Hema mematung kaku, wajahnya pucat pasi dengan keadaan badan yang panas dingin sendiri. Ia merapatkan diri ketembok dekat dengan pintu kamar kost nya yang terbuka, ia duduk dengan gusar sedangkan pria dihadapannya malah sesekali menoleh menatapnya dan kembali sibuk pada skripsian dihadapannya.
Mahardika Ginazar Putra, benar! Dika, pria itu tidak ada angin dan tidak ada hujan, bahkan gledek dan halilintar pun tidak ada, tapi tiba-tiba saja datang kekost Hema, bahkan gadis itu tidak tau pada siapa dan darimana Dika bisa mengetahui alamat kostnya.
"Skripsi kamu cukup oke." Dika memang sempat kuliah dan mengambil D3 Pariwisata, wajar sih jika pria itu nampak pandai mengerjakan, maksudnya merevisi segala skripsi Hema.
"Udah selesai, coba ditanyakan ke dosennya lagi. Harusnya dari segi bahasa dan tema itu sudah oke sekali." Dika menyerahkan laptop dan kertas kertas Hema, gadis itu menghela nafasnya lalu tersenyum tipis.
"Makasih banyak ya, sorry banget aku nggak kasih apa-apa." Sebenarnya segala pernak-pernik camilan yang dibelikan Gandi kemarin masih menumpuk dikulkasnya yang kecil, namun ia sengaja tidak mengeluarkan satupun agar Dika merasa haus atau lapar lalu akan beranjak pergi.
Namun, sangat salah perkiraan Hema. Nyatanya pria itu malah salah fokus dengan skripsinya lalu membantu Hema hingga menghabiskan waktu tiga jam lamanya.
"Enggak masalah, aku ngerti anak kost gimana." Tawa renyah itu membuat Hema tersenyum.
"Run."
"Hema, panggil Hema jangan Runi." Hema menyela ucapan Dika, pria itu menatap teduh lalu mengangguk singkat.
"Oke. Hema, boleh saya tanya siapa laki-laki yang waktu itu ngaku jadi suami kamu?" Hema menaikkan alisnya sedikit, lalu mengapit kedua bibirnya pertanda gugup.
"Itu, betulan calon aku. Dijodohin Ibu." Dika ber'oh lalu terkekeh
"Dijodohkan? Artinya saya masih bisa maju dong ya?" Hema mengerutkan keningnya.
"Maksudnya?" Tanya gadis itu, Dika malah tersenyum tipis lalu berdiri dari duduknya.
"Saya pamit pulang ya, sudah terlalu lama disini." Hema diam saja tidak menjawab, sedangkan pria itu kini sudah menghilang dibalik pintu kostnya.
Hema baru saja membereskan kertas dan laptopnya namun suara orang yang berbincang-bincang membuat dirinya berhenti. Suara yang nampak tidak asing untuk Hema.
Gadis itu segera beranjak keluar, namun dirinya dikejutkan karena pria itu memukul kuat pria didepannya hingga yang dipukul terhuyung mundur.
"PAK!" Hema langsung mendekat, menarik korban pemukulan menjauh dari pria yang nafasnya nampak memburu.
"Kamu aman? Mana yang sakit?" Gadis itu memeriksa wajah yang ada dihadapannya panik.
"Aku gapapa Run, santai aja." Hema berdecak, ia menoleh pada pria yang kini sudah membuang mukanya, nampak sebal.
"Pak Gandi apa apaan sih main pukul gitu?!Dika ada salah apa? Lagian kok bis--"
"Kamu yang kenapa?!" Ucapan Hema dipotong oleh sentakkan kasar Gandi, gadis itu mengerutkan keningnya bingung.
"Ya apa sih?! Bapak itu kenapa main pukul gitu saya tanya?!" Gandi mendecih.
"Jauhin dia, kalau sampai kamu kenapa-kenapa karena dia, saya belum tentu bisa perduli." Gandi pergi, meninggalkan banyak pertanyaan di kepala Hema.
"Aku pulang ya Run? Kamu hati-hati dirumah." Hema hanya diam lagi membeku, masih mencoba memahami ucapan Gandi.
Gadis itu langsung beranjak masuk kedalam, meraih ponselnya dan menelpon nomor Gandi. Satu panggilan tidak di angkat, nyaris lima panggilan masih diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
ChickLit(17+/18+) Penulis itu menciptakan alurnya, berbaur dengan pembacanya dan menikmati karir yang tengah ia raih. Sama seperti Hema, perempuan cantik yang merangkap menjadi Mahasiswi dan penulis itu sangat amat menggandrungi alurnya sebagai penulis. Nam...