04. Berusaha lebih keras lagi.

212 39 2
                                    

Alih-alih menunggu surat keputusan dari komite kekerasan, Laras sebenarnya masih belum puas dengan keputusan Aeera tempo lalu. Bisa saja Elios hanya mendapatkan sanksi berupa skors. Namun Laras tak menginginkan hal itu. Ia menginginkan Elios keluar dari sekolah. Apapun caranya Laras akan pastikan berhasil mengeluarkan anak itu.

"Pak, butuh berapa?"

Laras mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang cukup tebal, membuat sang lawan bicara geming. Bisa dipastikan jumlah uang yang nominalnya sangat besar, Aiman, salah satu guru yang Laras ketahui mendapat biaya bungkam dari Tresha itu berlagak seolah tidak tahu.

"Waduh bu, maksudnya ini apa ya?" Aiman menggaruk tengkuknya walau tak gatal. Senyum tipis masih ia pancarkan walaupun Laras tahu itu hanyalah senyum kebohongan.

Melihat reaksi sang guru yang menjengkelkan, Laras merotasikan bola mata. "Sudahlah pak. Jangan pura-pura gak tahu, saya bisa bayar dua sampai tiga kali lipat. Bapak sebutkan saja berapa nominal nya."

Hanya kekehan yang terdengar, sebenarnya pria itu bodoh atau bagaimana sih? --- Ah entahlah, dia hanya buta rupiah saja. Tergila-gila akan uang.

"Masalahnya ini menyangkut amanah 'kan ya bu, saya gak bisa lepas tanggung jawab gitu saja. Lagipula saya gak mau ikut campur atas persoalan ini." Begitu kata Aiman, yang setelahnya dibalas tatapan tak suka dari Laras.

"Amanah atau takut uangnya minta dikembalikan? Bapak gak usah takut, kalau dia minta lagi uangnya biar saya ganti---" Laras sempat menjeda kalimatnya beberapa saat,
"Dan juga saya mohon sama bapak terkait surat keputusan itu sanksinya anak itu langsung dikeluarkan dari sekolah. Kalau di skors saja mana jera." Aiman hanya diam, manusia butuh royalti yang lebih besar bukan? sia-sia rasanya jika ia menyayangkan kesempatan emas itu.

Karena tak kunjung memberi keputusan, Laras segera menepuk pelan bahu itu dan berniat pergi. Laras membalikkan badan, tak lama kemudian langkahnya terhenti saat Aiman mulai angkat suara.

"Saya tidak ada wewenang akan surat keputusan itu, bu. Saya disini hanya pengajar, tenaga pendidik bagi murid sekolah." Wanita paruh baya itu belum berkutik, ia masih menunggu lawan bicaranya itu memberikan keputusan --- Namun dibalik itu Laras sudah tak berharap banyak lagi, perkataan pria itu memang ada benarnya, dibalik alasan Tresha memberi bayaran sebagai imbalan tutup mulut itu hanya untuk merekayasa cerita supaya sanksi yang didapatkan Elios lebih ringan.

Penuturan Aiman membuat Laras tak habis pikir, bisa-bisanya sang guru menutup mata akan kasus ini. "Iya sih bapak tidak ada wewenang, tapi dengan cara menerima penawaran begini sama saja bapak mendukung kekerasan."

Belum sempat pria itu menjawab rentetan pernyataan Laras, seperkian detik ia menatap tajam iris gelap milik guru itu. Aiman menelan saliva nya, ia tak berani melihat tatapan nyalang sang orangtua murid.

"Bapak sama saja mendukung kelakuan anak murid yang sudah melakukan kekerasan terhadap anak saya." Laras menghela napas dengan kasar, "Nasib guru memakan gaji buta ya begini. Tidak peduli sama anak didik, yang penting pemasukan terus naik." Cerca Laras di akhir kalimat.

Tanpa diketahui, tangan pria itu sudah mengepal keduanya. Perkataan Laras terlalu menusuk. Yasudah, mau bagaimana lagi. Laras sudah tak mengharapkan itu. Namun di sisi lain Laras memiliki rencana yang beberapa hari ini ia pikirkan matang-matang.

"Padahal sayang banget lho pak, itu namanya bapak nolak rezeki." Tutur Laras memberikan ekspresi yang sulit diartikan.

Aiman masih berpegang teguh pada pendirian, sebab ia tahu kalau ikut campur akan surat keputusan itu bisa-bisa gawat. Tamat riwayatnya jika kepala sekolah tahu akan aksi culasnya bersama orangtua pelaku.

Selamat tidur, anak mama.Where stories live. Discover now