08. putihbiru 2 - Pesan Cello

174 27 8
                                    

Hallo!! Udah lama aku ga update huhuhu, apakabar guys? Kangen juga sama kaliaaannn, voment jangan lupa yaaa🤍🤍

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hallo!! Udah lama aku ga update huhuhu, apakabar guys? Kangen juga sama kaliaaannn, voment jangan lupa yaaa🤍🤍

Feel the words on process, let's diving till the end 🍂.
.
.
.
.
.
.

Cairan bening masih saja bergelimang di pelupuk mata Marcello. "Sakit, ya? Ini Jendra bersihinnya udah pelan-pelan kok."  Dituangnya alkohol pada beberapa lembar kapas lantas menyentuh lapisan kulit yang luka. Marcello masih merutuki dirinya beberapa waktu silam. Tidak seharusnya dia melihat pemandangan ini untuk sekarang, rasanya sangat tak tega melihat setiap inci dari wajah anak yang senyuman nya itu selalu merekah menjadi penuh luka lebam yang membiru.

"Lo yang sakit, yang sakit itu lo Jen!" Di sela isak tangisnya Marcello menatap perih sang lawan bicara.

"Jen.. kenapa?"

"Kenapa, sih? Padahal kita udah kenal dari lama.. lo emangnya anggep gue apa selama ini?"

Lagi-lagi hanya senyuman yang Jendra berikan. Senyum yang menutupi semua luka, senyum yang tercetak jelas bahwa itu hanya sebagai penenang saja. Semua itu pura-pura.

"Jendra gak pa-pa.."

Belum selesai sang empu melakukan aktifitasnya, dengan gerakan cepat Cello menahan pergerakan lengan Jendra yang tengah sibuk mengobati dirinya. Marcello marah, marah sekali rasanya sampai-sampai bingung ingin berkata apalagi pada Jendra yang berada di hadapannya sekarang. Sudah berteman cukup lama, namun masih banyak yang Jendra tutup-tutupi dari dirinya, apakah sekarang Marcello membenci anak lelaki yang bertubuh ringkih dan penuh luka itu sekarang?

Tentu jawabannya bisa iya dan bisa tidak. Ia sangat benci jika Jendra harus terluka, terluka sendirian. Namun di sisi lain ia sudah menganggap Jendra lebih dari teman, Jendra itu bagaikan saudara sedarah daging bagi Cello. Jahat, jahat sekali jika Marcello tak selalu ada di sisi Jendra, begitu pikirnya.

"Belum selesai, Cel.." Keluh Jendra.

"Lo selama ini anggep gue apa, Jendra?" Suasana hati Marcello mendadak memanas, hanya ada rasa gusar yang menyelimuti hatinya sekarang.

Sudut bibir dengan bercak darah yang mulai mengering itu alun-alun sedikit terangkat. "Temen baik." Jawab Jendra seadanya.

"Temen?"

"Iya, temen."

"Bukan itu jawaban yang gue harepin."

"Terus kamu pengen Jendra jawab apa, Marcel?"

"Jahat. Lo jahat, Jendra."

Jendra mengernyit, tak mengerti. Nada bicara Marcello mendadak tak bersahabat, dilihat dari ekspresi wajah nya yang sekarang seperti hendak menerkam dirinya. "Maksudnya?"

Lantas Marcello tertawa sumbang. "Temen doang ternyata. Padahal gue udah anggap lo kaya keluarga." Lantas bola netra itu ia rotasikan sebagai tanda jengah, jengah terhadap respon sang teman. Kemudian tangannya bergerak mengambil alih kapas dan botol alkohol yang sedari tadi di pegang oleh Jendra.

Selamat tidur, anak mama.Where stories live. Discover now