Bagaimana Jika

877 101 0
                                    

Cerita ini adalah imajinasi yang dibuat penulis berdasarkan tokoh dan cerita dalam sejarah. Bahasa yang digunakan juga telah disesuaikan agar lebih mudah untuk dibaca.

###

Dedes berbaring di atas tempat tidurnya. Dedes tertawa, Dedes senang. Senang karena Ametung akan mengadakan seleksi pengawal Tumapel besok. Semakin cepat para pengawal Tumapel terpilih, semakin cepat pula Arok menjadi pengawal pribadinya, dan semakin dekat dengan rencana yang disusun Dedes. Membunuh Arok, dan hidup tenang bersama Tunggul Ametung dan putranya nanti. Tapi ada satu hal yang Dedes takuti. Bagaimana jika, Dewa mengirimnya kembali ke masa lalu untuk mencegah sumpah yang melingkupi kerajaan di tanah Jawa dan bukannya membalas dendam terhadap Arok?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala Dedes. Pertanyaan yang membuat Dedes semakin ragu dengan kelanjutan kehidupan keduanya. "Bagaimana jika ternyata Dewa tak menginginkan pembunuhan terhadap Arok? Bagaimana jika ternyata Dewa ingin kehidupan kerajaan di tanah Jawa, aman dan damai tanpa perang, tanpa pertumpahan darah? Bagaimana jika Dewa ingin aku pergi jauh dari kerajaan di tanah Jawa dan hidup sebagai Brahmani suci? Kenapa Dewa tak memberiku gambaran jelas tentang masa depan!"

Dedes benar-benar membutuhkan kisi-kisi dari kehidupannya. Sebagai Brahmani, seharusnya Dedes sudah memahami apa yang Dewa harapkan, tetapi Dedes benar-benar tak dapat memikirkan apapun. Dedes sempat berpikir untuk menanyakannya kepada ayahanda. Namun, hal itu sama saja memicu perang politik dan mungkin Dedes tak bisa kembali ke Pakuwon lagi, karena ditahan oleh ayahandanya.

"Kepalaku rasanya mau pecah!" pekik Dedes. Dedes memandangi langit-langit bilik miliknya dan Ametung, "apa aku melupakan sesuatu dari kehidupan sebelumnya ya?" celetuk Dedes.

Monolog Dedes terhenti saat Ametung masuk ke dalam bilik. Ametung sudah siap untuk tidur, begitu juga dengan Dedes. Hari sudah terlalu larut. Ametung ikut berbaring di samping Dedes. Dedes tersenyum, begitu juga dengan Ametung. Mereka hanya saling memandang, sampai akhirnya Dedes tertidur di dalam pelukan Ametung.

Memastikan Dedes benar-benar tertidur, Ametung bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan menuju ruang kerja dan memanggil Pakatik kepercayaannya. Ametung hendak membahas sesuatu dengan Pakatik tersebut.

"Bagaimana kelanjutannya?" tanya Ametung.

"Rencananya sudah berjalan sesuai permintaan Yang Mulia. Para Brahmana mulai berkonflik dengan Kediri. Walaupun Brahmana sudah tahu ini adalah rencana dari Yang Mulia akuwu Tumapel, Brahmana tetap tak bisa menghindari konflik besar ini. Kediri yang membuat ulah, Kediri mengirimkan prajurit untuk membunuh para Brahmana yang enggan tunduk dengan Sri Baginda Kertajaya. Anggapan Sri Baginda adalah, Yang Mulia akuwu Tumapel telah menikahi Brahmani, sehingga Sri Baginda memaksa para Brahmana untuk tunduk pada Kediri. Karena titah Baginda tidak didengar, salah satu rumah Brahmana dibakar habis oleh pihak Kediri,"  jelas Pakatik.

"Rumah siapa?"

"Brahmana terpandang di desa Panajiwen, Ayahanda Yang Mulia Paramesywari Tumapel."

Punggung Ametung menegak, rumah mertuanya dibakar habis.  Ametung berpikir sejenak, kebencian para Brahmana bisa menjadi senjata ampuh untuk melengserkan Sri Baginda Kertajaya dari tahtanya, atau paling tidak bisa menjadi senjata untuk melepaskan diri dari Kediri dan mendirikan kerajaan baru. Ametung tersenyum, rencana ini pasti akan berhasil. Tanpa Ametung dan Dedes sadari, mereka sedang saling memanfaatkan dan dimanfaatkan.

###

Para rakyat dan para ksatria yang berminat menjadi pengawal Tumapel berdatangan. Banyak sekali yang datang untuk mengikuti seleksi ini. Mereka dengan semangat mengikuti seleksi pengawal Tumapel. Seleksi pengawal Tumapel, terdiri atas tiga tes. Tes fisik, tes baca, dan tes bertarung. Bagi yang buta aksara, Ametung memberikan tes bertahan hidup.

Seperti dugaan Dedes, Arok mengikuti seleksi ini setelah mendiskusikan hal ini dengan para Brahmana. Arok lolos semua tes dengan nilai tertinggi. Maklum saja, dia bergaul dengan kaum Brahmana yang bisa disebut kaum paling pandai dalam kehidupan.

Dedes tidak terkejut melihat Arok diantara para rakyat dan kesatria. Dia tertawa, Dedes ingat, seseorang bernama Arok lulus semua tes dengan nilai tertinggi di kehidupan sebelumnya. Rencananya semakin dekat dengan kata keberhasilan. Dedes berharap, Arok benar-benar ditempatkan sebagai pengawal pribadinya. Walaupun penuh resiko, karena Arok bisa membunuh Ametung seperti kehidupan sebelumnya. Namun, Dedes bertekad untuk membunuh Arok terlebih dahulu.

Dedes menjernihkan pikirannya dengan mencoba mencari udara segar. Seperti disihir, kaki Dedes kembali melangkah ke pohon besar tempat ia dan Arok bertemu. Dedes bahkan tak sadar jika kakinya telah berhenti tepat di bawah pohon besar di sudut Pakuwon Tumapel.

Dedes mendengkus, ia kesal dengan kakinya yang melangkah ke pohon besar ini. Terlalu banyak melamun membuat Dedes tak fokus. Sebelum bertemu dengan Arok, Dedes mencoba pergi dari sana. Rupanya terlambat, Arok sudah berada di hadapan Dedes dengan tampang mesumnya.

Demi Jagad Dewa! Bisakah Arok menghilang saja? Sehingga aku tak terus-menerus dikejutkan oleh dia! Oh iya, aku bisa meminta Ametung untuk membunuh Arok, pikir Dedes.

"Apa maumu?" Dedes langsung menanyakannya agar tak harus berhadapan dengan Arok. Si Arok malah tersenyum.

Minta dipukul ini! batin Dedes.

Arok mendekat kepada Dedes. Dedes reflek menjauh. Arok semakin bersemangat untuk mendekati Dedes. Matanya membara melihat Dedes.

"Apa maumu sebenarnya!" teriak Dedes, berharap seseorang mendengarnya dan menyelamatkannya.

"Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari Yang Terhormat Mpu Parwa."

"Nah! Kalau begitu, kenapa harus dekat-dekat! Mundur!"

Bukannya mundur, Arok malah semakin mendekat. Dedes memutuskan untuk berlari saja dari sana. Saat Arok lengah, Dedes berhasil kabur. Namun, Arok malah mengejar.

"Gila kau!"

"Mpu Parwa bilang, Dedes harus mengikuti perkataannya. Atau tidak hukum karma akan berlaku!" seruan Arok membuat Dedes berhenti.

Hukum karma adalah hukum yang mengatur karma atau perbuatan. Hukum karma berlaku pada siapapun, berlaku pada yang pecaya atau tidak percaya, berlaku dari dahulu, sekarang dan akan datang. Hukum karma tidak memihak pada kebaikan atau kejahatan.

Dedes berhenti, dia berbalik dan diam. Lantas berkata, "apa yang ayahanda katakan?"

"Beliau mengatakan, ‘Seminggu dari sekarang, para Brahmana akan mengirim sebuah racun kepada Tunggul Ametung. Dan Dedes harus membuat Tunggul Ametung meminum racun tersebut. Jika Dedes tak mendengarkan ini, hukum karma akan berlaku. Hukum karma terjadi jika Dedes tidak mau memihak kepada Brahmana.’ hanya itu yang Mpu Parwa katakan."

Dedes tak percaya, ayahandanya menganggapnya durhaka, sehingga menjatuhkan hukum karma. Haruskah aku mengikuti perkataan ayahanda? Bagaimana jika ternyata Dewa ingin aku menjadi anak baik yang tidak pernah terlibat dengan Ametung dan Arok? Apa aku tega meninggalkan Ametung setelah berniat memanfaatkannya? pikir Dedes.

"Beri aku waktu berpikir."

Dedes segera menjauh dari sana. Arok tak lagi mengejar. Arok beranjak, dan menuju tempat berkumpulnya para rakyat dan kesatria yang lolos seleksi pengawal.

Dedes kembali banyak pikiran, dia berjalan tanpa memperhatikan. Panas matahari menyengat kulit putih Dedes. Pening menyerang kepala Dedes, darah mengucur pelan dari hidungnya. Pandangan Dedes memburam dan akhirnya, ditelan oleh kegelapan.

BERSAMBUNG

Catatan Penulis
Dedes mulai over thinking. Darah rendah dia 😂.

Keputusan Sang Stri Nareswari [TAMAT]Where stories live. Discover now