[❤︎] BAB 12

1.3K 120 34
                                    

╔═══━━━─── • ───━━━═══╗
BAB 12
Confess
╚═══━━━─── • ───━━━═══╝

Jika terlalu banyak masalah di kepalamu, buang saja kepalamu—Bastian.

❦────── HAPPY READING ──────❦

Keringat membasahi pelipis Lauren, masih dengan mata yang terpejam gadis itu menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan dengan gelisah.

"Papa!" pekik Lauren langsung membuka matanya.

Helaan napas lega keluar dari mulut Lauren ketika tahu dirinya hanya bermimpi.

"Lo mimpi buruk?"

Tunggu, suara berat yang familiar di indera pendengarannya itu kenapa ada di kamar hotelnya? Cepat-cepat Lauren merubah posisi tidurnya menjadi duduk sempurna, menatap terkejut pria berkemeja putih yang kini duduk di pinggir ranjang.

Kemauan Lauren yang masih terus berusaha menghindarinya membuat Jay tidak ada pilihan lain selain mendatangi kamar gadis itu untuk menyelesaikan masalah mereka.

Seperti enggan untuk berada di dalam ruangan yang sama, Lauren langsung menyibakkan selimutnya lalu turun dari atas ranjang tempat tidurnya berniat untuk pergi.

Seolah sudah menebak bahwa Lauren akan kembali menghindarinya, tangan Jay langsung menahan pergelangan tangan Lauren, menariknya kencang hingga gadis itu kembali duduk di atas kasur.

Jay menatap Lauren tanpa ekspresi. "Bisa nggak kalo ada masalah jangan kabur, di selesain baik-baik. Lo pikir hidup gue soal bujuk lo doang?"

Mendengarnya Lauren langsung naik pitam. "Gak ada yang nyuruh lo buat bujuk gue!"

"Tapi gue yang nggak terima lo jauhin gue, Ren! Gue udah minta maaf, masih kurang? Apa perlu gue sembah lo, hah?" tanya Jay meninggikan suaranya.

"Gue jauhin lo bukan karna itu!" bentak Lauren.

"Terus karna apa? Bilang! Lo pikir gue psikolog yang bisa baca muka lo? Kalo lo terus kabur-kaburan nggak bilang letak kesalahan gue di mana, gimana gue bisa—"

"GUE SUKA SAMA LO!!" pekik Lauren berusaha menetralkan deru nafasnya yang naik turun.

"Gue jauhin lo karna perasaan gue makin tumbuh setiap ketemu sama lo. Coba lo di posisi gue, apa nggak gila lo kayak gitu?" ucap Lauren ngos-ngosan.

Tahu jika dirinya sudah terlanjur confess tentang perasaannya, ada rasa lega yang Lauren rasakan. Tetapi rasa malunya jauh lebih besar, Lauren langsung menyembunyikan wajah di bantal, rasanya ingin sekali membuang mukanya itu ke tong sampah.

Setelah aksi confess Lauren, tiba-tiba keadaan kamar berubah menjadi hening dan canggung. Amarah Jay perlahan sirna, jika di tanya terkejut atau tidak jawabannya dia benar-benar terkejut.

Dia sama sekali tidak menyangka bahwa Lauren memiliki perasaan untuknya. Jika sudah seperti ini bagaimana nasib persahabatan antara keduanya? Sementara Jay pribadi tidak ingin menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bersama Lauren.

Tanpa berpamitan cowok itu pergi seraya meraih jasnya yang sempat dia letakkan di ujung kasur. Dia tidak akan membujuk Lauren lebih jauh lagi, dia akan pulang ke Jakarta malam ini juga.

Merasa tidak mendapatkan respon apapun, Lauren menjauhkan wajahnya dari bantal. Betapa terkejutnya dia saat tidak mendapati keberadaan Jay di dalam kamarnya.

Setelah apa yang terjadi, bagaimana dirinya berusaha memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya, ini kah yang dia dapat?

Jika di tanya kecewa, tentu Lauren kecewa. Bagaimana mana bisa Jay pergi begitu saja tanpa memberikan feedback.

Your SmileWhere stories live. Discover now