part 14.

1.3K 128 3
                                    

Marwah mengambil gelas di rak. Diletakan di bawah despenser, diisi setengah penuh sebelum diminum sambil berdiri. Sementara, remaja laki-laki berseragam OB muncul dari belakang. Menyapa Marwah. Lalu membuka lemari gantung dan menurunkan toples kopi serta gula ke meja kecil yang tersedia di dapur kantor.

"Buat siapa, Yo?" tanya Marwah, meletakan gelas ke wastafel.

"Buat Pak Rega, Bu."

"Eh, bukannya pas sarapan udah ngopi, ya?" Marwah bergumam sendiri. Kemudian menghampiri Tio. "Biar saya aja, Yo."

"Tapi Bu?" Dia nampak sungkan.

"Enggak apa-apa. Urusan suami istri." Marwah mengedipkan sebelah mata.

Membulatkan bibir, Tio mengangguk-angguk. "Ya sudah, Bu. Saya permisi dulu."

Setelah Tio pergi, Marwah melancarkan aksi. Toples kopi dimasukan lagi ke lemari, diganti dengan kotak teh celup yang kemudian diseduh menggunakan air panas dari termos. Tak lupa menambahkan dua sendok teh gula dan diaduk sebentar. Gelas pun diletakan di atas piring kecil, lekas dibawa ke ruangan sang atasan.

Gina yang tak sengaja berpapasan mencegat Marwah. "Tumben. Katanya enggak suka teh manis."

"Bukan buat gue."

"Lha, terus buat siapa? Si Uni?"

"Ck, kayak gue lagi kurang kerjaan aja bikinin teh buat dia." Marwah menyingkir. Pergi dari sana tanpa menjawab rasa penasaran temannya.

Pelan-pelan, Marwah mendorong pintu kaca ruangan Rega. Laki-laki itu sedang fokus di depan laptop. Tangan kiri yang sikunya bertumpu di meja digunakan untuk memijit pelipis.

"Permisi, Pak," kata Marwah, meletakan gelas.

Rega mengangkat wajah. Sedikit terkejut mendapati istrinya yang berdiri di depan meja. "Kok kamu yang ngantar? Tio ke mana?"

"Bapak keberatan?"

"Bukan. Cuma enggak biasanya aja."

Marwah mengulum senyum penuh arti. "Lagi pengen."

Alis Rega bertaut samar. "Kenapa?"

"Enggak," balas Marwah, mengedikkan dagu ke gelas. "Jangan dianggurin sampai dingin."

"Kamu enggak ngerjain saya, kan?" tanya Rega, curiga.

Cemberut, Marwah berujar asal, "aku campur racun tokek tadi."

Tak mengindahkan banyolan Marwah, Rega mengangkat gelas. Namun urung didekatkan ke bibir saat sadar apa yang ada di dalamnya. Lantas dia menatap Marwah. "Tio enggak bilang saya pesan kopi?"

"Bilang."

"Kok jadi teh?"

Marwah menyeringai senang sebab Rega memakan umpannya. Benar. Maksud dirinya sok sok-an melayani Rega adalah untuk ini. "Karena mulai sekarang Bapak enggak boleh minum kopi lebih dari dua gelas perhari."

"Alasannya?"

"Menurut Bapak?"

"Enggak tahu." Rega mengembalikan gelas ke tempat semula. "Kan saya tanya ke kamu."

"Tebak dong kalau gitu."

Tak langsung menjawab, Rega menutup laptop leboh dulu. Lantas bersandar punggung. Otot di dahinya perlahan memudar, tanda bahwa laki-laki itu mulai merasa santai. "Kopinya habis dimakan tokek yang mau kamu racun?" tebaknya sekadar mengikuti selera humor Marwah.

"Bapak, dong, berarti." Marwah tertawa. Alih-alih tersinggung, Rega justru membiarkannya. Kemudian, Marwah berdeham masih dengan sisa tawa. "Duh, maaf maaf." Suaranya tersendat. Dia pun berdeham lagi sebelum melanjutkan, "kata Mama, Pak Rega punya maag. Asam klorogenat dan kafein di kopi bisa merangsang produksi asam lambung. Sementara kandungan N-methylpyridinium (NMP) yang juga ada pada kopi, berfungsi menahan pelepasan asam yang menimbulkan iritasi lambung."

Bukan Saktah Pertama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang