatuhkan kepala.

YOU ARE READING
Suci
HorrorBEBAS MEMBACA • ON GOING Tak selamanya kesucian bertahan. Ada kalanya dan masa dimana yang kalis akan ternodai. Darah yang menghitam. Tulang yang remuk. Jiwa yang kotor. Dendam yang mengebu, disertai kesedihan yang mendalam. Bernostalgia akan masa l...