Season 2~ Part 4

501 64 8
                                    

Tita mengikuti saran Hana untuk berpikir dengan matang, ia memutuskan untuk menghilang lagi dari Adit. Yang dikatakan kakak iparnya itu benar adanya, dia tidak boleh egois. Adit belakangan ini mendekatinya lagi bukan karena ingin menjadi temannya, tapi lebih dari teman dan dia membiarkannya begitu saja, tanpa membuat keputusan. Maka dari itu ia berpikir untuk kembali lari dari pria itu untuk merenung.

Hari ini Tita datang ke kantornya, kebetulan sebulan ini ia disibukan dengan segala macam wedding. Ada beberapa wedding diluar kota yang membuatnya harus pergi ke sana. Sebenarnya dia bisa saja mengutus asistennya, namun Tita menggunakan kesempatan ini untuk menghindari Adit.

Setelah urusan ditempat kerjanya selesai, Tita lantas mengunjungi kediaman Ardan dan Dara.

"Eh, Ta. Kok nggak bilang kamu mau ke sini?" Ardan membukakan pintu masuk untuk sahabatnya itu.

"Sengaja, soalnya gue masih ada acara."

Ardan mengangguk dia mempersilakan Tita masuk ke dalam rumahnya.

"Dara mana?"

"Ikut mama belanja, suntuk katanya."

Karena masih sore hari itu dan Tita mengangguk saja. Sekalipun mertuanya menyebalkan pikir Dara, namun hubungan diantara mereka memang baik-baik saja. Mama Ardan lah yang terlalu over protektif pada Dara sehingga membuat Dara tidak nyaman. Mungkin karena pernah mengalami keguguran sehingga sekarang mama Ardan lebih menjaga cucu-cucunya yang akan lahir nanti.

"Aku mau keluar kota."

"Ngapain? Kerjaan?"

"Iya,"

"Dan?"

Tita meneguk ludahnya gugup, ketimbang kedua kakaknya dia lebih gugup kalau sudah disidang seperti ini oleh Ardan. Sudah dia katakan, Ardan itu seperti kakak keduanya, Ardan lebih menyeramkan ketimbang Mas Tara yang notabane kakak pertamanya. Hanya pada Ardan lah dia tidak bisa berbohong, selalu ada celah untuk dia berkata jujur.

"Aku mau mikir,"

Salah satu alis Ardan tertarik ke atas mendengarnya.

"Aku nggak mau kayak Adit, Dan. Gantungin perasaan orang, jadi aku mutusin buat mikirin ini semua. Apa aku harus kembali membuka hati, atau aku emang udah nggak bisa lagi sama dia."

Ardan tersenyum mendengarnya, ia menepuk kepala Tita sayang.

"Bagus, itu seharusnya kamu lakuin dari kemarin-kemarin."

"Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?!"

"Aku nggak mau ikut campur lagi masalah kalian, Ta. Aku cuman mantau aja sekarang, Adit beneran serius suka sama kamu atau nggak."

Tita berdecak mendengar alasan Ardan.

"Terus berapa lama kamu akan kabur dari dia?"

"Sebulan mungkin," balasnya sedikit tidak yakin.

"Oke, jadi kamu mau aku jawab apa sama dia kalau nyariin kamu."

Lihat, tanpa dia bersusah payah cerita. Ardan sudah mengetahui tujuan dirinya datang ke sini.

"Kamu nggak mungkin ngilang tanpa kabar, buat dicari sama dia kan, Ta?" Belum juga menjawab, Ardan malah kembali bertanya.

"Nggak, aku mau minta tolong sama kamu dan Dara. Kalau semisalnya Adit nyariin aku, tolong kamu kasih tau aku keluar kota untuk ngurus kerjaan."

"Dan?"

"Jangan kasih tahu aku tempatnya."

"Kayak yang yakin aja dia bakal nyusulin kamu ke sana." Ejek Ardan yang membuat wajah Tita memerah karena malu.

"Iya siapa tahu aja kan."

"Benar, Adit bakalan susulin kamu ke sana kalau kamu nggak kasih tahu dia."

"Aku serius, Ta."

Tita percaya akan ucapan Ardan, mengingat dulu saat dia masih bersama dengan Joe. Adit menjadi tidak waras dengan masuk ke dalam apartementnya. Maka kali ini pun dia percaya jika Adit bisa nekat mendatanginya. 

🌹
🌹
🌹

To: Adit

Adit maaf sebelumnya, aku ada kerjaan di luar kota. Sorry aku nggak bisa nemenin kamu, kalau kamu ada perlu sama aku.

Send

Setelah mengirimkan pesan itu pada Adit. Tita lantas menonaktifkan ponselnya, dia akan pergi sekarang menggunakan kereta. Kenapa kereta? Karena dia lebih suka berpergian menggunakan kereta atau kendaraan umum lainnya. Bukan pesawat yang lebih cepat, itu karena dia bisa melamun lama dan memikirkan banyak hal. Dia juga bisa melihat pemandangan indah diluar sana, dan mengapa dia mematikan ponselnya? Itu karena dia tidak mau ada yang mengganggunya. Apalagi Dara, dia pasti cerewet sekali dan menerornya terus menerus. Ia juga sudah memberitahu pada orangtuanya mengenai pekerjaanya yang pergi keluar kota.

Di tempat lain di waktu yang sama, Adit baru saja selesai rapat dengan kliennya. Ia berencana untuk menjemput Tita dan mengajak makan bersama, namun ketika ia membuka ponselnya ia melihat Tita mengiriminya sebuah pesan. Wanita itu mengatakan jika dirinya pergi keluar kota, hatinya mencelos. Apakah Tita benar-benar pergi keluar kota untuk alasan pekerjaan? Atau memang dia berniat pergi untuk menghindarinya. Tak ingin menerka-nerka ia lantas menghubungi Ardan.

"Iya, Dit."

"Tita ..."

"Iya dia beneran pergi buat masalah kerjaan, kalau itu yang mau kamu tanyain."

"Bukan untuk ngindarin-"

"Terserah deh kamu mau mikirin apaan, yang jelas dia emang pergi buat kerjaanya. Tadi dia pamit ke sini, dia bilang kalau dia ada kerjaan di luar kota dan harus dia yang handle langsung."

"Berapa lama?"

"Satu bulan,"

"Selama itu?"

"Ck ayolah, Dit. Sebulan cuman sebentar. Kamu bisa pikirin selama itu buat nentuin perasaan kamu ke Tita."

Adit diam mendengar perkataan Ardan. Apakah belakangan ini, pendekatannya dengan Tita masih kurang? Dan mereka tidak percaya jika dirinya memang benar-benar menyukai Tita?

"Masih belum keliatan yah, Dan. Apa selama ini Tita juga pikir kalau aku main-main sama dia? Masih belum keliatan yah, kalau aku beneran serius sama dia."

Giliran Ardan yang terdiam di ujung sana.

"Dit, empat tahun. Empat tahun bukan waktu yang sebentar untuk Tita ngambil hati kamu!"

Kalimat Ardan kali ini membuat Adit seolah disiram oleh air es. Benar, empat tahun, selama itu dia menyia-nyiakan Tita. Dan sekarang ketika dia ingin mengejar Tita dia justru mengeluh, karena wanita itu menghilang. Mengapa baru segini saja dia sudah menyerah? Bagaimana dengan Tita saat itu yang tetap berada di sisinya, padahal dia jelas-jelas tidak mengacuhkannya.

"Thanks, Dan. Kau benar, aku akan menunggunya dan kembali meluluhkannya. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktu lagi."

"Jika pada akhirnya Tita milih kamu mundur, kamu harus mundur Dit. Kalian berdua sahabatku, aku tidak ingin kalian menderita. Gunakan waktu sebaik mungkin untuk mengambil hati Tita kembali, jika kau benar-benar mencintainya."

Dan setelah mengatakan hal itu Ardan pamit menutup teleponnya, karena Dara sudah memanggilnya. Adit diam, dia mencerna perkataan terakhir Ardan. Jika Tita menyuruhnya mundur, dia harus berhenti untuk mendekati wanita itu. Apakah dia bisa? Apakah dia sanggup? Meskipun jawabannya tidak, dia harus tetap menerima keputusan Tita. Dia juga tidak mau memaksakan Tita untuk menerimanya kembali, dan ia harus merelakan Tita untuk pria lain. Jika pada saatnya nanti Tita tidak memilihnya, dia harus siap.

"Ta, aku harap kamu merasakan perasaanku yang sekarang. Aku benar-benar menyukaimu. Jika kamu memintaku untuk menunggu, aku akan menunggu. Pun jika kamu memintaku untuk mundur, aku akan mundur."

🍁
🍁
🍁

Tbc

Girlsfriend's best FriendWhere stories live. Discover now