Chapter 3 : Venaars Academie

67 14 2
                                    

"Ah, aku lupa mengatakannya. Pertarungan ini hanya berlangsung selama 5 menit. Pertarungan di mulai."

"Zweep." Dengan sekejap, sebuah cambuk dari tanaman telah berada di genggaman tangan kanan Leuna.

Cambuk tersebut sama persis seperti cambuk yang digunakan Leuna kemarin malam untuk melawan duivel. Leuna dapat menangkap keraguan di dalam manik Veni yang menatap pada cambuknya.

"Pijl." Panah petir dipegang dengan erat oleh Veni. Veni melompat ke atas dan menghilang di antara pepohonan. Tentu Leuna tau posisi Veni saat ini, tanpa harus bermain hide and seek terlebih dulu.

Perlukah Leuna mengingatkan Veni bahwa dirinya memiliki sihir bawaan berupa tanaman? Berada di hutan dengan pepohonan sebagai tempat persembunyian, hal ini tentu sangat menguntungkan Leuna.

Szzrrtt

Leuna dapat menangkap jelas suara anak panah petir milik Veni berada di samping kirinya. Karena itu saat anak panah melesat cepat ke arahnya, Leuna dapat menghindar dengan cepat.

Tanpa menunggu apa-apa lagi, Leuna melemparkan cambuknya menuju ke tempat Veni berada. Tentu Leuna sudah mengurangi dosis racun yang digunakannya, gadis ini tak mau melukai seseorang yang tak sungguh-sungguh berniat melukainya.

Walau Leuna bisa menggunakan sihir cahayanya itu untuk menyembuhkan luka, selain karena masih belum terlalu mahir juga karena Leuna ingin tetap meminimalisir luka yang didapatkan dari pertarungan ini.

Aarrgghhh

Tepat sasaran. Cambuk miliknya melukai pinggang bagian kiri Veni. Sekilas Veni dapat melihat raut wajah Leuna yang nampak bersalah. Namun, dengan baik Leuna segera menutupinya.

Veni akhirnya lompat dari dahan pohon dan mendarat secara sempurna. Namun, tetiba ia jatuh terduduk. Kedua tangannya digunakan untuk menutupi luka di pinggangnya.

Kulit Veni mulai membiru, artinya racun dari cambuk Leuna audah beraksi. Sebenarnya Leuna ingin sekali membantu Veni. Tapi ia tau, ini belum waktunya. Masih ada waktu semenit kurang agar pertarungan ini selesai dan dimenangkan oleh Leuna.

Tanpa disangka, Veni membuat belati dari sihirnya dan melemparkannya tepat pada Leuna. Karena terlalu asik melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya, Leuna tak sempat menghindar.

"Lima... Empat... Tiga... Dua... Sa-"

Sraaasshh

Tepat setelah itu, pertarungan selesai. Leuna mendapatkan luka di bagian bahu kanannya. Hampir mengenai lehernya, Leuna juga masih berdiri tegak sedangkan Veni sudah jatuh terduduk sejak tadi.

Tanpa peduli dengan lukanya yang masih mengeluarkan darah, Leuna bergegas mendekati Veni. Leuna membaringkan Veni dengan pahanya sebagai bantalan kepala penyihir yang masih bersekolah tingkat dua tersebut. Leuna meletakkan kedua telapak tangannya tepat di atas luka yang dibuat oleh cambuknya tadi.

"Genez."

Veni terkejut saat mendengar mantra yang diucapkan oleh Leuna. Manik birunya dapat melihat sebuah cahaya yang muncul di telapak tangan Leuna. Veni merasakan tubuhnya mulai ringan, rasa sakitnya juga tak separah tadi.

Genez adalah sihir penyembuhan tingkat menengah. Dan penyihir yang bisa menggunakan sihir ini hanyalah mereka yang memiliki sihir cahaya sebagai sihir bawaan lahirnya.

Leuna menghentikan sihirnya saat luka Veni sudah benar-benar tertutup. Veni langsung mengambil posisi duduk dan menatap wajah Leuna yang tersenyum manis dengan lekat-lekat.

Leuna {On Going}Where stories live. Discover now